Persepsi Remaja Laki-laki Terhadap Peran Ayah Peran Ayah dalam Hubungannya dengan Kenakalan Remaja Laki-

menerima anak apa adanya tetapi juga mengharapkan keberhasilan, mengajarkan nilai-nilai yang kuat, menggunakan disiplin yang konstruktif, menyediakan hal- hal yang rutin dan yang bersifat ritual agar hidup lebih terprediksi, terlibat dalam pendidikan anak dan yang terakhir adalah siap membantu dan mendukung anak.

2.4. Persepsi Remaja Laki-laki Terhadap Peran Ayah

Berdasarkan pengertian diatas persepsi remaja laki-laki terhadap peran ayah adalah proses pengorganisasian dan penginterpretasian stimulus-stimulus yang diterima oleh pancaindra untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga individu menyadari apa yang dilihat, didengar dan dirasakan. Dalam hal ini adalah persepsi dilakukan oleh seorang remaja laki-laki terhadap peran ayah yaitu suatu peran yang dimainkan seorang ayah dalam kaitannya dengan tugas untuk mengarahkan anak menjadi mandiri dimasa dewasanya baik secara fisik maupun psikologis. Ayah sebagai salah satu orang tua diharapkan untuk lebih terlibat dalam pengasuhan. Ayah sebagaimana ibu adalah bagian dari keluarga. Ayah tidak dapat melepaskan diri dari tanggung jawab pengasuhan anak. Ia tidak hanya memasuki masa parenthood dengan adanya anak melainkan juga mempunyai hak dan kewajiban untuk menikmati dan mengurus anak.

2.5. Kenakalan Remaja

2.5.1. Pengertian Kenakalan Remaja Kenakalan remaja adalah perilaku yang menyimpang dari kebiasaan atau melanggar hukum Sarwono, 2010: 256. Santrock menjelaskan bahwa kenakalan remaja juvenile delinquency mengacu pada suatu rentang yang luas, dari tingkah laku yang tidak dapat diterima secara sosial misalnya bersikap berlebihan disekolah sampai pelanggaran status seperti melarikan diri hingga tindak kriminal misalnya pencurian. Untuk alasan hukum, dilakukan pembedaan antara pelanggaran indeks dan pelanggaran status. Pelanggaran indeks index offenses adalah tindak kriminal baik yang dilakukan oleh remaja maupun orang dewasa seperti perampokan, tindak penyerangan, perkosaan, pembunuhan. Pelanggaran status status offenses adalah tindakan yang tidak terlalu seserius pelanggaran indeks, seperti melarikan diri, membolos, minum- minuman keras dibawah usia yang diperbolehkan, hubungan seks bebas dan anak yang tidak dapat dikendalikan 2003:519. Kenakalan remaja atau juvenile delinquency adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat atau perbuatan yang antisosial dimana didalamnya terkandung unsur-unsur anti normatif Simanjuntak dalam Sudarsono, 2004:10. Kenakalan remaja adalah perilaku yang melanggar hukum yang biasanya dilakukan oleh remaja berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sanksi hukum Mussen dalam Gunawan, 2011:29-30. Sudarsono 2004:1 mengartikan kenakalan remaja sebagai kejahatan anak, akan tetapi pengertian ini menimbulkan konotasi yang cenderung negatif, bukan negatif sama sekali. Walgito dalam Sudarsono 2004:11 menjelaskan kenakalan remaja merupakan setiap perbuatan yang melanggar aturan, jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa maka perbuatan tersebut merupakan kejahatan, jika dilakukan remaja merupakan perbuatan yang melawan hukum. Fuhrmann dalam Gunawan, 2011:30 mengungkapkan bahwa kenakalan remaja adalah suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Menurut Gunarsa 2007:19 kenakalan remaja adalah kenakalan yang bersifat a-moral dan a-sosial. Kenakalan ini tidak diatur dalam undang-undang sehingga tidak digolongkan sebagai pelanggaran hukum. Sedangkan Sarwono 2010:256 mengemukakan, yang dimaksud dengan kenakalan remaja adalah perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Hasan dan Walgito menegaskan bahwasanya kenakalan remaja adalah perbuatan atau kejahatan atau pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja yang bersifat melanggar hukum, antisosial, anti susila dan menyalahi norma- norma agama. Berdasarkan pendapat beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa kenakalan remaja adalah perilaku atau perbuatan remaja yang menyimpang dari norma, hukum serta agama yang ada dan menimbulkan kerusakan pada diri sendiri maupun kerisauan pada orang lain.

2.5.2. Bentuk-Bentuk Kenakalan Remaja

Masalah kenakalan remaja adalah masalah yang harus segera diperhatikan dan harus segera ditangani. Permasalahan kenakalan remaja ini tidak hanya di desa saja ataupun dikota-kota besar saja akan tetapi dimana saja. Jensen dalam Sarwono, 2010:257 membagi kenakalan remaja menjadi empat jenis, yaitu kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain seperti perkelahian, perampokan, pembunuhan, dan lain-lain. Kenakalan yang menimbulkan korban materi berupa perusakan, pencurian, pencopetan, pemerasan, dan lain-lain. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban dipihak orang lain berupa pelacuran, penyalahgunaan obat. Di Indonesia mungkin juga dapat dimasukkan hubungan seks sebelum menikah. Terakhir kenakalan yang melawan status, misalnya mengingkari status anak sebagai pelajar dengan cara membolos, mengingkari status orang tua dengan cara minggat dari rumah atau membantah perintah mereka, dan sebagainya. Hurlock, 1980:209 menjelaskan bahwa pada masa remaja semakin dekat usia kematangan yang sah, sehingga membuat para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa saja belum cukup, maka remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan . Sudarsono 2004:209-210 membagi bentuk-bentuk kenakalan remaja, yaitu : a. Berupa ancaman terhadap hak milik orang lain yang berupa benda, seperti pencurian. b. Berupa ancaman terhadap keselamatan jiwa orang lain, seperti pembunuhan dan penganiayaan yang menimbulkan meninggalnya orang lain; c. Perbuatan-perbuatan ringan lainnya seperti pertengakaran sesama anak, minum-minuman keras, begadang atau keliaran sampai larut malam. Menurut John W. Santrock istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang perilaku yang luas, mulai dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial seperti bertindak berlebihan disekolah, pelanggaran seperti melarikan diri dari rumah, hingga tindakan-tindakan kriminal seperti mencuri. Demi tujuan- tujuan hukum, dibuat suatu perbedaan antara pelanggaran-pelanggaran indeks indeks offens yaitu tindakan kriminal baik yang dilakukan remaja maupun orang dewasa. Tindakan-tindakan itu meliputi perampokan, penyerangan dengan kekerasan, pemerkosaan, dan pembunuhan. pelanggaran-pelanggaran status status offens Merupakan tindakan pelanggaran yang tidak terlalu serius. Contoh dari status offens adalah seperti lari dari rumah, bolos dari sekolah, minum- minuman keras yang melanggar ketentuan usia, pelacuran dan ketidakmampuan mengendalikan diri Dryfoos dalam Santrock, 2003:519. Menurut Kartono 2005:21-23 bentuk perilaku kenakalan remaja antara lain adalah : a. Kebut-kebutan dijalan yang mengganggu keamanan lalu-lintas dan membahayakan diri sendiri serta orang lain. b. Perilaku ugal-ugalan, berandalan, urakan yang mengacaukan ketentraman lingkungan sekitar. c. Perkelahian antar gang, antar kelompok, antar sekolah, sehingga kadang- kadang membawa korban jiwa. d. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan, atau bersembunyi di tempat-tempat terpencil sambil melakukan bermacam-macam eksperimen tindak a-susila. e. Kriminalitas remaja antara lain berupa perbuatan mengancam, memeras, mencuri, mencopet, menyerang, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya, mencekik, meracun dan tindak kekerasan. f. Berpesta pora, sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas yang mengganggu lingkungan. g. Perkosaan, agresivitas seksual dan pembunuhan dengan motif seksual, atau didorong oleh emosi balas dendam dan kekecewaan ditolak cintanya oleh seorang wanita. h. Kecanduan dan ketagihan bahan narkotika yang erat bergandengan dengan tindak kejahatan. i. Tindak-tindak immoral seksual yang secara terang-terangan, tanpa rasa malu degan cara yang kasar, ada seks dan cinta bebas tanpa kendali yang didorong oleh hiperseksualitas. j. Homoseksualitas, erotisme anal dan oral, dan gangguan seksual lain pada remaja disertai tindakan sadistis. k. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan, sehingga mengakibatkan kriminalitas. l. Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis delinkuen dan pembunuhan bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin. m. Tindakan radikal dan ekstrim, dengan cara kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan remaja. Pada usia mereka, perilaku-perilaku yang dilanggar memang belum melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer keluarga dan sekunder sekolah yang memang tidak diatur oleh hukum secara terinci Jensen dalam Sarwono, 2010:257.

2.5.3. Faktor Penyebab Kenakalan Remaja

Jensen dalam Sarwono 2010:255-256 mengungkapkan faktor-faktor penyebab kenakalan remaja dapat digolongkan sebagai berikut : a. Rational Choice, Teori ini mengutamakan faktor individu daripada faktor lingkungan. Kenakalan yang dilakukannya adalah atas pilihan, interest, motivasi atau kemauannya sendiri. Di Indonesia banyak yang percaya pada teori ini, misalnya kenakalan remaja dianggap sebagai kurang iman sehingga anak dikirim ke pesantern kilat atau dimasukkan ke sekolah agama; b. Social disorganization, kaum positivis pada umumnya lebih mengutamakan faktor budaya, yang menyebabkan kenakalan remaja adalah berkurangnya atau menghilangnya pranata-pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni dalam masyarakat. Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai pranata kontrol; c. Strain, teori ini dikemukakan oleh Merton yang intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya kemiskinan dapat menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih jalan rebellion melakukan kejahatan atau kenakalan remaja; d. Differential association, menurut teori ini kenakalan remaja adalah akibat salah pergaulan. Anak-anak nakal karena bergaulnya dengan anak-anak yang nakal juga. Paham ini banyak dianut oleh orang tua diindonesia, yang sering kali melarang anak-anaknya bergaul dengan teman-teman yang dianggap nakal , dan menyuruh anak-anaknya untuk berkawan dengan teman-teman yang pandai dan rajin belajar; e. Labelling, ada pendapat bahwa anak nakal selalu dianggap atau dicap nakal atau diberi label nakal; e. Male phenomen, teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal daripada anak perempuan. Alasannya karena kenakalan memang adalah sifat laki-laki, atau bahwa budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar kalau laki-laki nakal. Graham dalam Sarwono, 2006:208 membagi faktor-faktor penyebab kenakalan remaja dalam dua golongan, yaitu : a. Faktor lingkungan meliputi : malnutrisi kekurangan gizi, kemiskinan di kota-kota besar, gangguan lingkungan polusi, kecelakaan lalulintas dan bencana alam, migrasi urbanisasi dan pengungsian karena perang, faktor sekolah kesalahan mendidik dan kesalahan kurikulum, keluarga yang tercerai berai perceraian dan perpisahan yang terlalu lama, gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga kematian orang tua, orang tua sakit berat atau cacat, hubunga antar anggota keluarga tidak harmonis, orangtua sakit jiwa, dan kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keuangan, dan tempat tinggal tidak memenuhi syarat; b. Faktor pribadi, meliputi : faktor bakat yang mempengaruhi temperament menjadi pemarah dan hiperaktif, cacat tubuh, ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri. Kartono 2005:93 mengungkapkan faktor-faktor yang menjadi penyebab kenakalan remaja yaitu, struktur keluarga yang berantakan. Lingkungan tetangga yang rusak dan buruk. Subkultur delinkuen sebagai manifestasi ekstrim dari kebudayaan remaja. Tradisi delinkuen di daerah-daerah rawan. Kondisi sekolah yang kurang menguntungkan, sehingga banyak terdapat kasus cepat putus sekolah. Disorganisasi sosial, penyimpangan sosial, formalisme dari lembaga- lembaga sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan, sukar mendapatkan, suatu pekerjaan, dan jenis pekerjaan yang tidak cocok dengan ambisi serta keinginan anak muda zaman sekarang. Konstitusi jasmaniah dan rohaniah psikis yang lemah, defek mental dan beberapa jenis gangguan kejiwaan yang merangsang remaja menjadi delinkuen. Penggunaan mekanisme pelarian diri dan pembelaan diri yang negatif oleh remaja yang mengalami gangguan emosional, kemudian menstimulir remaja menjadi kriminal. Santrock 2003;523 menjabarkan beberapa pemicu dari kenakalan remaja, yaitu: a. Identitas, Erickson percaya bahwa kenakalan terjadi karena remaja gagal menemukan suatu identitas peran; b. kontrol diri, beberapa anak dan remaja gagal memperoleh kontrol yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan; c. Usia, Munculnya tigkahlaku anti sosial di usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya dimasa remaja. Namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan; d. jenis kelamin, anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial daripada anak-anak perempuan, walaupun anak perempuan lebih banyak yang kabur. Anak laki-laki lebih banyak melakukan tindak kekerasan; e. harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai disekolah, remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah terhadap pendidikan dan juga nilai-nilai yang rendah disekolah. Kemampuan verbal mereka seringkali tergolong kurang; f. pengaruh orang tua, Para pelaku kenakalan seringkali berasal dari keluarga dimana orang tua jarang mengawasi anak-anak remajanya, memberikan mereka sedikit dukungan dan menerapkan pola disiplin secara tidak efektif; g. pengaruh teman sebaya, memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko untuk menjadi pelaku kenakalan; h. status sosial ekonomi, Penyerangan serius lebih sering dilakukan oleh laki-laki dari kelas sosial ekonomi yang rendah; i. kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal, masyarakat seringkali memupuk kriminalitas. Tinggal disuatu daerah dengan tingkat kriminalitas yang tinggi, yang juga ditandai dengan kemiskinan dan kondisi pemukiman yang padat, meningkatkan kemungkinan seorang anak akan melakukan kenakalan. Komunitas seperti ini seringkali memilki sekolah yang sangat tidak memadai.

2.6. Peran Ayah dalam Hubungannya dengan Kenakalan Remaja Laki-

laki Kenakalan remaja jumlahnya selalu mengalami peningkatan, hal ini tentu semakin menimbulkan kekhawatiran masyarakat. Menurut catatan kepolisian pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan dalam kelompok gang diperkirakan 50 kali lipat daripada gang remaja perempuan Kartono, 2005: 7, dan berdasarkan data resmi dari kementrian pemuda dan olahraga kenakalan remaja lebih banyak dilakukan oleh remaja laki-laki, hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Jensen dalam Sarwono 2010: 255-256 bahwa f aktor penyebab terjadinya kenakalan remaja adalah adanya “Male phenomena “,Teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal daripada anak perempuan. Alasannya karena kenakalan memang adalah sifat laki-laki, atau bahwa budaya maskulinitas menyatakan wajar kalau laki-laki nakal. Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak kartono, 2005:57. Santrock 2003:523 menjelaskan bahwa para pelaku kenakalan seringkali berasal dari keluarga dimana orang tua jarang mengawasi anak-anak remajanya, memberikan mereka sedikit dukungan dan menerapkan pola disiplin secara tidak efektif. Dipandang dari segi pendidikan masa remaja adalah masa yang sukar karena mereka meninggalkan dunia dengan pedoman-pedoman lama dan belum mendapat pedoman baru, mereka mudah terkena pengaruh. Mereka sebenarnya butuh orang yang dapat membantu kesukaran-kesukarannya. Orang tua hendaknya menghadapi anak-anaknya dengan lebih bijaksana Panuju, 2005:15. Kebutuhan akan kasih sayang dan rasa kekeluargaan adalah salah satu bentuk kebutuhan dari remaja. Kasih sayang adalah kebutuhan jiwa yang paling mendasar dan pokok dalam hidup manusia. Remaja yang merasa kurang disayang oleh ibu dan bapaknya akan menderita batinnya. Kesehatannya akan terganggu dan mungkin kecerdasannya akan terhambat pertumbuhannya, kelakuannya mungkin menjadi nakal, bandel, keras kepala dan sebagainya Panuju, 2005:31. Kriminalitas remaja umumnya adalah akibat dari kegagalan sistem pengontrol diri, yaitu gagal mengawasi dan mengatur perbuatan instinktif mereka. Jadi, merupakan produk ketidakmampuan anak remaja dalam mengendalikan emosi primitif mereka, yang kemudian disalurkan dalam perbuatan jahat Kartono, 2005:8. Kenakalan remaja bukan merupakan peristiwa herediter, bukan merupakan warisan bawaan sejak lahir. Banyak bukti menyatakan bahwa tingkah-laku asusila dan kriminal orang tua serta angota keluarga lainnya memberikan dampak menular dan infeksius pada jiwa anak-anak. Anak mengoper dan kejangkitan sifat-sifat yang tidak susila dari orang dewasa. Anak seorang pencuri biasanya cenderung menjadi pencuri pula. Kejadian ini bukan disebabkan sifat dan kebiasan pencuri itu diwariskan kepada anak-anaknya sebagai ciri-ciri karakteristik yang herediter, akan tetapi karena pekerjaan mencu ri itu adalah semacam usaha “home industry” kegiatan keluarga yang bisa mengkondisionir serta mempengaruhi pola tingkah-laku dan sikap hidup para anggota keluarga lainnya. Dalam hal ini berlangsung proses pengkondisian atau proses pembentukan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari, yang dialami oleh anak-anak dan para remaja, baik secara sadar maupun tidak sadar Kartono, 2005:58. Kartono 2005:58 menjelaskan pola kriminal ayah, ibu atau salah seorang anggota keluarga dapat mencetak pola kriminal hampir semua anggota keluarga lainnya. Oleh karena itu, sikap hidup, kebiasaan dan filsafat hidup keluarga besar sekali pengaruhnya dalam membentuk tingkah-laku dan sikap semua anggota keluarga. Semua bentuk ketegangan dan konflik dalam keluarga mengakibatkan bentuk ketidakseimbangan kehidupan psikis anak. Disamping itu juga menyebabkan tidak berkembangnya tokoh ayah sebagai sumber otoritas bagi anak laki-laki. Sehingga anak berkembang menjadi kasar, binal, brutal, tidak terkendali, sangat agresif dan kriminal Kartono, 2005:61. Penolakan oleh orang tua terhadap anak laki-lakinya, terutama penolakan oleh ayah, merangsang kemunculan suatu kenakalan. Pada umumnya, ayah dari anak-anak delinkuen tersebut sangat menolak anak laki-lakinya, atau paling minimal memperhina dan meremehkana anaknya. Kurang lebih 85 dari anak- anak yang melakukan kenakalan tersebut berasal dari keluarga dengan ayah yang kejam, yang secara terbuka bersifat keras dan sadistis kejam terhadap anaknya. Biasanya ayah-ayah tadi jarang berada dirumah, dan tidak memperhatikan nasib istri serta anaknya, tidak bertanggung jawab dan tidak dewasa secara psikis. Sebaliknya anak-anak yang tidak melakukan suatu kenakalan remaja, jarang sekali atau sedikit sekali jumlahnya yang ditolak oleh orang tuanya, khususnya ditolak ayahnya Kartono, 2005:62-63. Hasil penelitian belakangan ini telah memberikan pikiran baru bahwa seorang ayah itu penting, tidak hanya melalui pengaruh yang bersifat langsung. Misalnya melakukan interaksi dengan istrinya, dengan mendukung istrinya sang ayah secara tidak langsung mempengaruhi anaknya. Istri yang merasa disayangi suaminya secara tidak langsung mempengaruhi sikap terhadap anaknya. Temperament orang tua, terutama ayah yang agresif meledak-ledak , suka marah dan sewenang, serta kriminal, tidak hanya akan mentranformasikan efek temperamennya saja, akan tetapi juga menimbulkan iklim yang mendemoralisir secara psikis. Sekaligus juga merangsang reaksi emosional yang sangat impulsive pada anak-anaknya. Pengaruh sedemikian ini menjadi sedemikian buruk terhadap jiwa anak-anak remaja, sehingga mudah dijangkit kebiasaan kriminal tersebut Kartono, 2005:59. Hasil penelitian terhadap perkembangan anak yang tidak mendapat asuhan dan perhatian ayah menyimpulkan, perkembangan anak menjada pincang. Kelompok anak yang kurang mendapat perhatian ayahnya cenderung memilki kemampuan akademis menurun, aktivitas sosial terhambat. Bahkan bagi anak laki-laki, ciri maskulinnya ciri-ciri kelakian bisa menjadi kabur Dagun, 2002:13. National Parent Teacher Asosiation yang mendasarkan hasil-hasil penelitian selama 30 tahun terakhir, menyimpulkan manfaat peran ayah bagi anak adalah makin baiknya tumbuh kembang anak secara fisik, sosio emosional, ketrampilan kognitif, pengetahuan. Disamping siswa mendapat nilai yang tinggi, mereka memiliki sikap positif terhadap sekolah sehingga rajin mengikuti kegiatan baik intra maupun ekstrakulikuler, akan menangkal anak dari keterlibatannya dalam kenakalan remaja, seperti mangkir, tawuran, miras, narkoba, kehamilan dini dan kriminalitas. Lebih lanjut lagi ditemukan bahwa absennya ayah jauh lebih signifikan dampak negatifnya bagi anak seperti diatas dibanding absennya peranan ibu. Maka wajar jika US departemen of justice pada tahun 1988 menyatakan bahwa ketidak-adanya peran ayah dalam pendidikan anak menjadi prediktor yang paling signifikan bagi tindak kriminal dan kekerasan anak-anaknya Fathering interprises:1995-1996, dalam http:artikel.usslameto2.html . Flouri dan Buchanan 2003:63-76 dari hasil penelitiannya menjelaskan bahwa peran ayah memiliki pengaruh pada kesehatan mental anak. Ayah memiliki peran yang penting terhadap ketidakmampuan psikologis anak dan kesulitan-kesulitan yang dialami anak dikemudian hari. Minimnya peranan ayah dapat memunculkan perasaan tidak nyaman, yang lebih fokus pada emosional atau gejala depresi. Berdasarkan penelitian Indirawati mengenai hubungan persepsi remaja awal terhadap peran ayah dalam keluarga dengan keterampilan sosial pada remaja di dapatkan hasil yang signifikan antara persepsi peran ayah dalam keluarga dengan keterampilan sosial pada remaja. Semakin positif persepsi peran ayah dalam keluarga maka akan semakin tinggi keterampilan sosial pada remaja awal Indirawati, 2007:17. Widiastuti dan Theresia 2004:18 dari hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara kualitas relasi ayah dengan harga diri remaja putra. Menurut Bezirganian dan Cohen bahwa remaja putra menunjukkan identifikasi lebih besar dengan ayah dan memperlihatkan keterlibatan lebih besar dengan ayah mereka. Keterlibatan sang ayah dengan anak mereka selama masa remaja merupakan hal yang penting untuk harga diri dibandingkan keterlibatan sang ibu. Melihat adanya kecenderungan bahwa remaja putra akan merasa lebih dekat dengan ayah, mengakibatkan peran ayah dalam proses perkembangan harga diri amatlah besar. Demikian pula dengan hasil perhitungan dan analisis data, yang mengatakan bahwa kualitas relasi ayah berpengaruh pada perkembangan harga diri remaja putra. Menurut Coopersmith remaja yang memiliki harga diri tinggi akan menunjukkan ciri-ciri mempunyai relasi erat dengan orang tuanya. Remaja yang memiliki harga diri tinggi adalah individu yang aktif dan berhasil serta tidak mengalami kesulitan untuk membina persahabatan dan mampu mengekspresikan pendapatnya sendiri.

2.7. Kerangka Berpikir