Metode Pengumpulan Data Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan

CLUE-S Skenario Simulasi Peta penggunaan lahan di masa datang Wellbeing index Indeks keberlanjutan wilayah Kondisi sosial ekonomi biogeofisik wilayah Analisis prospektif RTRW Penataan Ruang dalam Kerangka Pembangunan yang Berkelanjutan Gambar 14 Tahapan penelitian Modifikasi dari Verburg et al 2002, Presscott-Allen 2001 Kondisi eksisting penggunaan lahan Kondisi ekisting penggunaan lahan Kabupaten Bandung. Kondisi eksisting penggunaan lahan Kabupaten Bandung diperoleh dari data citra satelit Landsat Enhanced Thematic Mapper +7 tahun 2003. Citra satelit tersebut diinterpretasikan menjadi peta penggunaan lahan eksisting. Kondisi sosial ekonomi dan geofisik wilayah Kabupaten Bandung. Kondisi sosial ekonomi wilayah Kabupaten Bandung meliputi kepadatan penduduk, tingkat pendidikan, kondisi tempat tinggal dan mata pencaharian penduduk bidang pertanian. Data sosial ekonomi merupakan data dari tiga wilayah yaitu Kabupaten Bandung BPS a 2003, Kota Bandung BPS b 2003 dan Kota Cimahi BPS c 2003 Data kepadatan penduduk diperoleh dari data jumlah penduduk dari tiga wilayah yaitu Kota Bandung, Cimahi dan Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk dibagi dengan luas area kecamatan atau kota dalam hektar sehingga diperoleh angka kepadatan penduduk dengan satuan jiwa pe hektar. Data tabuler kepadatan penduduk di tiga wilayah disajikan pada Lampiran 2. Tingkat pendidikan dilihat dari persentase penduduk di atas 10 tahun yang memiliki ijasah sekolah dasar. Tabel pada Lampiran 3 menggambarkan tingkat pendidikan masyarakat di wilayah Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kota Cimahi. Data kondisi tempat tinggal rumah tangga dari masyarakat Kabupaten Bandung mempunyai 3 kategori yaitu milik sendiri, kontrak atau sewa dan lainnya. Data yang digunakan sebagai variabel independen adalah persentase rumah tangga yang memiliki rumah sendiri. Data dari kondisi tempat tinggal ini disajikan pada Lampiran 4. Data penduduk dengan mata pencaharian diperoleh dari data jumlah penduduk berdasarkan 10 lapangan usaha yang meliputi pertanian, pertambanganpenggalian, industri, listrikgasair, konstruksi, perdagangan, angkutan komunikasi, keuangan, jasa dan lainnya. Data yang digunakan sebagai input pemodelan adalah persentase penduduk yang berusaha di bidang pertanian yang disajikan pada Lampiran 5. Kondisi geofisik wilayah Kabupaten Bandung. Kondisi geofisik wilayah diwakili oleh jenis tanah, geologi, ketinggian elevasi, slope, aspek, aksesibilitas jarak dari kota dan jarak dari jalan utama serta iklim jumlah curah hujan. Data kondisi geofisik wilayah diperoleh dari peta land system dan land suitability RePPROT 1998, dan peta rupa bumi. Peta jenis tanah untuk wilayah Bandung diklasifikasikan dalam enam kelas, yang meliputi Aluvial C, Andosol C, Asosiasi, Grumosol, Kompleks dan Latosol C. Klasifikasi geologi yang ada di wilayah Kabupaten Bandung meliputi alluvium, alluvium fasies gunung api, eosen, hasil gunung api kwarter tua, hasil gunung api tak teruraikan, miosen fasies sedimen, pliosen fasies sedimen, plistosen sedimen gunung api. Klasifikasi ketinggian merupakan rata-rata ketinggian suatu wilayah yaitu 200 meter, 350 meter, 600 meter, 850 meter, 1250 meter, 1750 meter dan 2000 meter di atas permukaan laut. Slope merupakan ukuran dari perubahan dari permukaan karena jarak, dinyatakan dalam derajat atau persen. Pada peta slope Kabupaten Bandung, satuan yang digunakan adalah derajat Klasifikasi peta slope Kabupaten Bandung ada enam kelas yaitu 0-8 derajat, 8-16 derajat, 16-24 derajat, 24-32 derajat, 32-40 derajat dan 40-48 derajat. Aspek merujuk pada arah dari wajah slope. Satuan dari aspek yaitu derajat, north ditetapkan dengan 0 derajat dan south adalah 180 derajat. Peta jalan utama yang ada di wilayah Kabupaten di buffer sepanjang 2000 meter atau 2 kilometer untuk mendapatkan klasifikasi 2000-4000 meter, 4000- 6000 meter, 6000-8000 meter, 8000-10000 meter, 10000-12000 meter dan 12000- 14000 meter. Jarak dari pusat kota merupakan salah satu kriteria dari aksesibilitas, makin dekan ke pusat kota biasanya aksesibilitas makin tinggi. Pada peta jarak dari pusat kota, titik kota Bandung menjadi pusat dari buffer dalam bentuk cincin ring sehingga diperoleh peta jarak dari pusat kota. Data curah hujan adalah curah hujan rata-rata tahunan. Pewilayahan curah hujan yang sama dengan menggunakan metode isohyet. Tabel 9 menunjukkan data yang dibutuhkan untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan, sumber data dan metode yang digunakan. Variabel dalam Tabel 9 tersebut dikelompokkan kedalam variabel bebas dan tak bebas dan disajikan pada Lampiran 6. Variabel tersebut sebagai input pemodelan disajikan pada Lampiran 7 sampai 10 sebagai peta tematik dalam bentuk raster. Lampiran 7 menunjukkan peta-peta tematik sosial wilayah. Lampiran 8 berisi peta geofisik, iklim dan aksesibilitas wilayah. Lampiran 9 menunjukan peta geologi binari. Lampiran 10 menunjukkan peta jenis tanah binari. Seluruh peta pada lampiran 7 sampai 10 ini dalam bentuk raster.

3.3.1.2. Pelaksanaan pemodelan

Peta penggunaan lahan tahun 2003 eksisting dikonversi ke dalam bentuk raster, kemudian setiap jenis penggunaan lahan dibuat peta binarinya. Artinya setiap peta hanya mengandung satu jenis penggunaan lahan, wilayah dengan nilai 0 berarti pada wilayah itu tidak ada jenis penggunaan lahan tersebut. Pada wilayah dengan nilai 1 berarti terdapat jenis penggunaan lahan tersebut. Setiap peta tersebut dikonversi ke bentuk teks dengan cara diekspor dari program ArcView lalu diberi nama dengan cov1_0.0 sampai dengan cov1_6.0. Data setiap jenis penggunaan lahan ini menjadi variabel terikat atau dependen Lampiran 6. Peta penggunaan lahan disajikan dalam bentuk raster dengan ukuran sel grid 250 meter. Sehingga 1 sel grid mempunyai luas 250 meter kali 250 meter sama dengan 6250 meter persegi atau 6.25 hektar. Peta penggunaan lahan dalam bentuk teks yang merupakan variabel tidak bebas dependent variable dipadankan dengan variabel bebas atau independent variable yang merupakan driving factors. Kemudian dianalisis secara statistik dengan program SPSS Statistical Package for Social Science dengan regresi logistik. Hasil regresi logistik ini dijadikan input data ke dalam program CLUE-S. Tabel 9 Metode Pengumpulan Data Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung Jenis data Sumber data Pengolahan data Penggunaan lahan Citra Landsat Enhanced Thematic Mapper+7 2003 Interpretasi citra, dan klasifikasi penggunaan lahan menjadi tujuh kelas yaitu air, hutan, lainnya, kawasan terbangun, perkebunan, pertanian lahan kering dan sawah dalam bentuk raster Sosial ekonomi • Kepadatan penduduk • Tingkat pendidikan • Kondisi tempat tinggal • Penduduk dengan mata pencaharian bidang pertanian BPS 2003 Data tabular BPS digabungkan dengan data spasial GIS menjadi peta tematik raster Geofisik wilayah • Jenis tanah • Geologi • Elevasi • Slope • Aspek • Jarak dari jalan utama • Jarak dari pusat kota • Curah hujan Peta landsystem dan landsuitability RePPRot 1990 Dibuat peta tematik raster Demand module Laju perubahan penggunaan lahan Peta penggunaan lahan 1983 Citra Landsat Enhanced Thematic Mapper+, peta penggunaan lahan 1993 BPN 1993, GTL 1993, peta penggunaan lahan 2003 Citra Landsat Enhanced Thematic Mapper+7 2003 Data time series untuk demand 1 laju perubahan penggunaan lahan sama dan demand 2 laju perubahan penggunaan lahan setengahnya. Spatial policy Departemen Kehutanan 1993 Peta tematik kawasan cagar alam raster dan peta cagar alam dan kawasan lindung raster Input data selanjutnya adalah matrik konversi setiap penggunaan lahan. Matrik tersebut disajikan dalam Tabel 10 berikut ini. Angka 1 menunjukkan konversi boleh terjadi sedangkan 0 adalah ketidakmungkinan terjadinya konversi. Pada baris pertama adalah matriks untuk Air, tampak bawa Air hanya akan terkonversi menjadi air lagi nilai 1, sedangkan untuk menjadi jenis menggunaan lain tidak mungkin nilai 0.