1000 2000
3000 4000
5000 6000
7000
tahun 1
983 ta
hun 1
98 4
tahun 1
985 tahun
1 986
ta hun
1 98
7 tahun
1 988
tahun 1
989 ta
hun 199 ta
hun 199
1 tahu
n 1 992
tahun 1
993 tahun
1 994
ta hun
1 99
5 tahun
1 996
tahun 1
997 ta
hun 1
99 8
tahun 1
999 tahun
2 000
ta hun
2 001
tahun 2
002 tahu
n 2003
ji w
a d
al am
r ib
u an
Kabupaten Bandung Kota Bandung, Cimahi Kab. Bandung
Tabel 16 Jumlah dan kepadatan penduduk di wilayah Kota Bandung, Kota Cimahi
dan Kabupaten Bandung pada tahun 2003 BPS 2003 KotaKabupaten Luas
Wilayah Ha
Jumlah Penduduk Jiwa
Kepadatan penduduk
jiwaha Kota Bandung
16.729 2.228.268
133 Kota Cimahi
4.023 483.242
120 Kabupaten Bandung
307.370 4.017.582
13 Tabel 16 menggambarkan jumlah dan kepadatan penduduk di tiga wilayah
pada tahun 2003. Kepadatan penduduk Kota Bandung adalah 133 jiwa per hektar yang tidak berbeda jauh dengan Kota Cimahi dengan kepadatan penduduk 120
jiwa per hektar.Berbeda dengan wilayah Kabupaten Bandung dengan kepadatan sebesar 13 jiwa per hektar. Pada Lampiran 1 Tabel lengkap kepadatan penduduk
berdasarkan kecamatan terlihat bahwa terdapat kecamatan dengan kepadatan penduduk yang sangat rendah yaitu tiga jiwa per hektar Kecamatan Rancabali,
Gambar 19 Grafik jumlah penduduk Kabupaten Bandung dan seluruh wilayah Bandung Kota Bandung, Cimahi dan Kabupaten
Bandung tahun 1983 -2003 BPS 1983 -2003
dan cukup tinggi yaitu 97 jiwa per hektar Kecamatan Margahayu. Meskipun kepadatan penduduk Kabupaten Bandung secara total rendah yaitu 13 jiwa per
hektar, secara parsial kepadatan penduduk wilayah kabupaten terdapat kecamatan- kecamatan dengan kepadatan cukup tinggi diatas 50 jiwa per hektar.
Tabel 17 berikut menunjukkan distribusi PDRB Kabupaten Bandung tahun 2001, 2002 dan 2003. Lapangan usaha dominan adalah pada sektor industri
pengolahan yang memberikan kontribusi sekitar 54. Sektor terbesar kedua adalah perdagangan, hotel dan jasa sekitar 17. Lapangan usaha pertanian hanya
menyumbang 10 dari keseluruhan PDRB. Berdasarkan Tabel 17 tampak terjadi penurunan pada sektor pertanian dan industri pengolahan. Sedangkan sektor
pertambangan dan penggalian persentasenya tetap selama tiga tahun tersebut. Keenam sektor lainnya mengalami peningkatan dalam persentase.
Tabel 17 Distribusi Produk Domestik Regional Bruto PDRB dalam persen Kabupaten Bandung Tahun 2001, 2002, 2003 BPS 2003
No Lapangan Usaha
Tahun 2001 Tahun 2002 Tahun 2003
1 Pertanian 10,1
9,9 9,4
2 Pertambangan Penggalian
0,7 0,7
0,7 3 Industri
Pengolahan 54,2
54,2 53,7
4 Listrik, Gas Air Bersih
3,4 3,5
3,5 5 BangunanKonstruksi
2,2 2,3
2,4 6
Perdagangan, Hotel Restoran 17,4
17,3 17,5
7 Pengangkutan Komunikasi
4,9 4,9
5,1 8
Keuangan, Persewaan Jasa Perusahaan 2,1
2,1 2,2
9 Jasa-jasa 5,0
5,1 5,5
PDRB Bruto persen 100,0
100,0 100,0
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Model Perubahan Penggunaan Lahan
Pemodelan spasial dengan program CLUE-S memerlukan skenario yang ditentukan berdasarkan pada kebutuhan. Pada penelitian pemodelan spasial ini
expert judgment dilakukan berdasarkan studi pustaka dan peneltian-penelitian
sebelumnya. Skenario yang digunakan berdasarkan pada demand modul dan spatial policy
. Skenario yang ditetapkan ada enam buah yang ditunjukkan pada Tabel 18.
Demand module dalam program CLUE-S merupakan tabel time series untuk
setiap penggunaan lahan berdasarkan laju perubahan penggunaan lahan sebelumnya. Spatial policy adalah area restriction areal terlarang yang
membatasi wilayah untuk dikonversi seperti kawasan lindung dan cagar alam. Lampiran 13.
Tabel 20 berikut menjelaskan kombinasi skenario yang dilakukan pada simulasi perubahan penggunaan lahan. Skenario pertama, merupakan skenario
baseline, digunakan sebagai pembanding. Skenario ini menggunakan demand module
, dengan laju perubahan penggunaan lahan yang sama dengan laju 20 tahun yang lalu demand.in1 dan tanpa ada larangan konversi pada wilayah
tertentu region_nopark.fil. Bila diterjemahkan kedalam keadaan realitas, tanpa ada larangan konversi adalah keadaan peraturan-peraturan yang melarang wilayah
tertentu untuk tidak dikonversi dilanggar. Dengan kata lain, spatial policy ini sama dengan tidak adanya penegakan hukum. Skenario kedua dan kelima
menggunakan demand module, dengan laju perubahan penggunaan lahan sama dengan laju 20 tahun yang lalu demand.in1, tetapi untuk skenario kedua, spatial
policy pada cagar alam saja sementara pada skenario kelima spatial policy pada
cagar alam dan kawasan lindung. Pada skenario ketiga, keempat dan keenam, demand module yang digunakan adalah separuh dari laju perubahan penggunaan
lahan selama 20 tahun yang lalu. Spatial policy yang digunakan pada skenario ketiga, keempat dan keenam adalah tanpa ada larangan, larangan pada cagar alam
dan larangan pada cagar alam dan kawasan lindung.
Menurut FAO 2003 selama kurun waktu 1990 sampai 2000 laju deforestasi atau perubahan kawasan hutan menjadi jenis penggunaan lahan lain di
Indonesia adalah 1.312.000 hektar per tahun atau 1,2. Perubahan hutan menjadi jenis penggunaan lain di wilayah Bandung adalah 2,63 per tahun Tabel 18.
Berdasarkan hal tersebut diatas, ditetapkan demand module dengan prediksi setengah dari laju perubahan penggunaan lahan untuk penetapan skenario.
Tabel 18 Skenario-skenario yang digunakan dalam pemodelan spasial perubahan
penggunaan lahan wilayah Kabupaten Bandung
Skenario Laju pertumbuhan
Spatial policy pertama
Sama dengan laju selama 20 tahun 1983 sampai 2003 Æ demand.in1
Tidak ada Æregion_nopark.fil
kedua
Sama dengan laju selama 20 tahun 1983 sampai 2003 Æ demand.in1
Ada larangan perubahan penggunaan lahan di kawasan cagar alam Æ
region_park1
ketiga
Laju perubahan penggunaan lahan setengah dari laju perubahan penggunaan
lahan selama 20 tahun 1983 sampai 2003 Æ demand.in2
Tidak ada Æregion_nopark.fil
keempat
Laju perubahan penggunaan lahan setengah dari laju perubahan penggunaan
lahan selama 20 tahun 1983 sampai 2003Æ demand.in2
Ada larangan perubahan penggunaan lahan di kawasan cagar alam Æ
region_park1
kelima
Sama dengan laju selama 20 tahun 1983 sampai 2003 Æ demand.in1
Ada larangan perubahan penggunaan lahan di kawasan cagar alam dan kawasan
lindung Æregion_park2
keenam
Laju perubahan penggunaan lahan setengah dari laju perubahan penggunaan
lahan selama 20 tahun 1983 sampai 2003Æ demand.in2
Ada larangan perubahan penggunaan lahan di kawasan cagar alam dan kawasan
lindung Æ region_park2
Hasil perhitungan dengan menggunakan analisis statitik dengan regresi logistik binari adalah seperti yang disajikan pada Tabel 19 dan 20. Hasil dari
analisis regresi logistik diuji ketepatannya dengan menggunakan metode ROC relative operating characteristic. Nilai ketepatan ini biasanya berada ROC
diantara 0.5 sampai 1.0. Nilai 1.0 mengindikasikan hasil perhitungan tepat sempurna, sedangkan nilai 0,5 mengindikasikan bahwa hasil tersebut karena
pengaruh acakan saja Pontius Scheneider 2001. Hasil ROC paling tinggi adalah 0.966 diperoleh oleh penggunaan lahan
sawah, kemudian 0.936 pada kawasan terbangun, selanjutnya perkebunan dengan