Aplikasi Metode MPE dalam Menentukan Efektivitas Mitigasi Bencana Alam di Ciamis

bentuk mitigasi tersebut. Hasil pembobotan ini dilakukan analisis dengan MPE yang dikompilasi dalam software MKP2B2MB untuk mendapatkan bentuk mitigasi bencana yang paling efektif diterapkan di Ciamis. Tabel 30. Kriteria dalam menentukan bentuk mitigasi bencana di Kabupaten Ciamis Sumber : Diskursus dengan para pakar 2008 Tabel 31. Indikator bentuk mitigasi bencana alam di Kabupaten Ciamis Pada Tabel 31 terlihat ada dua elemen yang memiliki score sama 93, yaitu elemen sistem peringatan dini dan elemen penyelamatan diri dari gempabumi dan tsunami. Tetapi bahasa program menempatkan elemen sistem peringatan dini lebih awal daripada elemen penyelamatan diri dari gempabumi dan tsunami, sehingga elemen sistem peringatan dini menempati ranking 1. Kesimpulannya walaupun metode ISM menempatkan elemen sistem peringatan dini dan elemen sistem penyelamatan diri pada ranking 1, tetapi empat kriteria MPE yaitu dinamika perairan pesisir, ketersediaan dana, kesesuaian dengan SDM lokal, aksesibilitas ke lokasi mitigasi dan waktu yang dibutuhkan telah menempatkan elemen sistem peringatan dini menjadi prioritas mitigasi bencana di Pesisir Ciamis. Pesisir Ciamis yang terbuka menghadap Samudra Hindia membutuhkan sistem peringatan dini untuk memberitahukan masyarakat agar secepatnya menyelamatkan diri sebelum tsunami datang. Kecepatan informasi peringatan dini sangat diperlukan mengingat selang waktu antara bangkitan dalam hal ini gempa bumi dan timbulnya tsunami sangat singkat.

8.4. Kesimpulan Studi Efektivitas Keberhasilan dan Bentuk Mitigasi Bencana Alam di Wilayah Pesisir

Berdasarkan hasil uraian pada bagian pembahasan, dapat disimpulkan bahwa potensi bencana alam yang lebih dominan terjadi di Kabupaten Indramayu adalah gelombang badai pasang dan di Kabupaten Ciamis adalah gempabumi dan tsunami. Untuk mereduksi risiko bencana yang timbul maka mitigasi struktur merupakan bentuk mitigasi bencana alam yang memiliki tingkat keberhasilan yang lebih efektif untuk diterapkan di Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Ciamis. Mitigasi struktur memiliki tingkat ketergantungan yang besar di Kabupaten Ciamis mengingat lokasi lempeng tektonik di selatan pulau Jawa, sehingga wilayah ini memiliki tingkat kerawanan bencana gempa bumi dan tsunami yang lebih besar dibandingkan dengan di Indramayu yang hanya gelombang badai pasang. Namun demikian, untuk penerapan bentuk mitigasi di Kabupaten Indramayu, pakar memilih bentuk mitigasi struktur gabungan pemecah ombak, peredam abrasi, dan penahan sedimentasi serta gabungan remangrovisasi, reef artificial, dan beach nourishment. Mengingat mitigasi ini efektif meredam abrasi yang sudah parah melanda pesisir dan membahayakan permukiman nelayan serta instalasi kilang migas Balongan. Di Kabupaten Ciamis, pakar lebih memilih kombinasi mitigasi struktur sistem peringatan dini dan sistem penyelamatan diri, serta pemberdayaan masyarakat melalui sosialisasi yang efektif agar ketahanan masyarakat dan lingkungan yang di deklarasikan di Hyogo pada tahun 2005 dapat diwujudkan. Dengan telah diketahuinya bentuk mitigasi yang paling efektif untuk diterapkan di Pesisir Indramayu dan Pesisir Ciamis, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pengembangan wilayah pesisir sudah harus memperhitungkan anggaran yang proporsional untuk mewujudkan penyelesaian pembangunan sistem perlindungan pesisir yang terpadu. Dengan demikian upaya yang dilakukan akan lebih bersifat pro aktif, yang menekankan kepada upaya pencegahan dan kesiapsiagaan. Hal ini sesuai dengan kesepakatan global untuk secepatnya melakukan perubahan paradigma lama yang responsif, reaktif, dan menekankan kepada upaya kedaruratan. Berdasarkan hasil analisis efektivitas keberhasilan dan bentuk mitigasi bencana alam di wilayah pesisir, dapat dinyatakan bahwa tidak ada bentuk mitigasi bencana yang dapat efektif berdiri sendiri. Hal ini disebabkan setiap bentuk mitigasi mempunyai kelemahan yang dapat dilengkapi dan diperkuat oleh bentuk-bentuk mitigasi lainnya complementary.