suatu struktur yang dibangun untuk melindungi pantai beach protection dari gelombang, biasanya dibangun dari batu yang diletakan di permukaan yang
miring. Pengaman lereng slope protection seawall adalah suatu struktur yang dibangun di sepanjang pantai untuk melindungi pantai dan kerusakan lain dari
pukulan gelombang. Umumnya lebih padat dan mampu bertahan terhadap kekuatan gelombang besar dibandingkan dengan sebuah bangunan sekat bulk
head Puradimaja, 2007a. Pengisian gisik beach nourishment adalah kegiatan menambang pasir
di lepas-pantai dan ditempatkan di pantai untuk mengganti pasir yang tergerus oleh gelombang atau ombak. Hal ini dilakukan untuk melindungi fungsi dari
pantai dan rekreasi Wikipedia, 2008. Erchinger 1984 dalam Setyandito 2008, merumuskan bahwa tujuan utama pembuatan pantai pasir buatan antara lain:
• Pembuatan dan atau restorasi pantai rekreasi
• Reklamasi pantai
• Pemeliharaan garis pantai terhadap chronic abrasion atau lee-side abrasion
• Pengurangan energi gelombang datang ke pantai atau dune
Krib sejajar pantai groin adalah selain dengan krib tegak lurus pantai maka untuk menanggulangi erosi akibat tidak seimbang suplai sedimen dan
kapasitas angkutan Latief, 2008. Setyandito 2008 menambahkan bahwa groin adalah bangunan yang dipergunakan untuk :
• Mempertahankan agar gisik buatan artificial beach dapat bertahan dalam
waktu yang cukup lama •
Menekan biaya perawatan agar supaya tidak terlalu mahal; dengan adanya bangunan pelindung material pasir yang hilang dapat ditekan
Terumbu karang buatan artificial reef adalah bentuk bangunan atau benda yang di turunkan kedasar perairan sehingga berfungsi layaknya habitat
ikan. Banyak bentuk konstruksi dan jenis material yang diaplikasikan pada terumbu buatan, dari balok kayu biasa, papan, kotak beton, kotak besi dan kapal,
bus bekas dan bahkan ban bekas. Dewasa ini dalam kegiatan yang disebut sebagai perbaikan ekosistem terumbu karang, banyak dilakukan dengan cara
transplantasi terumbu karang dan pembuatan terumbu karang buatan artificial reef yang oleh masyarakat awam dikenal sebagai ‘rumpon’ Mawardi, 2003.
2.5.2. Rencana Aksi Pengurangan Risiko Bencana Alam
• Ada beberapa upaya dalam mengurangi risiko bencana yaitu Bappenas dan
BNPB, 2007 atau mitigasi dijadikan prioritas nasional dan daerah dengan didukung oleh sistem kelembagaan yang kuat
• Melakukan identifikasi, kajian dan pemantauan risiko bencana dan
memperkuat peringatan dini •
Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun budaya aman dan ketahanan terhadap bencana
• Mengurangi faktor utama penyebab bencana
• Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana untuk menjamin pelaksanaan
tanggap darurat yang efektif .
2.5.3. Gambaran Risiko Bencana Alam
Gambaran risiko bencana alam yang dapat terjadi Bappenas dan BNPB, 2007 adalah sebagai berikut :
• Ancaman Bahaya hazard
Ada dua macam potensi bahaya, yaitu potensi bahaya utama main hazard dan potensi bahaya ikutan collateral hazard. Beberapa potensi
tersebut, antara lain adalah gempa bumi, tsunami, gelombang pasang dan
abrasi.
• Kerentanan vulnerability
Kerentanan adalah keadaan atau perilaku manusia atau masyarakat yang Menyebabkan ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman.
Kerentanan dapat berupa fisik, ekonomi, sosial dan lingkungan.
• Kemampuan capability
Kemampuan adalah kesiapan masyarakat menghadapi bahaya. Disini kemampuan adalah kebalikan dari kerentanan, semakin mampu
masyarakat semakin kecil kerentanannya.
• Risiko risk
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah semakin tinggi risiko daerah tersebut terkena bencana, tetapi semakin tinggi tingkat
kemampuan masyarakat semakin kecil risiko yang dihadapinya. Kaitan antara kemampuan lingkungan, kerentanan, dan risiko bencana dapat dilihat
pada Gambar 12.
Gambar 12. Kaitan kemampuan lingkungan, kerentanan dan risiko bencana
Sumber : Diolah dari Mitigasi Bencana, Coburn et al., 1994
2.5.4. Pemetaan Risiko Bencana Alam
Guna menerapkan berbagai hal yang telah dikemukakan, maka berbagai risiko bencana seyogyanya divisualisasikan dalam bentuk peta
risiko bencana dan untuk itu dibutuhkan sejumlah data lihat Tabel1. Tabel 1. Data yang dibutuhkan untuk pembuatan peta risiko bencana alam
Sumber : Bappenas -BNPB 2007
No Kebutuhan Data
1 Kabupaten ‘rawan bencana’ 2007
2 Data dan Peta Penggunaan Lahan
3 Data Tingkat Konversi Guna Lahan dalam 5 tahun terakhir
4 Data Keberadaan Obyek Vital 2007
5 Data dan Peta Pola Penyebaran Pemukiman
6 Data Kesehatan dan Kemiskinan
7 Data Histori Banjir dan Gempa bumi
8 Data dan Peta Prasarana Jalan
9 Data KebijakanPeraturan Daerah yang mengatur tentang kebencanaan
di kabupaten rawan bencana tersebut 10
Data Infrastruktur dan Bangunan termasuk yang terkait dengan IMB 11
Data Kegiatan Pemerintah dan Masyarakat Pelatihan, Sosialisasi, Penyuluhan dll tentang kebencanaan sejak tahun 2002-2007
12 Data Partisipasi Masyarakat dalam kebencanaan Organisasi
Masyarakat 13
Data Histori Banjir dan Tanah Longsor 14
Data Histori Kekeringan Kabupaten rawan bencana 15
Data Histori Tsunami di Kabupaten rawan bencana
Kemampuan Lingkungan
Pesisir Berkurang
Kerentanan Bertambah
Risiko Bencana
Berkurang Kemampuan
Lingkungan Pesisir
Bertambah Kerentanan
Berkurang Risiko
Bencana Bertambah
Hal ini diperlukan sebagai acuan pengakomodasian kegiatan yang akan dilaksanakan disuatu wilayah. Sehingga proses penataan ruang memiliki
legitimasi dari aspek kebencanaan Bappenas dan BNPB, 2007. Selain itu peta risiko bencana ini merupakan respon terhadap himbauan
BAKOSURTANAL yang menyatakan bahwa peta yang dibutuhkan untuk menghadapi bencana alam harus lebih detail daripada peta rupa bumi yang
biasa dibuat oleh BAKOSURTANAL dengan skala 1:25.000. Untuk perencanaan antisipasi dan evakuasi bencana alam daerah diperlukan peta yang lebih detil
yaitu skala 1:2.500. Sejauh ini BAKOSURTANAL hanya bertugas membuat sistem standar agar sebuah peta yang dibuat oleh instansi tertentu mudah
dimengerti oleh instansi lainnya Matindas dalam Komara, 2006. Peta yang lazim disebut peta risiko bencana atau peta rawan bencana adalah suatu peta
tematik, artinya peta yang mengusung hanya satu atau beberapa tema misalnya peta kerawanan longsor atau gunungapi dan seterusnya. Ini berbeda dengan
peta umum yang menyajikan kondisi topografi seperti lokasi jalan, gunung, sungai, informasi ketinggian, dan tutupan lahan dan batas administrasi batas
kecamatan atau kabupaten yang biasa disebut peta rupa bumi sebagai terjemahan dari topographic map. Peta rupa bumi biasanya dijadikan peta dasar
bagi berbagai peta tematik yang dibuat secara spesifik untuk keperluan khusus tersebut.
2.6 Keterkaitan Kebijakan Pengembangan Wilayah Pesisir,