Kesimpulan Studi Potensi Bencana Alam di Wilayah Pesisir Jawa Barat

Analisis data dan pendapat pakar menghasilkan temuan sebagai berikut, di Kabupaten Indramayu bencana alam gelombang badai pasang menempati peringkat tertinggi pada level 5 sebagai elemen kunci. Selanjutnya dikuti oleh abrasi dan banjir pada level 4, kemudian intrusi air laut, gerakan tanah jenis amblesan, dan puting beliung pada level 3. Erosi dan akresi berada pada level 2, dan terakhir yaitu Gempa bumi dan tsunami pada level 1. Fenomena geologi menyatakan bahwa gempa bumi dapat terjadi di Indramayu, tetapi diluar kedalaman lebih dari 60 km, dengan demikian dampak kolateralnya yaitu tsunami tidak akan terjadi. Selanjutnya di Kabupaten Ciamis bencana alam gempa bumi, tsunami dan gelombang badai pasang menempati peringkat tertinggi level 4 dan menjadi elemen kunci, yang kemudian diikuti oleh abrasi pada level 3. Kemudian angin kencangputing beliung, dan gerakan tanah jenis longsorankeruntuhan menempati level 2, serta banjir, erosi, intrusi air laut, dan akresi pada level 1. Dengan telah diketahuinya potensi bencana yang mengancam wilayah pesisir Indramayu dan pesisir Ciamis, maka kebijakan pengembangan yang akan diterapkan untuk kedua wilayah pesisir tersebut sudah harus mempertimbangkan laju kemerosotan kualitas lingkungan yang telah terjadi sejak tahun 1970an di pantai utara pantura Jawa. Dengan demikian kebijakan pengembangan tidak lagi hanya berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga aspek ekologi dan sosial sehingga kebijakan pengembangan menjadi berkelanjutan dan berperspektif mitigasi bencana.

VIII. STUDI BENTUK DAN EFEKTIVITAS MITIGASI BENCANA DI WILAYAH PESISIR

ABSTRAK Bentuk dan efektivitas mitigasi bencana alam yang dapat diterapkan tidak sama antara satu upaya dengan dengan upaya yang lain, dan satu lokasi dengan lokasi lain, tergantung pada jenis dan intensitas bencana alam yang terjadi. Kajian secara akurat dan langsung mengenai bentuk dan efektivitas mitigasi bencana alam di suatu tempat, seringkali sulit dilakukan karena bencana alam seringkali sulit diprediksi. Data keberhasilan mitigasi terdiri dari data parameter keberhasilan mitigasi, deskripsi keberhasilan mitigasi, dan data historis sesuai dengan teknik yang digunakan pada model ini, yaitu ISM. Bentuk mitigasi dapat diterapkan dalam menurunkan risiko bencana gelombang badai pasang di wilayah pesisir Kabupaten Indramayu adalah gabungan pemecah ombak, peredam abrasi, dan penahan sedimentasi serta gabungan remangrovisasi, artificial reef dan beach nourishment. pada level tertinggi sedangkan di Kabupaten Ciamis adalah gabungan pemecah ombak, peredam abrasi, dan penahan sedimentasi serta sistem peringatan dini pada level tertinggi. Selanjutnya, untuk menentukan mitigasi yang paling efektif di kedua lokasi akan dipergunakan MPE. Kriteria yang digunakan dalam seleksi alternatif adalah kesesuaian dengan sumberdaya manusia lokal, kesesuaian dengan dana yang tersedia, dan akses ibilitas. Kata kunci : mitigasi, lesson learn, parameter

8.1. Pendahuluan

Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, wilayah pesisir provinsi Jawa Barat memiliki sepuluh potensi bencana alam seperti angin kencangputing beliung, gempabumi, tsunami, gelombang badai pasang, banjir, intrusi air laut, abrasi, akresi, erosi, dan gerakan tanah yaitu keruntuhan tanah land slide dan amblesan settlementland subsidence Puradimaja, 2007. Mengingat potensi bencana alam tersebut suatu saat akan terjadi, maka sangat diperlukan upaya mempersiapkan diri untuk mengurangi risiko bencana, yang dikenal sebagai mitigasi bencana sebagaimana telah dijelaskan dalam tinjauan pustaka terdahulu lihat Bab 2. Carter 1991 telah menyebutkan bahwa mitigasi bencana yang dibedakan atas mitigasi struktural dan mitigasi non struktural, sangat ditentukan oleh kemampuan SDM, teknologi, prasarana dan sarana serta biaya. Keberhasilan upaya mitigasi tersebut terkait dengan political will dan persepsi pemerintah daerah dalam menyikapi tingkat kepentingan upaya pengurangan risiko bencana, terutama ketika bencana alam tersebut belum terjadi preparedness. Tingkat efektivitas keberhasilan dan bentuk mitigasi bencana alam yang paling sesuai diterapkan tidak akan sama antara satu upaya dengan upaya yang lain, dan untuk satu lokasi dengan lokasi yang lain. Semuanya akan tergantung pada jenis potensi dan intensitas bencana alam yang terjadi. Kajian secara akurat dan langsung mengenai efektivitas keberhasilan dan bentuk mitigasi bencana alam di suatu tempat seringkali sulit untuk dilakukan, karena bencana alam juga sulit diprediksi. Oleh karena itu, kajian efektivitas mitigasi bencana alam dapat dilakukan dengan mengambil lesson learned dari kajian di tempat lain. Penelitian tahap ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas keberhasilan mitigasi dan bentuk mitigasi yang lebih tepat diterapkan pada berbagai upaya mitigasi dalam mengurangi risiko bencana yang berpotensi terjadi di pesisir. Diawali dengan melakukan telaahan terhadap sistem perlindungan pantai secara alami terhadap gelombang angin dengan terumbu karang dan hutan bakau, gelombang badai pasang dengan hutan bakauhutan pandanpinang waruvegetasi pasir dan hutan pepohonan lainnya Gambar 53 sebagai bentuk mitigasi alami. Gambar 53. Sistem perlindungan pantai alami Sumber : Prasetya 2006 Selanjutnya membuat terumbu karang buatan artificial reef breakwater untuk melindungi suatu daerah sebagaimana yang telah dilakukan dalam upaya perlindungan Pura Tanah Lot di Bali dari gelombang angin, atau pasang yang setiap hari menggerus karang tempat Pura tersebut berada diatasnya Gambar 54.