Tabel 20. Perkiraan responden mengenai permasalahan pengembangan kawasan pada kondisi masa yang akan datang
No Masalah Keadaan
State 7A 7B
7C
1 5 Kesadaran masyarakat akan
identitas nasional Menurun, karena kawasan
perumahan dan permukiman di wilayah
perbatasan tidak didukung pembangunan
infrastruktur lingkungan yang terpadu dengan
infrastruktur primer kota Tetap, karena
pengadaan infrastruktur
wilayah perbatasan dilakukan seadanya
Meningkat, karena pembangunan
infrastruktur mendukung
pertumbuhan kawasan
2 4A 4B
4C
4. Kesejahteraan
Masyarakat Menurun, karena
pemerintah menganggap bahwa pembangunan
sosial ekonomi wilayah perbatasan tidak penting
Tetap, karena pembangunan tidak
terkoordinasi dengan baik
Meningkat, karena pemerintah
melakukan pembangunan sosial
ekonomi, melakukan koordinasi, dan
melibatkan sektor swasta
3 1A 1B
1C
1. Kesenjangan
pembangunan ekonomi dan
kemiskinan di wilayah perbatasan
Menurun, karena SDA dikelola kurang
optimal dan kondisi perekonomian dan
pemerataan pembangunan menurun
Tetap, karena banyak pengusahaan
lahan di lakukan segelintir
masyarakat spekulan tanah
Meningkat, karena pembangunan terarah
dan terencana
4 15A 15B
15C
15. Terbatasnya
fasos dan fasum
Menurun, karena masyarakat
tidak peduli dengan pemanfaatan lahan, yang
penting aman dan tidak diakui oleh pihak lain
Tetap, karena tidak ada sosialisasi
yang baik, hanya sedikit penjelasan
Meningkat, karena pembangunan fasos
dan fasum di wilayah perbatasan mulai
dilakukan oleh instansi terkait, dan
ada sosialisasi yang baik dari pemerintah
tentang pemanfaatan lahan yang baik
5 14A 14B
14C
14.Minimnya infrastruktur
kawasan dan permukiman
Menurun, karena Kondisi letak geografis
kurang mendukung untuk peningkatan kerjasama
luar negeri antar negara Tetap, karena
adanya pembangunan yang
tetap berjalan namun dalam jumlah yang
masih minim Meningkat, karena
kurang perhatian pemerintah terhadap
wilayah perbatasan
6 6A 6B
6C
6. Kondisi sosial dan ekonomi lebih
baik di negara tetangga
Menurun, karena pembangunan belum
merata di segala bidang Tetap, karena ada
perhatian pemerintah akan
pentingnya wilayah perbatasan, namun
implementasinya belum dilakukan
Meningkat, karena karena pembangunan
yang dilakukan di wilayah perbatasan
negara tetangga lebih intens dan lebih fokus
pada upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat
Tabel 21 . Strategi dan kombinasi kondisi faktor pengembangan kawasan
No. Strategi Kombinasi Kondisi Faktor
1. 2.
Skenario 1 Skenario 2
7A4A1A15A14A6A 7C4B1C15C14C6C
Skenario satu dibangun berdasarkan keadaan faktor kunci dengan kondisi pengembangan kawasan yakni kurangnya kesadaran masyarakat terhadap identitas
nasional 7A karena kawasan perumahan dan permukiman di wilayah perbatasan tidak didukung pembangunan infrastruktur yang terpadu dengan infrastruktur
primer kota. Selain itu, pengadaan infrastruktur wilayah perbatasan dilakukan seadanya. Rendahnya kesejahteraan masyarakat 4A karena pemerintah
menganggap bahwa pembangunan sosial-ekonomi wilayah perbatasan tidak penting dan pembangunan tidak terkoordinasi dengan baik. Kesenjangan
pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan 1A karena SDA dikelola kurang optimal, kondisi perekonomian dan pemerataan pembangunan
tidak merata, serta banyak pengelolaan lahan dilakukan segelintir masyarakat spekulan tanah. Terbatasnya fasos dan fasum 15A karena masyarakat tidak
peduli dengan pemanfaatan lahan. Dalam pemanfaatan lahan bagi masyarakat yang penting adalah keamanan dan lahan tersebut tidak diakui pihak lain. Hal ini
terjadi karena tidak ada sosialisasi yang baik dari pemda mengenai pentingnya pemanfaatan lahan. Kurangnya infrastruktur kawasan dan permukiman 14A
karena letak geografis tidak mendukung peningkatan kerja sama luar negeri antarnegara sehingga perlu adanya pembangunan infrastruktur dan permukiman.
Kondisi sosial dan ekonomi negara tetangga lebih baik 6A karena pemerintah memperhatikan pembangunan di segala bidang dan pentingnya wilayah
perbatasan.
Skenario dua yang dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi pengembangan kawasan yaitu, meningkatnya kesadaran masyarakat akan
identitas nasional 7C. Kesadaran masyarakat akan identitas sosial meningkat karena kawasan perumahan dan permukiman di wilayah perbatasan didukung
pembangunan infrastruktur yang terpadu dengan infrastruktur primer kota secara bertahap dan terencana. Kesejahteraan masyarakat relatif tetap 4B karena
pemerintah melihat tingkat kesejahteraan di wilayah perbatasan cukup baik sehingga tidak menjadi prioritas utama. Menurunnya kesenjangan pembangunan
ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan 1C karena SDA dikelola dengan sangat baik. Bukan hanya itu, kondisi perekonomian dan pemerataan
pembangunan juga meningkat serta meningkatnya pembangunan fasos dan fasum 15C karena masyarakat mengoptimalkan pemanfaatan lahan sesuai dengan
peruntukannya dan berkoordinasi dengan pemda. Kondisi sosial dan ekonomi di negara tetangga lebih baik 6C karena pembangunan di wilayah perbatasan lebih
difokuskan pada aspek peningkatan keamanan melalui law enforcement, dengan pembangunan sosial-ekonomi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat
perbatasan. b. Penyusunan Strategi Pengembangan Pembiayaan
Strategi yang disusun dalam skenario dikaitkan melalui interpretasi kondisi masalah ke dalam peubah skenario. Beberapa perubahan dilakukan pada peubah
tertentu di dalam skenario sehingga strategi yang bersangkutan dapat disimulasikan. Berikut ini perkiraan permasalahan pengembangan pembiayaan
pada kondisi di masa yang akan datang. Tabel 22. Perkiraan responden mengenai permasalahan pengembangan
pembiayaan pada kondisi masa yang akan datang
No Masalah Keadaan
State 23A 23B
23C
1 23.Terbatasnya alokasi dana khusus untuk
pengembangan dan pengelolaan kawasan
permukiman perbatasan Menurun, karena kondisi sharing
pendanaan pusat, provinsi, kota meningkat, alokasi dana khusus
untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan
permukiman perbatasan meningkat seiring kebijakan
prioritas pembangunan di wilayah perbatasan
Tetap, karena kondisi sharing
pendanaan pusat, provinsi,
kota dari tahun ke tahun tidak
mengalami peningkatan
Meningkat, karena menganggap
pembangunan permukiman
wilayah perbatasan tidak
penting,
2 17A 17B
17C
17. Terbatasnya dana untuk pengembangan dan
pengelolaan infrastruktur dan perkim
Menurun, karena keberpihakan dan perhatian
pemerintah terhadap pembangunan kawasan semakin
besar, adanya kesadaran bahwa
pembangunan wilayah sangat penting
Tetap, karena pendekatan
diproyeksikan dan tidak
transparan Meningkat, karena
pemerintah menganggap
bahwa pembangunan di
wilayah perbatasan kurang
penting
3 24A 24B
24C
24. Pemanfaatan
dan pengelolaan dana
pembangunan belum optimal
Menurun, karena kondisi aturan tentang tatacara
penggunaan anggaran akan jelas ditingkatkan
Tetap, karena sudah ada
perhatian pada infrastruktur dan
permukiman Meningkat, karena
tidak adanya pengendalian
terhadap pengelolaan dana
pembangunan, adanya anggapan
bahwa perbatasan hanya sekedar
batas
Tabel 23 . Strategi dan kombinasi kondisi faktor pengembangan pembiayaan
No. Strategi Kombinasi Kondisi Faktor
1. 2.
Skenario 1 Skenario 2
23A17A24A 23C17B24C
Skenario pertama dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi pengembangan pembiayaan karena terbatasnya alokasi dana khusus untuk
pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan 23A. Hal ini dilakukan karena kondisi sharing pendanaan pusat, provinsi, kabupatenkota tidak
seimbang. Dana alokasi khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan meningkat seiring kebijakan prioritas pembangunan di
wilayah perbatasan. Pendanaan dari pemerintah pusat, provinsi, kabupatenkota dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Dana untuk pengembangan,
pengelolaan infrastruktur, dan perkim 17A berkurang karena keberpihakan dan perhatian pemerintah terhadap pembangunan wilayah perbatasan masih rendah.
Rendahnya pemanfaatan dan pengelolaan dana pembangunan 24A terjadi karena kondisi pengatuaran tata cara penggunaan anggaran belum jelas sehingga perlu
adnay peningkatan kinerja agar penggunaan dana pembangunan dapat optimal. Skenario kedua yang dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan
kondisi pengembangan pembiayaan yaitu meningkatnya alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan 23C
karena kondisi sharing pendanaan pusat, provinsi, kabupatenkota meningkat. Alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman
perbatasan meningkat seiring kebijakan prioritas pembangunan di wilayah perbatasan. Pendanaan untuk pengembangan serta pengelolaan infrastruktur dan
permukiman tetap 17B karena keberpihakan dan perhatian pemerintah terhadap pembangunan kawasan semakin besar, tetapi belum dilakukan secara baik, seperti
belum optimalnya pemanfaatan serta pengelolaan dana pembangunan infrastruktur dan permukiman kondisinya tetap 24B atau belum meningkat.
c. Penyusunan Strategi Pengembangan Kelembagaan Strategi pengembangan kelembagaan yang disusun dalam skenario dilakukan
dengan menginterpretasikan kondisi masalah ke dalam peubah skenario. Dalam hal ini, dilakukan beberapa perubahan pada peubah tertentu di dalam skenario
sehingga strategi yang bersangkutan dapat disimulasikan. Berikut ini perkiraan permasalahan pengembangan kelembagaan pada kondisi di masa yang akan
datang. Tabel 24. Perkiraan responden mengenai permasalahan pengembangan
kelembagaan pada kondisi masa yang akan datang
No Masalah Keadaan
State 16A 16B
16C 1 16.
Pelayanan publik
Menurun, karena pembangunan belum
diimbangi dengan peningkatan terhadap
pelayanan publik Tetap, karena
pemerintah menganggap kebijakan dan pedoman
tidak diperlukan Meningkat,karena
wilayah perbatasan hanya menjadi pintu
belakang menjadi penting
2 20A 20B
20C
20. Penegakan
hukum dan peraturan
Menurun, karena penegakan hukum dan
peraturan masih lemah dan cenderung menurun.
Ini terlihat oleh banyaknya pelanggaran-
pelanggaran yang tidak menjalani proses hukum
Tetap, karena tidak ada terobosan berarti
dalam upaya penegakan hukum
Meningkat, karena Law enforcement
meningkat
3 5A 5B
5C
5. Aktivitas sosial ekonomi
masyarakat lebih ke wilayah negara
tetangga Menurun, karena
kondisi pembiayaan sudah optimal melalui
lembaga pemerintahswasta
Tetap, karena Pemda membiarkan
infrastruktur permukiman apa adanya
Meningkat,karena rencana pemda asal
jadi tanpa pemikiran matang,dibukanya
beberapa pintu
No Masalah Keadaan
State 16A 16B
16C
penyeberangan antar
wilayah, pembangunan SDA
di sektor perkebunan, pertambangan dan
pertanian belum dapat menyerap
tenaga lokal dan menjadi kegiatan
penunjang perkembangan
wilayah perbatasan
Tabel 25. Strategi dan kombinasi kondisi faktor pengembangan kelembagaan
No. Strategi Kombinasi Kondisi Faktor
1. 2.
Skenario 1 Skenario 2
16A20A5A 16B20C5C
Skenario pertama dibangun berdasarkan keadaan faktor kunci dengan kondisi pengembangan kelembagaan. Dalam skenario ini dapat dilihat terbatasnya
pelayanan publik 16A karena pembangunan tidak diimbangi dengan peningkatan pelayanan publik dan pemerintah menganggap kebijakan terkait
pelayanan publik belum mendesak. Penegakkan hukum dan peraturan masih lemah 20A dan cenderung menurun. Kondisi ini terlihat dari banyaknya
pelanggaran yang tidak diproses secara hukum dan tidak ada terobosan berarti dalam upaya penegakkan hukum. Aktivitas sosial-ekonomi masyarakat rendah
5A karena kondisi pembiayaan melalui lembaga pemerintahswasta masih rendah.
Skenario kedua yang dibangun berdasarkan keadaan faktor kunci dengan kondisi pengembangan kelembagaan. Pada skenario kedua, pelayanan publik tetap
16B karena pembangunan tidak diimbangi dengan peningkatan terhadap pelayanan publik. Penegakkan hukum dan peraturan meningkat 20C yang dapat
dilihat dari berkurangnya pelanggaran yang dilakukan masyarakat perbatasan negara. Aktivitas sosial-ekonomi masyarakat dengan wilayah negara tetangga
berkurang 5C karena kondisi pembiayaan pembangunan di wilayah perbatasan meningkat melalui lembaga pemerintahswasta, tetapi pemda membiarkan
pembangunan infrastruktur dan permukiman masih apa adanya.
4.5. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara
Percepatan pembangunan wilayah, terutama wilayah perbatasan, sangat memerlukan keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan wilayah di
perbatasan tersebut. Pada prinsipnya, komitmen pemerintah untuk mempercepat pembangunan wilayah perbatasan telah tercermin dalam kebijakan pembangunan
dalam Garis-garis Besar Haluan Negara GBHN sejak tahun 1993 yang masih konsisten dengan GBHN tahun 1999--2004. Dalam GBHN tahun 1999—2004
pada Bab IV butir G dinyatakan bahwa perlu peningkatan pembangunan di seluruh daerah termasuk wilayah perbatasan dengan tetap berlandaskan pada
prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Namun, hingga saat ini peningkatan pembangunan wilayah perbatas belum memperlihatkan hasil yang nyata. Kondisi
ini disebabkan adanya ketimpangan pembangunan antara wilayah perbatasan dengan wilayah nonperbatasan. Oleh karena itu, infrastruktur wilayah masih
terbatas dan permukiman di wilayah perbatasan baik yang berada dalam kawasan perkotaan maupun perdesaan kurang berkembang. Dampak dari hal ini yaitu
aktivitas sosioekonomi banyak yang berorientasi ke negara tetangga. Selain menyebabkan ketergantungan terhadap negara tetangga, keterbatasan infrastruktur
dan permukiman di wilayang perbatasan juga menyangkut kondisi keamanan, kehormatan, dan kesadaran masyarakat perbatasan terhadap identitas nasional.
Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru border city di wilayah perbatasan terdapat enam kategori yaitu 1 melindungi ruang terbuka
hijaukonservasi dan sumber daya alam, 2 dapat mengoptimalkan penggunaan lahan, 3 efisiensi pembiayaan pembangunan infrastruktur, 4 mendorong
sinergisitas hubungan kota dan desa, serta 5 memastikan transisi penggunan lahan perdesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah Seong
2006. Dinamika kegiatan ekonomi perkotaan di wilayah perbatasan merupakan
kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan kota-kota pusat pertumbuhan baru di perbatasan negara. Apabila hal ini tidak ditangani dengan baik, maka
dapat menjadi hambatan pengembangan potensi pertumbuhan yang selama ini berfungsi sebagai penggerak pengembangan sosial, kependudukan, ekonomi, dan
peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan di wilayah perbatasan Canales 1999.
Berdasarkan hal paparan di atas, perlu dibuat desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. Penyusunan
kebijakan dan strategi tersebut dilakukan melalui lima tahapan analisis, yaitu analisis kondisi permukiman, analisis potensi sektor unggulan wilayah dengan
menggunankan model perbandingan eksponensial MPE, analisis faktor penting dengan
interpretative structural modelling ISM, desain kebijakan pengembangan dengan analytical hierarchy process AHP, serta skenario
pengembangan dan rekomendasi kebijakan. Permodelan interpretasi struktural interpretative structural modelling ISM
merumuskan alternatif kebijakan di masa yang akan datang. Pembuatan desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman perbatasan menggunakan
pendekatan analytical hierarchy process AHP. Selanjutnya dibuat
pengklasifikasian subelemen dan desain kebijakan melalui deskripsi analisis kebijakan yang sesuai dengan keadaan di lapangan, hasil analisis ISM, dan AHP.
Tahapan tersebut menentukan keadaan state suatu faktor, membangun skenario yang mungkin terjadi, dan menentukan implikasi dari skenario tersebut.
4.5.1 Desain Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara
Kajian pengembangan strategi dilakukan pada tiga peubah yang dianggap menentukan dan menjadi rekomendasi kebijakan pengembangan kawasan
permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara yaitu 1 Pengembangan kawasan, 2 Pengembangan pembiayaan, dan 3 Pengembangan kelembagaan.
4.5.1.1 Desain Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman
Penanganan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara, baik perbatasan darat maupun perbatasan laut, belum diatur dan diarahkan melalui
kebijakan dan strategi pengembangan kawasan yang bersifat nasional dan menyeluruh. Penanganan beberapa kasus atau masalah permukiman di wilayah
perbatasan negara yang terjadi selama ini disebabkan belum melibatkan semua stakeholders baik pemerintah daerah, masyarakat, maupun swasta. Di samping itu,
koordinasi masing-masing instansi terkait baik di pusat maupun daerah masih lemah.
Pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan di wilayah perbatasan negara, termasuk di dalamnya pengembangan kawasan permukiman, hanya berpedoman
pada kebutuhan yang telah diamanatkan dalam GBHN 1999, Propenas 2000—2004, dan sesuai dengan kebijakan sektor masing-masing.
Upaya penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman perbatasan sudah pernah dilakukan sebelumnya. Penyusunan kebijakan dan strategi
telah diupayakan oleh beberapa instansi pemerintah baik pusat maupun daerah melalui kajian dan studi. Hingga saat ini, upaya tersebut belum menghasilkan suatu
peraturan yang dapat dijadikan acuan dan arahan dalam pelaksanaan pembangunan. Pengembangan kawasan permukiman perbatasan disusun berdasarkan faktor
lingkungan yang strategis dan diperkirakan akan memengaruhi perkembangan wilayah perbatasan di masa yang akan datang.
Pengembangan kawasan permukiman perbatasan ini diharapkan mampu mengantisipasi berbagai tantangan dan peluang yang tercipta akibat adanya
perubahan lingkungan strategis baik lokal, regional, dan global. Adapun beberapa faktor kunci, antara lain:
a. Pengembangan diarahkan pada wilayah yang memiliki potensi SDA sektor unggulan agar keberlanjutan kawasan permukiman dapat didukung.
b. Pengembangan didukung dengan penyediaan prasaran dan sarana wilayah serta lingkungan yang memadai.
c. Pengembangan dapat mendorong terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah perbatasan sebagai tempat aktivitas dan usaha penduduk
serta berfungsi untuk meminimalisasi konflik di wilayah perbatasan. d. Pengembangan kawasan permukiman yang mengedepankan peningkatan
kesejahteraan, ekonomi, serta fungsi pertahanan dilakukan bersama-sama dan seimbang sehingga dapat meningkatkan stabilitas wilayah perbatasan.
Strategi pengembangan kawasan permukiman perbatasan bertumpu pada masyarakat yang menjadi subjek kegiatan yang tinggal di wilayah perbatasan, dan
atau memiliki tempat usaha, maupun bekerja di wilayah perbatasan. Hasil analisis data dengan metode ISM memperlihatkan bahwa kesadaran
masyarakat terhadap identitas nasional menjadi permasalahan yang paling krusial
di wilayah perbatasan. Hal-hal yang berkembang di masyarakat yang berpotensi menurunkan nilai identitas bangsa di wilayah perbatasan antara lain penggunaan
mata uang ringgit sebagai alat pembayaran yang sah, tayangan televisi dengan dominasi acara-acara dari Negeri Malaysia, aktivasi pasar lebih ramai di wilayah
Malaysia, kemudahan pengurusan KTP dan pembelian tanah di wilayah Malaysia, dan lain sebagainya. Kenyataan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang
menyebabkan rasa nasionalisme masyarakat berkurang daripada rasa untuk mempertahankan identitas nasional.
Salah satu solusi yang harus segera dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan identitas nasional yaitu dengan menciptakan lapangan kerja
padat karya seluas-luasnya untuk masyarakat di wilayah perbatasan. Lapangan pekerjaan tidak akan terwujud tanpa dukungan pemerintah dalam menciptakan
kegiatan melalui pembuatan kebijakan-kebijakan pendukung oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupatenkota di wilayah perbatasan. Hasil analisis MPE
memperlihatkan hasil dari tiga klaster berbasis potensi sektor unggulan yang dapat mendorong percepatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan apabila
didukung oleh semua stakeholders. Orientasi seluruh kegiatan lebih banyak diupayakan dengan basis pemberdayaan masyarakat sebagai subjek pembangunan
untuk meningkatkan kemandirian masyarakat. Pemerintah bekerja sama dengan LSM dan pakar-pakar terkait yang berasal dari perguruan tinggi dan lembaga
penelitian dalam mewujudkan kemandirian masyarakat melalui pengadaan pelatihan dan penyuluhan.
Tolok ukur peningkatan kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional yang paling nyata ditandai dari peningkatan kesejahteraan masyarakat, pendapatan
daerah dan pendapatan negara, serta adanya anggaran dana alokasi khusus DAK untuk pengembangan kawasan permukiman perbatasan oleh pemerintah. Selama
ini dana kegiatan-kegiatan dalam upaya percepatan pertumbuhan pembangunan di wilayah perbatasan relatif belum memadai karena hanya bersumber dari anggaran
rutin setiap tahunnya. Pada Gambar 38 memperlihatkan bahwa penganggaran dana perlu dilakukan pemerintah secara berkala agar upaya peningkatan
kesejahteraan dan peningkatan pendapatan masyarakat dapat dicapai. Sumber dana pembangunan permukiman di wilayah perbatasan baik dana rutin
maupun dana alokasi khusus akan menentukan jenis penanganan pembangunan.
Jenis penanganan pembangunan disesuaikan dengan karakteristik tenaga kerja dan masyarakat setempat yang didukung dengan potensi sektor unggulan yang tersedia
di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan. Sesuai hasil analisis MPE di masing- masing klaster subkawasan, potensi sektor unggulan klaster 1 yaitu pertambangan,
klaster 2 perkebunan, dan klaster 3 sektor perikanan. Berdasarkan ketentuan pada pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 4 tahun 1992
tentang perumahan dan permukiman, bentuk penanganan pembangunan perumahan dan permukiman memiliki dua kategori yaitu bentuk pembangunan
baru PB dan peningkatan kualitas PK. Ketentuan tersebut dapat digunakan dalam menentukan bentuk penanganan pembangunan di setiap jenis kegiatan
usaha yang disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan permukiman masing- masing tenaga kerja atau masyarakat yang bersangkutan. Bentuk penanganan
pembangunan permukiman sektor unggulan pertambangan yaitu pembangunan baru PB dan peningkatan kualitas PK, sektor unggulan perkebunan yaitu
pembangunan baru PB, sedangkan sektor unggulan perikanan yaitu pembangunan baru PB dan peningkatan kualitas PK.
Dalam pelaksanaan pembangunan permukiman akan mengubah bentang alam di lokasi tersebut. Dalam hal ini, ekosistem di kawasan tersebut dibuat menjadi
ekosistem nonalami yang dapat mengubah total ekosistem alami. Berdasarkan hal tersebut, kajian terhadap lingkungan harus dilakukan secara seksama. Dalam hal
ini pelaku harus membuat AMDAL sebagai kriteria pembangunan permukiman yang dilakukan agar tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dengan kata
lain, kelestarian lingkungan akan tetap terjaga dengan baik walaupun di lokasi tersebut dilakukan pembangunan kawasan permukiman.
Adapun salah satu hal yang dapat dilakukan dalam melakukan kajian terhadap kelayakan dari segi lingkungan yakni melakukan analisis terhadap dampak
lingkungan AMDAL di lokasi yang akan dibangun. AMDAL menjadi semakin penting apabila suatu wilayah berhadapan atau di dalamnya terdapat ekosistem
fragile di wilayah pesisir seperti ekosistem padang lamun, ekosistem mangrove, dan ekosistem karang.
Adanya AMDAL yang dilakukan secara serius akan dapat menyelesaikan berbagai masalah seperti masalah ekologi. Terjaganya ekologi akan
tetapmemungkinkan lestarinya lingkungan, sehingga dapat diharapkan kualitas
udara, tanah air yang baik. Selain itu, ekosistem yang fragile sekalipun seperti mangrove, padang lamun dan terumbu karang akan terpelihara dengan baik karena
berbagai hal yang dapat diminimalkan, sehingga ekosistem tersebut tidak terganggu walau di sekitarnya dibangun kawasan permukiman. AMDAL juga
akan menjaga aspek sosial terpelihara dengan baik mengingat dalam AMDAL akan ada petunjuk untuk mengantisipasi terjadinya konflik sosial, melunturnya
budaya, dan berbagai aspek sosial lainnya yang mungkin dapat luntur akibat terjadinya pembangunan kawasan permukiman.
Dalam penanganan pembangunan permukiman tetap memperhatikan kriteria AMDAL kegiatan pembangunan permukiman terpadu yaitu dengan
mempertahankan dan memperkaya ekosistem yang ada, penggunaan energi yang minimal, pengendalian limbah dan pencemaran, menjaga kelanjutan sistem sosial-
budaya lokal, dan peningkatan pemahaman konsep lingkungan Kepmen KLH 2000. Terkait dengan penanganan pembangunan kawasan permukiman terpadu
dengan lingkungan khususnya bagi permukiman di pesisir dan nelayan, Kabupaten Nunukan yang mempunyai wilayah pesisir yang luas dan pulau-pulau
kecil terluar yang strategis, harus memperhatikan dan menjaga kelestarian dan keberlanjutan ekosistem hutan mangrove dalam pelaksanaannya.
Wilayah pesisir Kabupaten Nunukan pada umumnya berpotensi untuk pengembangan permukiman baik nelayan maupun permukiman lainnya, karena
jauh dari ancaman bencana tsunami. Namun demikian adanya potensi pengembangan permukiman di wilayah pesisir tersebut dapat mengancam
keberadaan hutan mangrove yang selama ini masih terjaga kelestariannya dengan baik.
Kondisi tersebut perlu dijaga tanpa menghambat kebijakan pemda dalam pengembangan permukiman di wilayah pesisir dalam hal ini pembangunan
permukiman tersebut hendaknya diterapkan persyaratan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku seperti, perlindungan pantai dengan mangrove
yang ketebalan hutannya tetap dijaga tidak kurang dari 50 - 1000 meter, sesuai kondisi hidro-oseanografi di wilayah tersebut. Ketebalan hutan yang difungsikan
sebagai lapisan penyangga buffer zone menurut RTRW Kabupaten Nunukan 2005 adalah 130 kali tinggi pasang surut. Hutan mangrove yang baik akan dapat
menjaga permukiman di wilayah pesisir karena berperan sebagai perangkat analisis mitigasi alami dalam menjaga keberlanjutan, hal ini disebabkan oleh:
a. Penanganan abrasi lebih murah dibanding dengan membuat bangunan laut lain dan mangrove dapat memberi dampak ikutan yang menguntungkan kualitas
perairan di sekitarnya. b. Mangrove memiliki sistem akar yang kuat, tajuknya rapat dan lebat sehingga
dapat berfungsi sebagai pelindung pantai alami dan menahan intrusi air laut. Dengan demikian, persediaan sumber air baku untuk air minum masyarakat
penghuni permukiman pesisir tetap terjaga kualitasnya. c. Secara estetika mangrove lebih baik daripada bangunan laut lainnya, selain
berfungsi sebagai ekosistem pesisir juga mempunyai vegitasi yang beragam dengan panorama indah dan hijau.
d. Bangunan laut dapat menyebabkan erosi dan sedimentasi di tempat lain, sebaliknya hutan mangrove menahan erosi.
e. Kawasan pertambakan dapat ditata ulang dengan sistem wanamina
silvofishery, yaitu perpaduan antara hutan mangrove dan perikanan sehingga biota laut di sekitarnya dapat tumbuh dengan baik.
f. Mangrove dapat menetralisasi lahan yang telah tercemar oleh logam berat sehingga pemanfatan lahan di wilayah pesisir baik untuk permukiman dan
kegiatan bangunan lainnya tidak meluas dan efisien. Pembangunan kawasan permukiman juga harus dapat menjaga kelestarian
lingkungan sehingga sumber daya alam tetap lestari, ekosistem tetap dalam kondisi prima sehingga dapat menjamin masyarakat yang hidup di dalamnya lebih
sejahtera karena selalu mendapat hasil tangkapan dalam jumlah banyak. Salah satu aspek lingkungan yang harus diperhatikan dalam pembangunan kawasan
permukiman yaitu harus dimulai dari sebelum pembangunan dilakukan persiapan pembangunan, pada saat pelaksanaan pembangunan permukiman, dan
pascapembangunan permukiman hingga dihuni masyarakat. Upaya mempertahankan ekosistem hutan mangrove pada masyarakat yang sudah
menghuni di kawasan permukiman dilakukan melalui pendekatan sistem sosial- budaya lokal. Hal bertujuan agar masyarakat mampu berpartisipasi dalam
pengendalian limbah dan pencemaran sehingga pemahaman masyarakat terhadap konsep lingkungan terus meningkat.
Peningkatan pemahaman masyarakat penghuni terhadap konsep keberlanjutan lingkungan dapat mendorong usaha perbaikan kerusakan hutan mangrove yang
dilakukan melalui kegiatan penanaman kembali. Masyarakat bersama pemda melakukan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di pesisir wilayah Kabupaten
Nunukan. Adapun bentuk penanganan pembangunan permukiman di masing- masing klaster sesuai dengan potensi SDA pendukung pengembangan
permukiman berkelanjutan dapat dilihat pada gambar 49.
n
Gambar 49. Bentuk penanganan pembangunan permukiman
4.5.1.2 Desain Strategi Pengembangan Pembiayaan
Strategi pengembangan pembiayaan dalam percepatan pembangunan di wilayah perbatasan sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan peran pemerintah
terutama pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. Selama ini pemerintah membuat dan menerima alokasi dana yang belum memadai untuk pengembangan
dan pengelolaan kawasan permukiman di wilayah perbatasan. Peran pemerintah
1 2
3
1 2
3 Kluster 1 : Pembangunan Baru Peningkatan Kualitas
Kluster 2 : Pembangunan Baru Kluster 3 : Pembangunan Baru Peningkatan Kualitas
yang besar dapat mengintervensi lembaga keuangan dengan mengeluarkan kebijakan penganggaran untuk memudahkan biaya pembangunan rumah dan
melindungi hak masyarakat di wilayah perbatasan. Pemerintah juga menjadi fasilitator untuk penguatan kerja sama dengan stakeholders lainnya dalam
mengupayakan pembanguann permukiman dan infrastruktur serta fasilitas sosial dan fasilitas umum lainnya. Adapun lembaga keuangan berperan dalam
mengupayakan kemudahan kredit perumahan dengan biaya yang terjangkau bagi masyarakat yang diawasi oleh lembaga masyarakat lokal. Tujuan peningkatan
pendapatan, kesejahteraan masyarakat, peningkatan pendapatan daerah dan negara di wilayah perbatasan dapat tercapai melalui pengembangan pembiayaan.
Faktor-faktor yang mengindikasikan tolok ukur keberhasilan dalam pengembangan pembiayaan yaitu penataan dan pembukaan isolasi serta
ketertinggalan wilayah perbatasan dengan cara pembangunan infrastruktur serta prasarana dan sarana dalam jangka waktu yang sama. Pendekatan pengelolaan
wilayah perbatasan yang dilakukan yaitu pengelolaan yang menyeluruh dan terpadu dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, pertahanan, keamanan,
lingkungan, serta kesejahteraan secara seimbang. Dukungan dalam pencapaian pengembangan pembiayaan pun dilakukan bersama-sama dengan kegiatan
peningkatan kerja sama pembangunan antarnegara, antarpemerintah, dan antar- stakeholders di wilayah perbatasan.
4.5.1.3 Desain Strategi Pengembangan Kelembagaan
Secara umum, pengembangan kawasan permukiman perbatasan memerlukan suatu pola atau kerangka penanganan yang menyeluruh meliputi berbagai sektor
dan kegiatan pembangunan serta koordinasi dan kerja sama yang efektif dari pemerintah pusat sampai ke tingkat kabupatenkota. Pola penanganan tersebut
dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dan strategi dari tingkat makro sampai tingkat mikro yang disusun berdasarkan proses yang partisipatif baik
secara horisontal di pusat maupun vertikal dengan pemerintah daerah. Sedangkan, jangkauan pelaksanaannya bersifat strategik sampai dengan operasional baik
jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Desain strategi pengembangan kelembagaan yang berlaku bagi seluruh wilayah
perbatasan baik darat maupun laut, perlu dijabarkan dalam suatu strategi.
Kebijakan di atas perlu dilaksanakan melalui upaya-upaya: a. Penyelarasan kegiatan-kegiatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah
melalui anggaran pembangunan sektoral dan daerah yang diarahkan bagi pengembangan kawasan pertumbuhan baru, dan pengembangan wilayah secara
terpadu di perbatasan. b. Keberpihakan dan perhatian yang lebih besar dari sektor-sektor terkait di pusat
terhadap kawasan permukiman perbatasan. c. Penguatan dan pembentukan lembaga pengembangan kawasan permukiman
perbatasan yang bertugas untuk menyusun kebijakan dan pengkoordinasian berbagai kegiatan terkait di tingkat pusat dan daerah.
d. Pemberian dukungan dan fasilitas pengembangan kawasan permukiman perbatasan oleh instansi pusat dan pihak swasta dalam maupun luar negeri.
e. Meningkatkan kapasitas kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat. Keterlibatan masyarakat dan pemerintah daerah dalam kegiatan pengembangan
kawasan permukiman perbatasan termaktub dalam UU No. 32 Tahun 2004 yang menjelaskan bahwa pengelolaan kawasan permukiman perbatasan sejauh
mungkin perlu dikelola oleh pemerintah daerah. Namun, kondisi kelembagaan pemerintah daerah dan partisipasi masyarakat di beberapa wilayah perbatasan
masih perlu ditingkatkan. Program peningkatan dan pengembangan kelembagaan pemerintah daerah dan masyarakat, termasuk lembaga adat, akan
sangat membantu dalam proses pengembangan yang partisipatif. f. Sinkronisasi kewenangan pengelolaan dan peraturan perundangan-undangan.
Pelaksanaan otonomi daerah perlu diiringi dengan sinkronisasi antara kewenangan dan peraturan-peraturan yang dibuat, baik antara instansi terkait
maupun antara pemerintah pusat dengan daerah. Hal ini untuk menghindari terjadinya tumpang tindih kewenangan pengelolaan maupun adanya
ketidaksinkronan peraturan yang ada. Selain itu diperlukan adanya basis data database mengenai wilayah perbatasan yang dapat menjadi referensi bersama.
Upaya ini dilakukan untuk memudahkan terjadinya pertukaran informasi antarinstansi terkait sehingga meningkatkan koordinasi serta menciptakan
kesepahaman yang sama dalam pengelolaan kawasan permukiman perbatasan.
Strategi pengembangan kelembagaan ditujukan pada masyarakat agar memperoleh posisi kemandirian bargaining dari posisi tawar sebelumnya
sebagai objek pembangunan. Dalam pengembangan kelembagaan kemandirian masyarakat tidak akan
terlaksana bila tidak didukung, dilindungi, serta tidak adanya kerja sama dari stakeholders lainnya. Pemerintah sebagai penyelenggara menekakan untuk lebih
mengedepankan kualitas pelayanan publik serta kontinuitas penegakkan hukum dan peraturan untuk menghidupkan aktivitas ekonomi masyarakat di negeri
sendiri. Pemerintah juga berperan untuk meneruskan kebijakan tersebut pada penyelenggara setempat yaitu pemerintah provinsi, badan kerja sama antarnegara,
dan pemerintah kabupaten untuk diaplikasikan dan dilaksanakan di wilayah perbatasan. Pemerintah memfasilitasi peningkatan aktivitas perekonomian di
wilayah perbatasan dengan upaya-upaya pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan mayarakat di wilayah perbatasan dibutuhkan agar masyarakat
dapat mandiri sesuai potensi sektor unggulan pada setiap klaster dan membentuk kelompok-kelompok tani menuju kelompok-kelompok usaha. Kelompok-
kelompok usaha ini memiliki posisi yang lebih kuat karena adanya kerja sama antaranggota sesuai kapasitas dan bermitra dengan pihak lain dalam
mengupayakan keuntungan usaha. Hal ini dapat berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan terbukanya peluang-peluang usaha
yang dibantu dalam memperoleh modalkredit usaha dan dari lembaga-lembaga keuangan.
Pemerintah pun memfasilitasi upaya peningkatan kelembagaan masyarakat dengan mendatangkan pakar untuk memberikan pelatihan maupun penyuluhan
sehingga tolok ukur keberhasilan pembangunan dari peningkatan kesejahteraan masyarakat pun tercapai. Peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan dapat
mendorong peran dan partisipasi masyarakat dalam setiap kegiatan yang terkait dengan pengembangan kawasan permukiman, khususnya penguatan dan
pembentukan lembaga-lembaga yang ada agar program kegiatan penyuluhan dan pelatihan keterampilan dapat berjalan dengan lancar dan baik.
4.5.1.4 Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan
Perilaku strategi ternyata menunjukkan perbedaan pada berbagai faktor yang dikaji yang diakibatkan adanya perbedaan kombinasi faktor penting di wilayah
perbatasan. Oleh karena itu, ditetapkan dua skenario pengembangan yang dapat dibangun dalam kebijakan sebagai berikut:
a. Skenario I
Skenario pertama dibangun atas dasar kondisi dan permasalahan saat ini existing condition dari kawasan permukiman yang ada di wilayah perbatasan
negara. Skenario ini mengandung pengertian bahwa skenario yang dirumuskan perlu dilaksanakan berdasarkan konsep walaupun mengandung usaha
pengembangan dan pengelolaan. Akan tetapi, tidak mengutamakan faktor-faktor penting yang seharusnya terlebih dahulu dilakukan sehingga tidak memiliki
prospek kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara yang berpandangan jauh ke depan. Pada skenario pertama para
pelaku pembangunan stakeholder dalam kebijakan pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara beranggapan bahwa faktor-faktor yang
dikaji merupakan faktor yang potensial untuk meminimalisasi permasalahan pengembangan wilayah perbatasan di masa yang akan datang.
Skenario pertama dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi pengembangan kawasan yaitu kurangnya kesadaran masyarakat akan
identitas nasional 7A; rendahnya kesejahteraan masyarakat 4A; kesenjangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan 1A; terbatasnya
fasos dan fasum 15A; kurangnya infrastruktur kawasan dan permukiman 14A; kondisi sosial dan ekonomi lebih baik di negara tetangga 6A.
Penerapan skenario pertama ini akan memberikan implikasi berupa 1 Meningkatnya kesadaran masyarakat akan identitas nasional, 2 meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, dan 3 Kesenjangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan berkurang.
Kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara pada skenario ini direkomendasikan upaya yang dapat
mendorong percepatan pengembangan kawasan permukiman berbasis potensi sektor unggulan wilayah seperti hal-hal berikut:
1. Pembuatan klaster permukiman berbasis potensi sektor unggulan wilayah berikut akses menuju dan keluar wilayah klaster
2. Kemudahan akses informasi dan pasar 3. Pembuatan informasi terpadu
4. Promosi berkala untuk hasil-hasil sektor unggulan wilayah 5. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam kegiatan usaha yang berbasis
potensi masyarakat dan kearifan lokal 6. Penguatan kerja sama antara pemda, swastainvestor, masyarakat dan
lembaga-lembaga pendidikan dalam peningkatan keterampilan masyarakat 7. Pembukaan lapangan pekerjaan padat karya di wilayah perbatasan negara
8. Pembuatan pemetaan penggunaan lahan untuk perencanaan dan penataan kawasan permukiman yang disepakati oleh semua stakeholder yang terkait
termasuk masyarakat pengguna dan dapat diakses oleh stakeholder yang terkait
9. Pembangunan terpadu infrastruktur dengan kawasan permukiman beserta pusat-pusat kegiatan di sepanjang perbatasan
10. Pembangunan pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah perbatasan 11. Pembangunan terminal-terminal berbasis sektor unggulan wilayah sebagai
showroom yang dapat diakses secara mudah 12. Pembangunan fasos dan fasum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat
secara bertahap 13. Pemeliharaan fasos dan fasum oleh pemda dengan melibatkan masyarakat
sebagai pengguna dengan pemberian reward pada daerah dengan fasos dan fasum yang terpelihara baik
Skenario pertama yang dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi pengembangan pembiayaan yaitu terbatasnya alokasi dana khusus DAK
untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan 23A; kurangnya dana untuk pengembangan dan pengelolaan infrastruktur dan
permukiman 17A; pemanfaatan dan pengelolaan dana pembangunan belum optimal 24A. Untuk mendukung kebijakan pengembangan kawasan
permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara pada skenario ini, maka