ekonomis haruslah saling  bekerjasama untuk meminimasi  konflik kepentingan. Kerjasama antarwilayah dapat digalang melalui pembentukan
forum kerjasamakomunikasi antarpemerintah daerah yang memiliki kawasan pesisir  untuk mengantisipasi sejak dini timbulnya perkembangan  terburuk
seperti konflik antarnelayan. Kesepakatan dan penetapan norma  kolektif tentang pemanfaatan sumberdaya lokal sesuai dengan semangat otonomi
daerah harus disosialisasikan secara luas dan benar kepada masyarakat nelayan  sesuai dengan  aras makro strategi sistem besar pemberdayaan
Parson et al., 1994, agar masyarakat luas memiliki cara pandang sama. 3.   Kerjasama Antaraktor stakeholders
Upaya pengurangan kesenjangan sektoral dan daerah jelas memerlukan  strategi khusus bagi penanganan secara komprehensif dan
berkesinambungan. Untuk itu, diperlukan adanya kebijakan dari Pemerintah Pusat untuk menjembatani persoalan kemiskinan dan kesenjangan sektoral
di  daerah tersebut, melalui mekanisme kerjasama antaraktor stakeholders yang melibatkan unsur  masyarakat kelompok nelayan, pihak swasta, dan
pemerintah. Pengelolaan kawasan pesisir  yang belum memberikan kesejahteraan bagi masyarakatnya tersebut, perlu mendapat perhatian yang
serius berupa terobosan pemikiran bagi upaya percepatan pembangunan dan pengembangan ekonomi lokal yang    melibatkan partisipasi masyarakat
dalam proses  dan pelaksanaan pengelolaannya Suharto, 2006.  Upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan sektoral dan daerah tersebut
yang berintikan suatu paradigma baru, dimana inisiatif pembangunan daerah tidak lagi digulirkan dari pusat, namun merupakan inisiatif lokal daerah
untuk  memutuskan langkah  terbaik dalam mengimplementasikan rencana pengelolaan kawasan dan rencana aksi yang sesuai dengan kebutuhan dan
kapasitas yang dimiliki Suharto, 2006.
9.4. Kesimpulan  Model Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir
Berkelanjutan Berperspektif Mitigasi Bencana Alam
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa alternatif kebijakan yang dapat dikembangkan dalam pengelolaan wilayah
pesisir di Kabupaten  Indramayu adalah  pengembangan  prasarana dan  sarana wilayah pesisir berperspektif mitigasi bencana  dengan tujuan untuk
mengoptimasi produktifitas wilayah pesisir. Sedangkan di Kabupaten  Ciamis,
kebijakan pengelolaan wilayah pesisir dapat diarahkan pada  peningkatan peran stakeholder dalam pengelolaan  wilayah  pesisir  dengan  tujuan  untuk  optimasi
sistem penyangga kehidupan. Untuk itu,  perlu diwujudkan sinergitas antarunsur masyarakat pengguna
kelompok nelayan, pengusaha perikanan, dll dan  pemerintah yang dikenal dengan  Co-management  sebagai upaya  menghindari peran dominan yang
berlebihan dari satu pihak dalam pengelolaan sumberdaya  pesisir  sehingga pembiasaan aspirasi pada satu pihak  lainnya  dapat dieliminasi.  Dalam
pengembangan wilayah pesisir ini faktor  yang paling berpengaruh  adalah faktor penetapan status dan fungsi wilayah sesuai dengan fungsi dan tujuan
pemanfaatannya.  Status dan fungsi pesisir Indramayu adalah penghasil perikanan terbesar di Provinsi Jawa Barat, pemasok minyak  dan gas bumi untuk
provinsi Jakarta dan provinsi Jawa Barat.  Pesisir Ciamis adalah kawasan wisata unggulan provinsi Jawa Barat dengan potensi perikanan yang melimpah.
Penempatan PPI  sebagai  local competence  harus sesuai dengan rencana tata ruang  dan perencanaan tata letak  bangunan building  lay out plan
serta perancangan bangunan building design harus mempertimbangkan aspek mitigasi bencana. Oleh karena itu maka  selain secara estetika indah sesuai
dengan fungsinya, kompleks tersebut memiliki ketahanan terhadap bahaya bencana alam yang berpotensi terjadi di Pesisir Indramayu  yaitu gelombang
pasang dan di Pesisir Ciamis yaitu tsunami.
V. EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR
ABSTRAK
Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi kebijakan pengembangan wilayah pesisir yang berkelanjutan di Provinsi Jawa Barat  dengan kasus, Kabupaten  Indramayu di pantai
utara dan Kabupaten Ciamis di pantai Selatan. Penelusuran mengemukakan  adanya UU dan PP yang dijadikan acuan yaitu UU No 32 Thn 2004, UU No 33 Thn 2004 dan PP No 25 Thn 2000.
Fenomena dilapangan menunjukkan bahwa aspek ekonomi seperti pemanfaatan  pesisir untuk
tambak ikan, wisata, pelabuhan dan permukiman serta industri banyak dijumpai menggantikan ekosistem hutan mangrove yang berfungsi ekologis. Proses evaluasi diselesaikan  menggunakan
teknik KBMS yaitu  transfer knowledge  seorang atau lebih knowledge expert  melalui diskursus dengan menggunakan sistem teknologi transformasi  Di  pesisir Utara pemerintah memberikan
perhatian kepada sektor perikanan dan sektor yang relatif baru yaitu migas , di pesisir Selatan pemerintah memberikan perhatian kepada sektor  perikanan dan pariwisata    Teknik KBMS
didukung oleh 7tujuh parameter yaitu Optimalisasi pelaksanaan tata ruang dan lingkungan, Ketersediaan prasarana dan sarana, Pembangunan industri berbasis wilayah pesisir, Proporsi
dana pembangunan wilayah pesisir dalam  APBD, Rejim  penguasaan pemerintah, Program pemberdayaan masyarakat melalui CSR dan Pengembangan sektor pariwisata, perikanan,
pertanian, perkebunan dan migas yang berperspektif  mitigasi bencana.  Berdasarkan pengelompokan parameter dan permutasi diperoleh  24  rule base  dengan hasil diskursus yang
menyimpulkan bahwa kebijakan pengembangan wilayah pesisir di Jawa Barat khususnya Kabupaten  Indramayu dan Kabupaten  Ciamis masih perlu diarahkan  pada konsep pengelolaan
wilayah pesisir secara terpadu Integrated Coastal Zone Management , karena masih sektoral dan bias daratan sehingga belum optimal  pemanfaatannya.  Selanjutnya di Kabupaten Indramayu
perencanaan pengembangan wilayah pesisir dan penguasaan pemerintah melalui program pemberdayaan masyarakat bantuan Pertamina sudah cukup baik, kecuali di dalam pengembangan
sektor pariwisata yang kurang mendapat perhatian dengan baik. Di Kabupaten  Ciamis, pengembangan sektor pariwisata  dan perikanan sudah merupakan salah satu sektor  unggulan
dalam pengembangan wilayah pesisir.
Kata Kunci :  transfer knowledge,  diskursus,  teknologi informasi, parameter,  rule base, terpadu
5.1.    Pendahuluan
Dalam kaitannya dengan pembangunan sumberdaya pesisir, pemerintah pusat membuat kebijakan yang strategis dan antisipatif, yaitu dengan menjadikan
sektor  laut sebagai sektor tersendiri.  Setiap kebijakan yang ada,  perlu di tindak
lanjuti oleh pemerintah  daerah  dalam  pelaksanaan  pembangunan kawasan
pesisir yang berkelanjutan.
Pemerintah  Provinsi  Jawa Barat  memiliki  kebijakan pengembangan wilayah pesisir dan laut  yang disusun  dalam pembangunan kelautan,  mengacu
pada  beberapa peraturan dan perundangan yang  secara bertahap  telah mengubah  sistem pembangunan yang berlaku selama ini. Undang-undang
tersebut antara lain   UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Pemerintahan Daerah serta PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan