Pelaksanaan pemodelan Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan
Tabel 9 Metode Pengumpulan Data Pemodelan Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bandung
Jenis data Sumber data
Pengolahan data Penggunaan lahan
Citra Landsat Enhanced Thematic Mapper+7 2003
Interpretasi citra, dan klasifikasi penggunaan lahan
menjadi tujuh kelas yaitu air, hutan, lainnya, kawasan
terbangun, perkebunan, pertanian lahan kering dan
sawah dalam bentuk raster
Sosial ekonomi • Kepadatan penduduk
• Tingkat pendidikan • Kondisi tempat tinggal
• Penduduk dengan mata pencaharian bidang
pertanian BPS 2003
Data tabular BPS digabungkan dengan data
spasial GIS menjadi peta tematik raster
Geofisik wilayah • Jenis tanah
• Geologi • Elevasi
• Slope • Aspek
• Jarak dari jalan utama • Jarak dari pusat kota
• Curah hujan Peta landsystem dan
landsuitability RePPRot 1990
Dibuat peta tematik raster
Demand module Laju perubahan penggunaan
lahan Peta penggunaan lahan 1983
Citra Landsat Enhanced Thematic Mapper+, peta
penggunaan lahan 1993 BPN 1993, GTL 1993, peta
penggunaan lahan 2003 Citra Landsat Enhanced Thematic
Mapper+7 2003 Data time series untuk demand
1 laju perubahan penggunaan lahan sama dan demand 2
laju perubahan penggunaan lahan setengahnya.
Spatial policy Departemen Kehutanan 1993
Peta tematik kawasan cagar alam raster dan peta cagar
alam dan kawasan lindung raster
Input data selanjutnya adalah matrik konversi setiap penggunaan lahan. Matrik tersebut disajikan dalam Tabel 10 berikut ini. Angka 1 menunjukkan
konversi boleh terjadi sedangkan 0 adalah ketidakmungkinan terjadinya konversi. Pada baris pertama adalah matriks untuk Air, tampak bawa Air hanya akan
terkonversi menjadi air lagi nilai 1, sedangkan untuk menjadi jenis menggunaan lain tidak mungkin nilai 0.
Tabel 10 Matriks konversi setiap penggunaan lahan Verburg et al. 2002 Jenis Penggunaan Lahan
A H L KT Pk PLK Sw
Air A 1 0
Hutan H 0 1
1 1
1 1
Lainnya L 0 1
1 1
1 1
1 Kawasan Terbangun KT
0 0 1
Perkebunan Pk 0 1
1 1
1 1
1 Pertanian Lahan Kering PLK
0 1 1
1 1
1 Sawah Sw
0 0 1
1 Input selanjutnya adalah nilai stabilitas yang berkisar antara 0 sampai 1.
Semakin stabil, atau tidak mudah untuk terkonversi semakin mendekati nilai 1. Penetapan stabilitas untuk pemodelan di wilayah Kabupaten Bandung adalah
sebagai berikut. Air, Kawasan Terbangun dan Sawah diberi nilai 1 dengan asumsi bahwa ke tiga jenis penggunaan tanah tersebut stabil. Hutan dan perkebunan
diberi nilai 0.8 dan Lainnya serta pertanian lahan kering dengan nilai 0.5 Tabel 11.
Tabel 11 Nilai stabilitas Verburg et al. 2002
Parameter berikutnya dalam pemodelan spasial dengan program CLUE-s adalah area restriction yang merupakan kebijakan spasial spatial policy yang
membatasi wilayah mana yang tidak diijinkan untuk dikonversi misalnya kawasan lindung dan cagar alam. Input selanjutnya adalah demand module. Parameter
spatial policy ada tiga jenis. Ketiga jenis spatial policy ini adalah tidak ada
larangan; ada larangan konversi di kawasan cagar alam; dan ada larangan konversi Jenis penggunaan lahan
Nilai stabilitas Air 1
Hutan 0.8 Lainnya 0.5
Kawasan Terbangun 1
Perkebunan 0.8 Pertanian Lahan Kering
0.5 Sawah 1
di kawasan cagar alam dan kawasan lindung. Parameter ini disajikan dalam bentuk peta raster yang disajikan pada Lampiran 11.
Paramater selanjutnya adalah demand module. Perhitungan input ini berdasarkan pada persentase perubahan luas penggunaan lahan di wilayah
Bandung Tabel 12. Demand module merupakan perkiraan luas penggunaan lahan pada tahun dugaan berdasarkan laju perubahan penggunaan lahan
sebelumnya. Sebagai input untuk pemodelan ini, telah ditetapkan dua demand, yaitu demand.in1 dan demand.in2. Kedua input ini ditunjukkan pada Lampiran
12. Tabel 12 Persentase luas perubahan penggunaan lahan di Wilayah Kabupaten
Bandung tahun 1983 sampai 2003 Hasil analisis Jenis penggunaan lahan
Persen perubahan per tahun Air 0
Hutan -2,63 Lainnya +3,62
Kawasan terbangun +3,42
Perkebunan -4,46 Pertanian lahan kering
+3,74 Sawah -3,79