Kabupaten Indramayu 1. Angin KencangPuting Beliung

atau tiupan angin yang sangat kencang di lautan fenomena metereologi. Tinggi gelombangnya dapat mencapai beberapa meter di daerah dekat sumber angin, dan gelombang terus berlangsung selama angin bertiup dan reda bersama dengan redanya tiupan angin Setyawan, 2007.

7.3.1.3. Abrasi

Prasetya 2006 menyebutkan bahwa abrasi di wilayah pantura sudah terjadi sejak tahun 1970, sejak terkonsentrasinya kegiatan ekonomi di pesisir pulau Jawa dan puncaknya pada tahun 1995. Penyebabnya belum diketahui secara jelas apakah merupakan proses alam sebagai akibat pertumbuhan anak Delta Cimanuk atau pengaruh langsung dari penambangan pasir laut. Tetapi jika melihat dinamika gerak arus laut yang didasarkan pada teori, kemungkinan besar pertumbuhan anak Delta Cimanuk sebagai penyokong terjadinya abrasi di gisik ini, kemudian dipacu penambangan pasir laut. Di Gisik Tirtamaya dan Gisik Krangkeng-Juntinyuat, abrasi telah merusak areal Taman Wisata dengan penyebab yang tidak berbeda. Abrasi ini telah merusak lahan pertanian dan tambak udang seperti terlihat pada Gambar 38. Kemunduran garis pantai shoreline di Pesisir Indramayu mengakibatkan terjadinya pengurangan sebesar 1-5 m per tahun Puradimaja, 2007. Indramayu termasuk kedalam jenis klasifikasi pantai mundur retrogation coast Valentin dalam Bapeda Provinsi Jawa Barat, 2007. Nampaknya ada dua proses yang bertanggung jawab atas mundurnya garis pantai, yaitu abrasi laut dan stagnasi suplai endapan aluvium. Gambar 38. Abrasi di Pantai Kabupaten Indramayu Sumber : Bapeda Provinsi Jawa Barat 2007 Di Pantai Limbangan, abrasi diduga ada kaitan dengan kegiatan pengerukan di Pelabuhan Khusus Pelsus Jeti. Untuk memperdalam alur agar kapal-kapal besar pembawa liquid petroleum gas LPG bisa berlabuh, pasir dikeruk dan dibuang ke tengah laut Puradimaja, 2007.

7.3.1.4. Erosi

Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, erosi sama dengan abrasi yaitu proses penggerusan daratan oleh arus air. Perbedaannya abrasi merupakan penggerusan oleh arus air laut, sedangkan erosi merupakan penggerusan oleh air sungai. Abrasi yang banyak terjadi di wilayah pesisir Jawa Barat termasuk Indramayu berupa runtuhan. Erosi umumnya terjadi pada alur sungai yang membelok sedangkan yang terjadi pada tebing gusur luar tingkungan, selalu dihantam oleh kekuatan arus air sungai. Pada daerah dataran lanjutan proses erosi ini membentuk meander Puradimaja, 2007. Selain erosi tebing sungai yang dapat terjadi secara alami, perilaku manusia dapat pula mempercepat proses erosi seperti di sekitar lokasi terjadi penambangan batukali. Pengambilan bongkahan batukali dapat mempercepat arus air sungai, sehingga kekuatan arus menghantam tebing lebih kuat dan terjadi lekukan pada kaki tebing sungai. Karena sudah tidak ada penahan maka tebing sungai bagian atas runtuh membahayakan permukiman.

7.3.1.5. Gerakan Tanah

Gerakan tanah dapat terjadi apabila di bawah lapisan yang keras dijumpai adanya lapisan kompresibilitasnya tinggi, sehingga apabila beban yang ada di atas lapisan keras tersebut melebihi daya dukung yang diijinkan maka kemungkinan besar akan terjadi longsorkeruntuhan land slide atau amblesanperosokan settlementland subsidence. Dari hasil pengamatan lapangan, analisis sifat fisik tanah pelapukan dan kemiringan lereng, dapat terlihat bahwa daerah penelitian merupakan daerah yang mempunyai kerentanan gerakan tanah sangat rendah. Artinya di Indramayu pada zona ini, jarang terjadi gerakan tanah jenis longsorkeruntuhan Puradimaja, 2007. Di daerah yang berpotensi terjadi gerakan tanah yaitu daerah pematang pemisah daratan dan lautan di mana lapisan keras berada pada kedalaman 5-10 meter dan dibawahnya didapatkan lapisan lempunglanau lunak. Demikian pula dibeberapa tempat di daerah dataran rawa setempat bagian atas sudah padat akan tetapi bagian bawah masih merupakan lapisan lempunglanau lunak sehingga bila ada beban yang cukup berat juga akan mengakibatkan terjadinya amblesan perosokan land subsidencesettlement Puradimaja, 2007.

7.3.1.6. Gempa bumi

Wilayah kepulauan Indonesia sangat rawan gempa bumi karena lokasinya ada di zona batas Lempeng-Lempeng Eurasia, Hindia-Australia, dan Pasifik yang bergerak relatif terhadap satu-sama lainnya sekitar 6-12 cmtahun. Dikaitkan dengan wilayah pesisir, Indramayu terletak agak jauh dari pertemuan lempeng tersebut. Sumber gempa bumi yang dominan potensi merusaknya adalah yang di bawah laut pada zona subduksi di bagian atasdangkal, yaitu dari sepanjang palung laut dalam yang merupakan pertemuan lempengnya sampai kedalaman 60 km, misalnya di sepanjang pesisir barat Sumatra dan selatan Jawa Hilman, 2008. Gempa bumi di Indramayu pada tanggal 9 Agustus 2007 terjadi karena tumbukan lempeng di kedalaman 286 km, sehingga walaupun kekuatannya 7,3 SR karena tidak masuk kedalam kriteria bencana maka tidak menimbulkan dampak kerusakan Suhardjono, 2007. Fenomena geologi meyakini bahwa gempa bumi dangkal tidak akan pernah terjadi di Indramayu, dengan demikian gempa bumi dan dampak kolateralnya tsunami dapat diabaikan Hilman, 2008.

7.3.1.7. Tsunami

Berdasarkan penjelasan sebelumnya mengenai gempa bumi, menurut para pakar gempa bumi dan kelautan, tsunami diyakini tidak akan pernah terjadi di pesisir Indramayu Hilman, 2008.

7.3.1.8. Banjir

Wilayah pesisir utara Jawa Barat yang merupakan dataran rendah dan tempat bermuaranya beberapa sungai termasuk DAS Cisanggarung, Cimanuk dan Citarum memiliki potensi terjadinya banjir di setiap musim penghujan Puradimaja, 2007. Berdasarkan peta rawan banjir Provinsi Jawa Barat LREP, 1999, hampir seluruh kabupaten dan kota di wilayah pesisir utara Jawa Barat memiliki kategori rawan banjir. Berdasarkan peta digital lahan sawah rawan banjir yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian, mulai dari Kabupaten Karawang, Subang, Indramayu dan Cirebon, maka sebagian besar sawah diwilayah kabupaten tersebut memiliki potensi rawan banjir. Demikian juga meluapnya Sungai Cimanuk menyebabkan banjir di Kecamatan Indramayu. Peta kawasan rawan banjir pantura Jawa Barat dapat dilihat pada Gambar 39.

7.3.1.9. Akresi

Akresi adalah proses penumpukan pasir di daerah gisik akibat dari gerakan dan gelombang yang membawa pasir ke daerah tersebut Puradimaja, 2007. Di pesisir Indramayu, penumpukan terjadi pada muara Sungai Cimanuk, dengan besar pertambahan penumpukan pasir dari 0 hingga 7 km ke arah laut, seluas kurang lebih 45 km 2 . Akresi atau pertambahan gisik akibat penumpukan pasir tersebut telah membentuk Delta Cimanuk yang dari tahun ketahun semakin meluas, yang mulanya ke arah barat dan kemudian menyebar ke arah timur. Pembuatan Kanal Cimanuk ke arah timur laut ditakini telah menyebabkan terbentuknya anak Delta Cimanuk. Munculnya anak Delta Cimanuk ini telah menguntungkan karena bertambahnya lahan pantai, namun di sisi lain dapat mengakibatkan pendangkalan di muara-muara sungai, dan dermagapelabuhan tempat pendaratan kapal nelayan atau kapal ikan lainnya. Gambar 39. Peta kawasan rawan banjir pesisir pantai utara Jawa Barat Sumber : Bapeda Provinsi Jawa Barat

7.3.1.10. Intrusi Air Laut

Meluasnya intrusi air laut selain diakibatkan oleh terjadinya kenaikan muka air laut juga dipicu oleh terjadinya land subsidence akibat penghisapan air tanah secara berlebihan untuk berbagai keperluan, seperti air untuk kebutuhan pemukiman dan industri. Pengambilan air tanah yang tidak seimbang dengan pemasukan air dari permukaan mengakibatkan air laut yang lebih berat masa jenisnya langsung masuk ke akuifer tempat penampungan air di dalam tanah hingga mengendap. Di wilayah Indramayu, khususnya di Kandanghaur air payau sudah merembes hingga 8 km dan air asin 6 km. Diperkirakan pada periode antara 2050 hingga 2070, intrusi air laut akan mencakup 50 luas wilayah gisik atau pantai utara pantura Jawa Barat BPLHD Jawa Barat, 2007.

7.3.2. Aplikasi Metode ISM dalam Studi Potensi Bencana Alam Wilayah Pesisir Indramayu

Hasil diskursus dengan para pakar menetapkan bahwa bencana alam yang berpotensi terjadi di Kabupaten Indramayu terdiri dari sepuluh sub elemen yaitu Gempa bumi, tsunami, abrasi, gelombang badai pasang, angin kencangputing beliung, gerakan tanah jenis longsorkeruntuhan land slide, banjir, erosi, intrusi air laut, dan akresi. Walaupun dari sudut pandang geologi, pesisir Indramayu diyakini tidak akan mengalami Gempa bumi dangkal yang akan mengakibatkan dampak kolateral tsunami, studi potensi bencana alam dalam penelitian ini tetap akan memasukan Gempa bumi dan tsunami sebagai sub elemen potensi bencana alam. Analisis ISM dalam aplikasi MKP2B2MB dimulai dengan input hubungan antarelemen seperti yang dapat dilihat pada Gambar 40. Gambar 40. Contoh input hubungan antarelemen metode ISM dalam program MKP2B2MB untuk Kabupaten Indramayu Tingkat level sub elemen potensi bencana alam di Kabupaten Indramayu dapat di lihat pada Gambar 41. Gelombang badai pasang menempati posisi pada sektor IV dan level 5, yang menunjukan mempunyai potensi yang sangat besar terjadi di Kabupaten Indramayu dengan tingkat ketergantungan terhadap potensi lainnya sangat rendah. Semakin kecil level sub elemen bencana, akan semakin kecil dampak risiko bencananya. Adapun matriks driver power- dependence untuk elemen potensi bencana alam di Kabupaten Indramayu dapat dilihat pada Gambar 42. Kondisi tersebut disebabkan kejadian gelombang badai pasang tidak terlalu dipengaruhi oleh sub elemen lainnya, melainkan karena posisi pantai di Kabupaten Indramayu sangat landai sehingga sangat rentan terhadap bahaya gelombang badai pasang. Selain itu gelombang badai pasang dipengaruhi oleh adanya pergantian musim sehingga cukup memberikan pengaruh terhadap pergerakan massa air seperti arus. Gambar 41. Tingkat level sub elemen potensi bencana alam di Kabupaten Indramayu Gambar 42. Matriks Driver power – dependence untuk elemen potensi bencana alam di Kabupaten Indramayu