m. Tindakan radikal dan ekstrim, dengan cara kekerasan, penculikan dan
pembunuhan yang dilakukan remaja. Pada usia mereka, perilaku-perilaku yang dilanggar memang belum
melanggar hukum dalam arti yang sesungguhnya karena yang dilanggar adalah status-status dalam lingkungan primer keluarga dan sekunder sekolah yang
memang tidak diatur oleh hukum secara terinci Jensen dalam Sarwono, 2010:257.
2.5.3. Faktor Penyebab Kenakalan Remaja
Jensen dalam Sarwono 2010:255-256 mengungkapkan faktor-faktor penyebab kenakalan remaja dapat digolongkan sebagai berikut : a. Rational
Choice, Teori ini mengutamakan faktor individu daripada faktor lingkungan. Kenakalan yang dilakukannya adalah atas pilihan, interest, motivasi atau
kemauannya sendiri. Di Indonesia banyak yang percaya pada teori ini, misalnya kenakalan remaja dianggap sebagai kurang iman sehingga anak dikirim ke
pesantern kilat atau dimasukkan ke sekolah agama; b. Social disorganization, kaum positivis pada umumnya lebih mengutamakan faktor budaya, yang
menyebabkan kenakalan remaja adalah berkurangnya atau menghilangnya pranata-pranata masyarakat yang selama ini menjaga keseimbangan atau harmoni
dalam masyarakat. Orang tua yang sibuk dan guru yang kelebihan beban merupakan penyebab dari berkurangnya fungsi keluarga dan sekolah sebagai
pranata kontrol; c. Strain, teori ini dikemukakan oleh Merton yang intinya adalah bahwa tekanan yang besar dalam masyarakat, misalnya kemiskinan dapat
menyebabkan sebagian dari anggota masyarakat yang memilih jalan rebellion
melakukan kejahatan atau kenakalan remaja; d. Differential association, menurut teori ini kenakalan remaja adalah akibat salah pergaulan. Anak-anak nakal karena
bergaulnya dengan anak-anak yang nakal juga. Paham ini banyak dianut oleh orang tua diindonesia, yang sering kali melarang anak-anaknya bergaul dengan
teman-teman yang dianggap nakal , dan menyuruh anak-anaknya untuk berkawan dengan teman-teman yang pandai dan rajin belajar; e. Labelling, ada pendapat
bahwa anak nakal selalu dianggap atau dicap nakal atau diberi label nakal; e. Male phenomen, teori ini percaya bahwa anak laki-laki lebih nakal daripada anak
perempuan. Alasannya karena kenakalan memang adalah sifat laki-laki, atau bahwa budaya maskulinitas menyatakan bahwa wajar kalau laki-laki nakal.
Graham dalam Sarwono, 2006:208 membagi faktor-faktor penyebab kenakalan remaja dalam dua golongan, yaitu : a. Faktor lingkungan meliputi :
malnutrisi kekurangan gizi, kemiskinan di kota-kota besar, gangguan lingkungan polusi, kecelakaan lalulintas dan bencana alam, migrasi urbanisasi dan
pengungsian karena perang, faktor sekolah kesalahan mendidik dan kesalahan kurikulum, keluarga yang tercerai berai perceraian dan perpisahan yang terlalu
lama, gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga kematian orang tua, orang tua sakit berat atau cacat, hubunga antar anggota keluarga tidak harmonis, orangtua
sakit jiwa, dan kesulitan dalam pengasuhan karena pengangguran, kesulitan keuangan, dan tempat tinggal tidak memenuhi syarat; b. Faktor pribadi, meliputi :
faktor bakat yang mempengaruhi temperament menjadi pemarah dan hiperaktif, cacat tubuh, ketidakmampuan untuk menyesuaikan diri.
Kartono 2005:93 mengungkapkan faktor-faktor yang menjadi penyebab kenakalan remaja yaitu, struktur keluarga yang berantakan. Lingkungan tetangga
yang rusak dan buruk. Subkultur delinkuen sebagai manifestasi ekstrim dari kebudayaan remaja. Tradisi delinkuen di daerah-daerah rawan. Kondisi sekolah
yang kurang menguntungkan, sehingga banyak terdapat kasus cepat putus sekolah. Disorganisasi sosial, penyimpangan sosial, formalisme dari lembaga-
lembaga sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan, sukar mendapatkan, suatu pekerjaan, dan jenis pekerjaan yang tidak cocok dengan ambisi serta keinginan
anak muda zaman sekarang. Konstitusi jasmaniah dan rohaniah psikis yang lemah, defek mental dan beberapa jenis gangguan kejiwaan yang merangsang
remaja menjadi delinkuen. Penggunaan mekanisme pelarian diri dan pembelaan diri yang negatif oleh remaja yang mengalami gangguan emosional, kemudian
menstimulir remaja menjadi kriminal. Santrock 2003;523 menjabarkan beberapa pemicu dari kenakalan
remaja, yaitu: a. Identitas, Erickson percaya bahwa kenakalan terjadi karena remaja gagal menemukan suatu identitas peran; b. kontrol diri, beberapa anak
dan remaja gagal memperoleh kontrol yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan; c. Usia, Munculnya tigkahlaku anti sosial di
usia dini berhubungan dengan penyerangan serius nantinya dimasa remaja. Namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti ini nantinya
akan menjadi pelaku kenakalan; d. jenis kelamin, anak laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku antisosial daripada anak-anak perempuan, walaupun
anak perempuan lebih banyak yang kabur. Anak laki-laki lebih banyak
melakukan tindak kekerasan; e. harapan terhadap pendidikan dan nilai-nilai disekolah, remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan
yang rendah terhadap pendidikan dan juga nilai-nilai yang rendah disekolah. Kemampuan verbal mereka seringkali tergolong kurang; f. pengaruh orang tua,
Para pelaku kenakalan seringkali berasal dari keluarga dimana orang tua jarang mengawasi anak-anak remajanya, memberikan mereka sedikit dukungan dan
menerapkan pola disiplin secara tidak efektif; g. pengaruh teman sebaya, memiliki teman-teman sebaya yang melakukan kenakalan meningkatkan resiko
untuk menjadi pelaku kenakalan; h. status sosial ekonomi, Penyerangan serius lebih sering dilakukan oleh laki-laki dari kelas sosial ekonomi yang rendah; i.
kualitas lingkungan sekitar tempat tinggal, masyarakat seringkali memupuk kriminalitas. Tinggal disuatu daerah dengan tingkat kriminalitas yang tinggi,
yang juga ditandai dengan kemiskinan dan kondisi pemukiman yang padat, meningkatkan kemungkinan seorang anak akan melakukan kenakalan.
Komunitas seperti ini seringkali memilki sekolah yang sangat tidak memadai.
2.6. Peran Ayah dalam Hubungannya dengan Kenakalan Remaja Laki-