setiap dimensi memiliki tema, yang terdiri dari sub tema, yang dijabarkan lebih detail dalam indikator. Tabel Lampiran 1 berikut menyajikan kerangka kerja CSD
untuk tema dan indikator keberlanjutan.
2.5.2.2. Ecological Footprint EF
Ecological footprint adalah jumlah total dari luas permukaan bumi yang
diperlukan untuk mendukung tingkat konsumsi dari wilayah tersebut dan menyerap produk limbahnya. Dengan diketahuinya ecological footprint suatu
wilayah maka dapat diperkirakan tingkat keberlanjutan pembangunan wilayah tersebut. EF mengukur seberapa area bioproduktif baik lahan maupun air dari
suatu populasi dibutuhkan agar menghasilkan secara berkelanjutan seluruh sumberdaya yang dikonsumsi dan menyerap limbah yang timbul. EF
merupakan alat untuk mengukur dan menganalisis konsumsi sumber daya dan output limbah
dalam konteks kapasitas memperbaharui dan regenerasi dari alam biokapasitas. Hal ini menggambarkan pengkajian kuantitatif dari area produktif secara biologis
jumlah alam yang dibutuhkan untuk menghasilkan sumberdaya pangan, energi, dan materi dan untuk menyerap limbah individu, kota, wilayah atau negara
Venetoulis, Chazan, Gaudet 2004. Biokapasitas BC mengukur suplai bioproduktif yaitu produksi biologis
dari area, yang merupakan agregasi dari beragam ekosistem. EF dan BC biasanya disajikan bersama-sama, seperti dalam Footprint of Nations dan Living Planet
Report . Area bioproduktif merupakan area dengan produksi biologis sekitar 16
dari permukaan bumi Lewan 2000. Perhitungan EF saat ini diukur dengan global hektar. Satu global hektar
adalah satu hektar dari ruang produktif secara biologis berdasarkan rata-rata produktivitas dunia. Hasil pengukuran terbaru tahun 2001, biosfer memiliki
11.3 milyar hektar area produktif secara biologis Global Footprint Network 2004.
Menurut Wackernagel dan Rees 1996 metode perhitungan EF suatu negara melalui tiga tahapan. Ketiga tahap tersebut adalah tahap pertama menduga rata-
rata konsumsi tahunan per orang dari item tertentu berdasarkan data agregat regional atau nasional dengan membagi konsumsi total dengan ukuran populasi,
yaitu : konsumsi = produksi + impor – ekspor. Tahap kedua adalah dengan menduga area lahan layak per kapita aa untuk produksi setiap konsumsi utama
item ‘i’, dengan cara membagi rata-rata konsumsi tahunan item c tersebut [c dalam kgkapita] dengan produktivitas tahunan rata-rata p, [p dalam kgha],
yaitu : aa
i
= c
i
p
i
. Tahap ketiga adalah menghitung total ecological footprint dari rata-rata orang footprint percapita atau “ef” dengan menjumlahkan seluruh area
ekosistem yang memadai aa
i
dari seluruh item yang telah dibeli selama setahun konsumsi barang dan jasa, yaitu : ef =
Σ aa
i
. Akhirnya diperoleh EF dari populasi Efp dengan mengkalikan rata-rata footprint per kapita dengan ukuran
populasi N, yaitu: Efp = N ef. Hasil penghitungan ecological footprint untuk dunia dan Indonesia pada
tahun 2001 adalah seperti pada tabel 6 berikut ini Wackernagel, Monfreda dan Moran 2004.
Tabel 6 Ecological Footprint Dunia dan Indonesia tahun 2001 Wackernagel, Monfreda dan Moran 2004
Negara Population
Total Ecological
Footprint Total food
fiber Footprint
Total energy
Footprint Built-up
land Biocapacity
Ecological Deficit
millions global
haperson global
haperson global
haperson global
haperson
global haperson
global haperson
Dunia 6,148.1
2.2 0.9 1.2
0.07 1.8 0.4
Indonesia 214.4
1.2 0.7 0.4
0.05 1.0 0.2
EF dunia adalah 2,2 global hektar per orang. Satu global hektar artinya satu hektar produktivitas biologis sama dengan rata-rata secara global. Secara global
terdapat defisit sumberdaya alam sebesar 0,4 global hektar per orang. Hal ini merupakan selisih dari total ecological footprint sejumlah 2,2 global ha orang
dengan biocapacity yang hanya 1,8 global ha orang. Nilai EF Indonesia masih jauh dibawah dunia, yaitu 1,2 global ha orang
tetapi biocapacitynyapun masih dibawah nilai dunia yaitu hanya 1,0 global ha orang. Hal ini menggambarkan bahwa Indonesia meskipun menggunakan atau
mengeksploitasi sumberdaya alam lebih rendah daripada negara-negara lain, tetapi