Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru border city di wilayah perbatasan terdapat enam kategori, yaitu 1 melindungi ruang terbuka
hijaukonservasi dan sumber daya alam, 2 dapat mengoptimalkan penggunaan lahan, 3 mengurangi dan efisiensi pembiayaan pembangunan infrastruktur, 4
mendorong sinergitas hubungan kota dan desa, dan 5 memastikan transisi penggunan lahan perdesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah
Seong 2006. Dinamika kegiatan ekonomi perkotaan di wilayah perbatasan merupakan
kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan kota-kota pusat pertumbuhan baru perbatasan negara. Apabila tidak terkendali akan dapat menjadi hambatan
dalam pengembangan potensi pertumbuhan sebagai penggerak pengembangan sosial, kependudukan, ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan secara
berkelanjutan di wilayahnya Canales 1999. Berdasarkan hal tersebut kiranya perlu dibuat desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan
di wilayah perbatasan negara. 4.4.1 Elemen Permasalahan dalam Pengembangan Kawasan Permukiman
Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara
Menurut Saxena 1994 yang dikutip Marimin 2005 berdasarkan hasil kajian pendapat pakar, disusunlah struktur permasalahan untuk keberhasilan
pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara berkelanjutan yang terbagi atas lima elemen pada permasalahan yang terdiri dari 24 subelemen
kendala. Secara lengkap elemen permasalahan dan subelemen kendala terlihat pada tabel 17.
Tabel 17. Elemen permasalahan pengembangan kawasan permukiman perbatasan
No Elemen Masalah No
Sub elemen
Kendala 1 Pengelolaan
SDA wilayah perbatasan
masih kurang 1
Kesenjangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan
2 Perbedaan karakteristik antara wilayah darat dan laut
3 Pengembangan dan pengelolaan SDA belum optimal
4 Rendahnya kesejahteraan masyarakat
5 Aktivitas sosial ekonomi masyarakat lebih ke wilayah
negara tetangga 6
Kondisi sosial dan ekonomi lebih baik di negara tetangga
7 Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap identitas
nasional 8
Persepsi wilayah perbatasan merupakan wil dan pintu belakang negara
2 Pengembangan dan
Penataan kawasan permukiman kurang
optimal 9
Pemanfaatan dan pengendalian tata ruang masih lemah 10
Letak geografis Indonesia di titik silang benua Eropa- Asia, Asia-Australia Australia- Eropa
11 Banyak pemukiman berada di batas wilayah perbatasan
12 Kondisi lingkungan tidak tertata, berpencar, kumuh
tidak dikelola dengan baik 13
Rencana Tata Ruang Wilayah yang tidak sesuai dengan kebutuhan
3 Pembangunan infrastruktur
wilayah permukiman belum
sejalan 14
Minimnya infrastruktur kawasan dan permukiman 15
Terbatasnya fasum fasos 16 Terbatasnya
pelayanan publik
17 Terbatasnya dana untuk pengembangan dan
pengelolaan infrastruktur dan perkim 18
Perkembangan infrastruktur permukiman yang tidak terencana
19 Rendahnya kesadaran masyarakat dalam
memanfaatkan lahan sesuai peruntukan 4 Kelembagaan
belum mendukung pengembangan
permukiman 20
Penegakan hukum dan peraturan masih lemah 21
Adanya privatisasi lahan oleh pemerintah swasta 22
Belum adanya kebijakan dan pedoman pembangunan permukiman perbatasan
5 Pembiayaan belum
mendukung pengembangan
permukiman 23
Terbatasnya alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan
24 Pemanfaatan dan
pengelolaan dana pembangunan belum optimal
Dari lima elemen hasil kajian ini, pada setiap elemennya dijabarkan menjadi sejumlah subelemen yang rinci. Subelemen ini berupa indikator-indikator
keberlanjutan yang mempunyai nilai tinggi yang telah dipilah-pilah sesuai dengan konteks kelima elemen program tersebut. Berikut ini adalah hasil hubungan
kontekstual antarsubelemen pada setiap elemen yang digambarkan dalam bentuk terminologi subordinat yang mengacu pada perbandingan berpasangan antar
subelemen, di mana terkandung suatu arahan pada hubungan tersebut Eriyatno dan Sofyar 2007.
Hasil yang digunakan dalam model ISM adalah kajian dari pendapat pakar melalui wawancara mendalam seperti yang tertuang pada matriks interaksi
tunggal terstruktur structural self interaction matrixSSIM. Pakar yang terlibat dalam proses ini adalah pakar dari kalangan pemerintah pusat, pemerintah daerah,
swasta dan masyarakat yang terpilih berdasarkan pengetahuan, pengalaman di bidang pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan. Gambaran
dari masing-masing elemen masalah mengenai peringkat berdasarkan nilai driver power yang ada dapat dilihat pada gambar 38.
- 2.00
4.00 6.00
8.00 10.00
12.00
1 3
5 7
9 11
13 15
17 19
21 23
Sub Elemen Kendala Ha
s il
Gambar 38. Peringkat elemen masalah berdasarkan nilai driver power
Berdasarkan gambar 38
di atas, nilai driver power elemen masalah tertinggi pada subelemen 7 atau
kurangnya kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional dan subelemen 4 atau rendahnya kesejahteraan masyarakat,
sedangkan yang memiliki nilai driver power terendah adalah 2 atau
perbedaan karakteristik antara wilayah darat dan laut.
Masyarakat di wilayah perbatasan yang bersebelahan dengan wilayah negara tetangga yang jauh lebih maju pada umumnya memiliki orientasi sosial
ekonomi yang berorientasi kepada wilayah negara tetangga. Penggunaan alat tukar dan akses informasi serta komunikasi nasional yang terbatas dikhawatirkan
dalam jangka panjang akan melunturkan rasa kebangsaan dan bela negara masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu
meningkatkan upaya sosialisasi peningkatan wawasan kebangsaan melalui program-program pembangunan yang selaras dengan pengembangan permukiman
dan penyediaan prasarana dan sarana. Kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat merupakan salah satu
permasalahan utama di wilayah perbatasan. Hal ini disebabkan sentralisasi pembangunan pada masa lalu dan kecenderungan penggunaan pendekatan
keamanan dalam pengelolaan wilayah perbatasan. Hal ini menyebabkan prasarana dan sarana wilayah minim, fasilitas umum dan sosial terbatas, serta kesejahteraan
masyarakat rendah. Keterbatasan pelayanan publik di wilayah perbatasan menyebabkan orientasi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat tertarik ke wilayah
negara tetangga. Dalam rangka memenuhi hak-hak masyarakat sebagai warga negara dalam memperoleh pelayanan publik dan kesejahteraan sosial serta
membuka keterisolasian wilayah, diperlukan percepatan pembangunan di wilayah perbatasan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan.
Interpretasi dalam bentuk hierarki disajikan pada Gambar 39.
Subelemen dikelompokkan ke dalam empat sektor yakni autonomous, dependent, linkage,
dan independent. Analisis data ISM dapat terlihat pada Lampiran 3. Hasil analisis ini menggambarkan pendapat para ahli bahwa elemen masalah
dalam strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara diawali oleh 1 kurangnya kesadaran masyarakat terhadap
identitas nasional, 2 terbatasnya alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan, 3 rendahnya kesejahteraan
masyarakat, 4 terbatasnya dana untuk pengembangan dan pengelolaan infrastruktur dan permukiman, 5 terbatasnya fasos dan fasum, 6 kesenjangan
pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan, 7 aktivitas sosial ekonomi masyarakat lebih ke wilayah negara tetangga, 8 kondisi sosial dan
ekonomi lebih baik di negara tetangga, 9 minimnya infrastruktur kawasan dan permukiman, 10 terbatasnya pelayanan publik, 11 penegakan hukum dan
peraturan masih lemah, dan 12 pemanfaatan dan pengelolaan dana
pembangunan belum optimal .
Dua belas elemen masalah tersebut
berada pada sektor independent. Dengan demikian, strategi pengembangan kawasan
merupakan elemen yang berperan sebagai peubah bebas berkekuatan penggerak besar, tetapi tidak tergantung kepada sistem. Kemudian diikuti oleh elemen
masalah wilayah perbatasan yang menjadi pintu belakang negara dan belum adanya kebijakan dan pedoman pembangunan permukiman perbatasan.
Gambar 39 .
Diagram hierarki dari subelemen masalah dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara
Perbedaan karakteristik antara
wilayah darat dan laut Banyak pemukiman
berada di batas wilayah perbatasan
Pemanfaatan dan pengendalian tata
ruang masih lemah
Letak geografis Indonesia di titik
silang benua
Kondisi lingkungan tidak tertata, berpencar, kumuh
tidak dikelola dengan baik
RTRW yang tidak sesuai
dengan kebutuhan
Pengembangan dan pengelolaan
SDA belum optimal
Perkembangan infrastruktur
permukiman yang tidak terencana
Rendahnya kesadaran masyarakat dalam
memanfaatkan lahan sesuai peruntukan
Adanya privatisasi lahan oleh
pemerintah swasta
Persepsi Wilayah Perbatasan merupakan wilayah dan pintu belakang negara
Belum adanya kebijakan dan pedoman pembangunan permukiman perbatasan
Aktivitas sosek
masyarakat lebih ke
wilayah
negara tetangga
Kondisi sosial dan
ekonomi lebih baik
di negara tetangga
Minimnya infrastruktur
kawasan dan permukiman
Terbatasnya pelayanan
publik Pemanfaatan
dan pengelolaan
dana pembangunan
belum optimal
Penegakan hukum dan
peraturan masih
lemah
Kesenjangan pembangunan ekonomi
dan kemiskinan di wilayah perbatasan
Terbatasnya fasos dan fasum
Terbatasnya dana untuk pengembangan dan
pengelolaan infrastruktur dan permukiman
Rendahnya kesejahteraan
masyarakat Terbatasnya alokasi dana khusus untuk
pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan
Kurangnya kesadaran masyarakat akan
identitas nasional
Dependent
Level 2
Level 1
Level 3
Level 4
Level 5
Level 6
Level 7
Level 8 Independent
Hasil analisis ini memberikan makna bahwa kedua belas elemen faktor kunci masalah yang berada di sektor dependent sangat tergantung pada sistem dan tidak
mempunyai kekuatan penggerak yang besar. Dalam strategi pengembangan kawasan posisinya akan mengikuti elemen lainnya yang berada di sektor
independent. Hasil kajian subelemen pada analisis ISM berupa a Matriks reachability dan
interpretasi dari elemen masalah yang terpengaruh program yang disajikan pada Lampiran 3. b Diagram model struktural ISM dari elemen sektor masyarakat
yang terpengaruh program seperti disajikan pada Gambar 39. c Matriks driver power-dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program,
disajikan pada Gambar 40.
1, 15, 17
2, 11 3, 18, 19, 21
4, 23 5, 6, 14, 16, 20,
24 7
8, 22 9, 10, 12, 13
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17 18
19 20
21 22
23 24
25
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Gambar 40.
Matriks DP-D untuk subelemen masalah dalam strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah
perbatasan negara
Perlu dicermati bahwa posisi masalah persepsi wilayah perbatasan merupakan wilayah dan pintu belakang negara serta masalah belum adanya kebijakan dan
pedoman pembangunan permukiman perbatasan dalam upaya pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan berada di dekat sektor linkage. Hal ini berarti
faktor kunci dapat berubah menjadi sektor linkage apabila faktor-faktor yang lain mendukung subelemen tersebut.
Berdasarkan hasil analisis, dua belas faktor kunci prioritas penggerak elemen tolok ukur yang sangat memengaruhi faktor lain
dalam keberhasilan strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara yaitu subelemen-subelemen yang terletak pada sektor I
Independent Linkage
Autonomus Dependent
independent. Berdasarkan hasil analisis, tidak terdapat faktor-faktor kunci yang berperan sebagai peubah linkage, tetapi dengan peningkatan peranan secara
optimal dari faktor-faktor kunci seperti persepsi wilayah perbatasan merupakan wilayah dan pintu belakang negara 8 dan persepsi belum adanya kebijakan dan
pedoman pembangunan permukiman perbatasan akan berdampak terhadap peningkatan faktor-faktor kunci tersebut sebagai peubah linkage.
Dalam desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara, setiap tindakan meningkatkan peranan sektor-sektor
independent. Tindakan meningkatkan peranan terhadap sektor-sektor tersebut akan menghasilkan terwujudnya program menuju sistem pengembangan kawasan
permukiman berkelanjutan, sedangkan lemahnya perhatian terhadap sektor-sektor tersebut akan menyebabkan kegagalan program.
4.4.2 Elemen Tolok Ukur dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara
Berdasarkan hasil kajian dan pendapat pakar, disusunlah struktur tolok ukur untuk menuju keberhasilan pengembangan kawasan permukiman yang terbagi
atas lima elemen pada tolok ukur yang terdiri dari 16 subelemen kendala. Secara lengkap elemen tolok ukur dan subelemen kendala terlihat pada Tabel 18.
Adapun hasil yang digunakan dalam model ISM adalah kajian dari pendapat pakar melalui wawancara mendalam seperti yang tertuang pada matriks interaksi
tunggal terstruktur structural self interaction matrixSSIM pada Lampiran 4. Pakar yang terlibat dalam proses ini adalah pakar dari kalangan pemerintah,
legislatif, pemerintah daerah, swasta, perguruan tinggi, lembaga profesi, masyarakat, dan LSM yang terpilih berdasarkan pengetahuan, pengalaman di
bidang pengembangan kawasan permukiman.
Tabel 18. Elemen tolok ukur pengembangan kawasan permukiman perbatasan No
Elemen Tolok Ukur No
Sub elemen Kendala 1 Otimalisasi
pengelolaan SDA kawasan
1 Penataan dan pembukaan isolasi serta
ketertinggalan wilayah perbatasan 2
Peningkatan kegiatan pengembangan pemukiman, sarana, dan prasarana wilayah
3 Pengembangan kawasan khusus dengan
pemanfaatan ruang spesifik sesuai dinamika wilayah perbatasan
4 Pengelolaan SDA darat dan laut secara
seimbang 5
Peningkatan kesejahteraan
masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan negara
2 Peningkatan
pengembangan dan penataan kawasan
permukiman 6
Pembangunan wilayah perbatasan melalui pengembangan permukiman sebagai pusat
pertumbuhan baru sebagai dan embrio kegiatan ekonomi
7 Penataan ruang wilayah
8 Pembangunan infrastruktur, sarana, dan
prasarana 3 Pengembangan
infrastruktur wilayah dan permukiman
terpadu 9
Partisipasi horison vertikal pusat dan daerah
10 Pendekatan pengelolaan wilayah perbatasan pada aspek keamanan, sosial ekonomi,
budaya, lingkungan, dan kesejahteraan secara seimbang
11 Sinergiketerpaduan dan keseimbangan pembangunan berdasarkan potensi wilayah
4 Pengembangan kelembagaan
12 Peningkatan kerjasama pembangunan antar negara, antarpemerintahan, dan antar
stakeholders di wilayah perbatasan 13 Pembuatan
kebijakan pengembangan
kawasan permukiman berkelanjutan 14 Penyusunan kebijakan tingkat makro dan
mikro, investasi, SDA, dan kelembagaan pendukung pusat pertumbuhan
5 Alokasi dana
untuk pengelolaan wilayah
perbatasan 15 Penganggaran dana untuk pembangunan
kawasan permukiman perbatasan 16 Evaluasi kegiatan untuk penganggaran dana
pada kegiatan selanjutnya
Gambaran dari masing-masing elemen tolok ukur mengenai peringkat berdasarkan nilai driver power yang ada disajikan pada
Gambar 41.
- 1.00
2.00 3.00
4.00 5.00
6.00 7.00
8.00 9.00
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16
Elemen Tolok Ukur Dri
v e
r P o
w e
r
Gambar 41. Peringkat elemen tolok ukur berdasarkan nilai driver power Berdasarkan
Gambar 41 di atas,
nilai driver power elemen tolok ukur tertinggi pada subelemen 5 peningkatan kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah, dan
pendapatan negara dan 15 penganggaran dana untuk pembangunan kawasan permukiman perbatasan, sedangkan yang memiliki nilai driver power terendah
adalah 3 pengembangan kawasan khusus dengan pemanfaatan ruang spesifik sesuai dinamika wilayah perbatasan. Interpretasi dalam bentuk hierarki disajikan
pada Gambar 38 dan pada Gambar 39 subelemen dikelompokkan kedalam empat sektor yakni autonomous, dependent, linkage dan independent. Analisis data ISM
disajikan pada Lampiran 4. Berdasarkan
Gambar 42, gambar tersebut menjelaskan pendapat para ahli
tentang elemen tolok ukur dalam strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan. Elemen tolok ukur tersebut diawali oleh
peningkatan kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah dan pendapatan negara, penganggaran dana untuk pembangunan kawasan permukiman perbatasan,
penataan dan pembukaan isolasi serta ketertinggalan wilayah perbatasan, pembangunan infrastruktur, prasarana dan sarana, pendekatan pengelolaan
wilayah perbatasan pada aspek sosekbudhankam dan lingkungan. Selain itu, kesejahteraan secara seimbang, peningkatan kerja sama
pembangunan antarnegara antarpemerintahan dan antar-stakeholders di wilayah
perbatasan merupakan elemen tolok ukur tersebut. Hasil kajian subelemen pada analisis ISM berupa a Matriks reachability dan interpretasi dari elemen tolok
ukur yang terpengaruh program, yang disajikan pada lampiran 4, b Diagram model struktural ISM dari elemen tolok ukur yang terpengaruh program seperti
disajikan pada Gambar 38, c Matriks driver power-dependence untuk elemen tolok ukur yang terpengaruh program, disajikan pada Gambar 42.
Gambar 42 .
Diagram hierarki dari subelemen tolok ukur dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara
Pengembangan kawasan khusus dengan pemanfaatan
ruang spesifik sesuai dinamika wilayah
Pengelolaan SDA darat dan
laut secara seimbang
Partisipasi horison
vertikal pusat dan
daerah Penyusunan kebijakan
tingkat makro dan mikro, investasi, SDA dan
kelembagaan pendukung pusat pertumbuhan
Evaluasi kegiatan untuk
penganggaran dana pada
kegiatan
Peningkatan kegiatan
pengembangan pemukiman,
sarana dan prasarana wilayah
Pembangunan Wilayah
Perbatasan Penataan
ruang wilayah
Pembuatan kebijakan
pengembangan kawasan
permukiman berkelanjutan
Penataan dan pembukaan
isolasi serta ketertinggalan
wilayah perbatasan
Pembangunan infrastruktur,
sarana dan prasarana
Pendekatan pengelolaan Wilayah
Perbatasan pada aspek sosekbudhankam dan
lingkungan serta kesejahteraan secara
seimbang Peningkatan
kerjasama pembangunan antar
negara, antar pemerintahan, dan
antar
stakeholders di wilayah perbatasan
Peningkatan kesejahteraan masyarakat, pendapatan
daerah dan pendapatan negara Penganggaran dana
untuk pembangunan kawasan permukiman
perbatasan
Dependent
Level 2 Level 1
Level 3
Level 4
Level 5
Sinergi dan keseimbangan
pembangunan
Independent Linkage
Berdasarkan hasil analisis terdapat 6 faktor kunci prioritas penggerak elemen tolok ukur yang sangat memengaruhi program menuju strategi pengembangan
kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara yaitu subelemen-subelemen yang terletak pada sektor I independent.
Setiap tindakan yang meningkatkan peranan dari sektor-sektor tersebut akan menghasilkan sukses program menuju sistem pengembangan kawasan
permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara, sedangkan lemahnya perhatian terhadap sektor-sektor tersebut akan menyebabkan kegagalan program.
1, 8, 10, 12 2, 6, 7, 11, 13
3 4, 9, 14, 16
5, 15
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10
11 12
13 14
15 16
17
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13 14 15 16 17
Gambar 43. Matriks DP-D untuk subelemen tolok ukur dalam pengembangan strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di
wilayah perbatasan negara
4.4.3 Komponen-komponen Dominan dalam Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara
Kabupaten Nunukan A. Hasil Pembobotan pada Setiap Komponen
Dalam menganalisis komponen yang dominan dalam kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten
Nunukan, digunakan model AHP untuk memilih arahan kebijakan yang tepat dan penting dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan. Gambar 39
merupakan diagram hirarki AHP yang telah didiskusikan dan merupakan pendapat pakar melalui wawancara yang mendalam.
Pakar yang terlibat antara lain dari Bappenas, Departemen Dalam Negeri, Departemen PU, Menpera, KLH, DPR RI, perguruan tinggi, pemda, lembaga
profesi, masyarakat, swasta, dan LSM. Independent
Linkage
Autonomus Dependent
Gambar 44
. Diagram hierarki AHP pada pengembangan kawasan permukiman
perbatasan negara Hierarki AHP disusun dengan lima level yang memperlihatkan tahapan proses
penetapan prioritas yang dimulai dari penetapan fokus pada level l yaitu fokus pada pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan
negara. Level 2 adalah faktor yang terdiri atas kebijakan pemerintah, tingkat pendapatan, pendanaan pembangunan, prasarana, dan sarana. Level 3 adalah aktor
terdiri atas pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat, pakar, dan BKMLSM setempat. Aktor tersebut terkait dengan pengembangan kawasan
permukiman dan masing-masing aktor mempunyai peran, pengaruh, dan kekuatan terhadap kebijakan-kebijakan pengembangan kawasan. Level 4 adalah tujuan
untuk pengembangan kawasan permukiman yang terdiri atas pengembangan dan penataan kawasan, peningkatan kesejahteraan, pengelolaan SDA dan ekosistem
kawasan, pengembangan prasarana kawasan dan minimalisasi konflik. Level 5 adalah sasaran yang terdiri atas strategi pengembangan kawasan, strategi
pengembangan pembiayaan, dan strategi pengembangan kelembagaan. Hasil pengisian kuesioner matriks perbandingan berpasangan yang disampaikan kepada
Kebijakan Pemerintah
0,418 Tingkat
Pendapatan 0,120
Pendanaan Pembangunan
0,271 Prasarana dan
Sarana 0,191
Pemerintah 0,337
Pemerintah Daerah
0,222 Swasta
0,150 Masyarakat
0,133 Pakar
0,091 BKM LSM
0,068
Pengembangan Dan Penataan Kawasan
0,326 Peningkatan
Kesejahteraan 0,313
Pemulihan Ekosistem
0,158 Pengembangan
Prasarana Kawasan 0,116
Minimalisasi Konflik
0,087
Strategi Pengembangan
Kawasan 0,624
Strategi Pengembangan
Kelembagaan 0,130
Strategi Pengembangan
Pembiayaan 0,246
Faktor
Stakeholders
Tujuan
Sasaran Fokus
Permukiman PerbatasanNegara
pakar dari kalangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat, pakar perguruan tinggi, dan BKMLSM, kemudian diolah dengan perangkat lunak
Expert Choice. Hasil analisis AHP pada setiap level dari heirarki desain pengembangan kawasan berkelanjutan
. Bobot dan prioritas yang dianalisis adalah
hasil kombinasi combined dari pendapat para pakar pada setiap matriks berpasangan.
B. Pembobotan Kriteria Faktor dalam Pengembangan Kawasan
Permukiman Perbatasan Negara Berkelanjutan
Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun faktor-faktor yang menjadi pengaruh utama dalam pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara
berkelanjutan. Gambar 45 menunjukkan urutan prioritas faktor-faktor tersebut.
Keterangan : KBPM
= Kebijakan Pemerintah PDPB
= Pendanaan Pembangunan PSSR
= Prasarana dan Sarana TKPM
= Tingkat Pendapatan
Gambar 45. Urutan prioritas faktor dalam pengembangan kawasan permukiman
perbatasan negara berkelanjutan
Berdasarkan gambar 45, hasil analisis AHP yang merupakan faktor level 2 kebijakan pemerintah dan pendanaan pembangunan menjadi prioritas utama
dengan masing-masing bobot nilai adalah 0,418 dan 0,271. Kebijakan pemerintah akan membantu membangun pusat-pusat pertumbuhan
baru kegiatan ekonomi dan perdagangan. Penyiapan perangkat kebijakan dan pendanaan pembangunan diperlukan guna pengembangan kawasan permukiman
di tingkat kabupaten, kawasan pusat pertumbuhan maupun pada kawasan yang sangat terperinci di wilayah perbatasan negara. Dalam kaitan dengan kebijakan
pemerintah diperlukan kebijakan ekonomi yang meliputi intervensi pemerintah
secara terarah, pemerataan pendapatan, penciptaan kesempatan kerja, dan pemberian stimulan bagi kegiatan pembangunan yang memerlukannya. Hal
tersebut dilakukan agar segenap tujuan pembangunan berkelanjutan ini dapat tercapai. Adapun, dalam konteks hubungan antara tujuan sosial dan ekologi,
strategi yang ditempuh adalah partisipasi masyarakat, swasta, LKM, dan LSM. Memahami kecenderungan pertumbuhan kawasan perkotaan di wilayah
perbatasan pusat pertumbuhan baru sangat terkait dengan 4 faktor: kebijakan, stakeholders, perilaku masyarakat, proses dan pola pertumbuhan. 1 Kebijakan
merupakan faktor paling penting untuk mengontrol pertumbuhan suatu kota pada skala makro. 2 Pola pertumbuhan merupakan cerminan dapat dilihat secara
langsung hasilnya. 3 Proses dapat mengindikasikan dinamika pertumbuhan kota. 4 Perilaku mengindikasikan kegiatan dari pelaku yang terlibat. Hasilnya
adalah model pola pentahapan dan proses penyusunan kebijakan. Aturan dalam teori hierarki, memahami tiap tingkat harus mempertimbangkan tingkat yang
paling atas dan paling bawah sebagai perbandingan hubungan yang paling dekat. Konsekuensinya untuk memahami proses adalah harus melihat pola dan perilaku
yang terkandung di dalamnya. Pola merupakan gambaran sementara dari proses dan perilaku merupakan sumber dari proses pengambilan keputusan Cheng
1999. Kebijakan pengembangan permukiman di Indonesia tahun 2000—2020 antara
lain pengembangan lokasi kawasan permukiman dengan memerhatikan jumlah penduduk dan penyebarannya, pola tata guna lahan, kesehatan lingkungan, dan
tersedianya fasilitas sosial dan umum. Lokasi permukiman perlu memperhatikan keserasian dengan lingkungannya. Permenpera 1999.
Kuswara 2004 dalam kajiannya mengungkapkan bahwa permukiman merupakan tempat aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar dari kawasan budi
daya. Pengelolaan pembangunan perumahan harus memperhatikan ketersediaan sumber daya pendukung serta keterpaduannya dengan aktivitas lain. Dalam
kenyataannya, hal tersebut sering terabaikan sehingga tidak berfungsi secara optimal dalam mendukung suksesnya perkembangan suatu kawasankota. Oleh
karena itu, diperlukan upaya pengembangan perencanaan dan perancangan, serta pembangunan permukiman yang kontributif terhadap rencana tata ruang.
Permasalahan perumahan saat ini menurut Kirmanto 2005 telah terjadi: i alokasi tanah dan tata ruang yang kurang tepat; ii ketimpangan pelayanan
infrastruktur, pelayanan perkotaan, dan perumahan; iii konflik kepentingan dalam penentuan lokasi perumahan; iv masalah lingkungan dan eksploitasi
sumberdaya alam; dan v komunitas lokal tersisih, di mana orientasi pembangunan terfokus pada kelompok masyarakat mampu serta menguntungkan.
Tantangan pengembangan kawasan permukiman yang akan datang antara lain i urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan tantangan bagi pemerintah untuk
berupaya agar pertumbuhan lebih merata; ii perkembangan tak terkendali di daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh; iii marjinalisasi sektor lokal oleh
sektor nasional dan global; dan iv kegagalan implementasi dan kebijakan penentuan lokasi perumahan Kirmanto 2005.
Setelah lokasi kawasan permukiman ditentukan berdasarkan pilihan yang optimal, perlu dibuat rencana tapak kawasan site planning agar dalam jangka
panjang perumahan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif dalam arti luas. Rencana tapak kawasan ini penting karena akan menentukan bentuk dan pola
kawasan yang dapat menciptakan suatu kawasan permukiman yang tertata sehingga kemudahan dan kenyamanan para penghuni dapat tercipta serta dapat
mempengaruhi perilaku penghuni di mana pun kawasan permukiman tersebut berada termasuk di wilayah perbatasan negara.
Hasil analisis AHP selanjutnya yang menjadi prioritas adalah peningkatan prasarana dan sarana dengan bobot nilai 0,191 dan yang menjadi prioritas yang
terakhir adalah tingkat pendapatan dengan bobot nilai 0,120. Adanya peningkatan prasarana dan sarana serta peningkatan tingkat pendapatan. Diharapkan program
pembangunan yang menyeluruh dan terpadu dapat dilaksanakan di wilayah perbatasan negara Kabupaten Nunukan, sehingga akan memberikan keuntungan
kepada pemerintah dan mensejahterakan masyarakat di sekitar kawasan tersebut. C.
Pembobotan Kriteria Stakeholder dalam Pengembangan Kawasan
Permukiman Perbatasan Negara Berkelanjutan
Berdasarkan hasil dari pendapat pakar, tersusun stakeholder yang menjadi pengaruh utama dalam pengelolaan pengembangan kawasan permukiman
perbatasan negara berkelanjutan, Gambar 46 menunjukkan urutan prioritas stakeholder tersebut.
Keterangan : PP = Pemerintah Pusat PD = Pemerintah Daerah
ST = Swasta MY = Masyarakat
PK = Pakar
Gambar 46. Urutan prioritas stakeholder dalam pengembangan kawasan
permukiman perbatasan negara berkelanjutan
Berdasarkan gambar 46 hasil analisis AHP yang merupakan stakeholder level 3 menunjukkan bahwa pemerintah pusat dan daerah mempunyai peran utama
dalam pengembangan kawasan permukiman, bobot nilai masing-masing stakeholder adalah 0,337 dan 0,222. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah
mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi terhadap penetapan alternatif kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah
perbatasan Kabupaten Nunukan. Hal tersebut disebabkan kenyataan di lapangan maupun pada tingkat kebijakan sangat ditentukan oleh pengaruh dan peran dari
aktor pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Propenas 2000-2004,
Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dan UU No. 32 Tahun 2004
tentang pemerintah daerah. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai kewenangan penuh untuk mendorong percepatan pengembangan kawasan permukiman di
wilayah perbatasan kabupaten Nunukan sebagai Kawasan Strategis Nasional KSN.
Secara umum, pengembangan wilayah perbatasan memerlukan suatu pola atau kerangka penanganan yang menyeluruh meliputi berbagai sektor dan kegiatan
pembangunan serta koordinasi dan kerjasama yang efektif dari mulai pemerintah pusat sampai ke tingkat kabupatenkota. Pola penanganan tersebut dapat
dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat makro sampai tingkat mikro
dan disusun berdasarkan proses yang partisipatif baik secara horisontal di pusat maupun vertikal dengan pemerintah daerah, sedangkan jangkauan pelaksanaannya
bersifat strategis sampai dengan operasional. Swasta memiliki bobot nilai sebanyak 0,150. Swasta merupakan salah satu
stakeholder yang mempunyai peran terhadap pengembangan kawasan permukiman. Swasta mempunyai peran sebagai penggalian sumber dana untuk
investasi pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan kawasan permukiman, seperti pernyataan Direktorat Jendral Pemberdayaan Sosial 2005
mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial dunia usaha telah menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan bersama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta
atau dunia usaha berdasarkan prinsip kemitraan dan kerjasama. Tanggung jawab sosial swasta di antaranya dapat memberikan implikasi positif terhadap
peningkatan kesejahteraan masyarakat, meringankan beban pembiayaan pembangunan, memperkuat investasi dunia usaha sehingga dapat meningkatkan
dan menguatkan jaringan kemitraan serta kerja sama antara masyarakat, pemerintah dengan swasta.
Stakeholder selanjutnya adalah masyarakat yang mempunyai bobot nilai 0,133. Masyarakat berperan penting untuk menjaga wilayah perbatasan. Pembangunan
permukiman sangat penting dilakukan di wilayah perbatasan tersebut menyangkut keamanan, kehormatan, dan kesadaran masyarakat perbatasan akan identitas
nasional. Hak-hak ulayat masyarakat perbatasan perlu diakui dan diatur keberadaannya.
Keberadaan tanah ulayat secara sesungguhnya memiliki permasalahan secara administratif karena terkadang keberadaannya melintasi batas negara di dua
wilayah negara. Walaupun demikian, karena hak-hak ulayat ini secara tradisional menjadi aset penghidupan sehari-hari masyarakat tersebut, keberadaanya tidak
dapat dihapuskan, tetapi sebaliknya perlu diakui dan diatur secara jelas. Stakeholder selanjutnya adalah pakar dan BKMLSM masing-masing
stakeholder tersebut mempunyai bobot nilai 0,91 dan 0,68. Kedua stakeholder tersebut mempunyai peran dalam hal melakukan pemantauan dan pengawasan di
lapangan terhadap sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan dan usaha-usaha penegakan hukum jika ada suatu
pelanggaran dalam setiap kegiatan pembangunan.
D. Pembobotan Kriteria Tujuan dalam Pengembangan Kawasan
Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara
Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun tujuan yang menjadi capaian utama, gambar 47 menunjukkan urutan prioritas tujuan tersebut.
Keterangan : PPK = Pengembangan dan Penataan Kawasan PKS = Peningkatan Kesejahteraan
PE = Pengembangan SDA dan Ekosistem Kawasan PRK = Pengembangan Prasarana Kawasan
MK = Minimasi Konflik
Gambar 47. Urutan prioritas tujuan dalam pengembangan kawasan permukiman
berkelanjutan di wilayah perbatasan negara
Berdasarkan gambar 47 hasil analisis AHP yang merupakan tujuan level 4 menunjukkan pengembangan dan penataan kawasan dan peningkatan
kesejahteraan mendapat priotitas utama dalam kriteria tujuan dengan masing- masing bobot nilai 0,326 dan 0,313. Pengembangan kawasan menjadi prioritas
sesuai dengan GBHN 1999 mengamanatkan bahwa wilayah perbatasan merupakan kawasan tertinggal yang harus mendapat prioritas dalam
pembangunan. Amanat GBHN ini telah dijabarkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional Propenas dan dalam
Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa wilayah perbatasan negara sebagai Kawasan Strategis Nasional KSN dan
menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga akan terjadi peningkatan kesejahteraan
masyarakat di sekitar wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan. Penanganan pengembangan kawasan permukiman sesuai dengan UU No. 4
Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman pada pasal 2 memuat penjelasan bahwa lingkup pengaturan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 yang
menyangkut penataan perumahan meliputi kegiatan pembangunan baru, pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaataannya.
Pengembangan yang menyangkut penataan permukiman meliputi kegiatan pembangunan baru, perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan, dan
pemanfaatannya. Konsep penataan dan pengembangan permukiman di Indonesia berbeda dengan
di Malaysia. Dalam mengembangkan kawasan permukiman, Malaysia khususnya di wilayah perbatasan dengan Indonesia menggunakan pola cascade ditarik ke
dalam tidak linier di sepanjang jalan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari perkembangan permukiman berpola linierribbon development
Departemen PU 2002. Seiring meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan permukiman sebagai salah
satu kebutuhan pokok manusia ikut meningkat pula. Berdasarkan asumsi pertumbuhan penduduk berdasarkan pada tiap-tiap skenario yang direncanakan,
serta dengan menggunakan asumsi bahwa setiap keluarga terdiri dari 5 orang, maka perkiraan kebutuhan minimum rumah pada tahun 2009 dan tahun 2014
berdasarkan tiap skenario dapat ditentukan seperti tertera pada Tabel 19. Tabel 19. Kebutuhan rumah di Kabupaten Nunukan tahun 2009 dan 2014
Kawasan Skenario
Jumlah Penduduk Kebutuhan Rumah unit
Perumahan Pesimis 2009
96.961 18.640
2014 107.053
20.579 Optimis 2009
116.784 21.429
2014 144.840
26.578 Ambisius
2009 163.171
26.264 2014
239.751 41.110
Sumber: Hasil Analisis
Kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat merupakan permasalahan utama di wilayah perbatasan. Hal ini disebabkan sentralisasi pembangunan di masa lalu dan
kecenderungan penggunaan pendekatan keamanan dalam pengelolaan wilayah perbatasan sehingga menyebabkan minimnya prasarana dan sarana wilayah,
terbatasnya fasilitas umum dan sosial, serta rendahnya kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan pelayanan publik di wilayah perbatasan menyebabkan orientasi
aktivitas sosial-ekonomi masyarakat ke wilayah negara tetangga. Untuk memenuhi hak-hak masyarakat sebagai warga negara dalam memperoleh
pelayanan publik dan kesejahteraan sosial serta membuka keterisolasian wilayah, diperlukan percepatan pembangunan di wilayah perbatasan dengan menggunakan
pendekatan kesejahteraan. Kebijakan pengembangan wilayah perbatasan negara ke depan adalah dengan
peningkatan keberpihakan terhadap wilayah perbatasan sebagai daerah tertinggal dan terisolir dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara
seimbang. Paradigma pengelolaan wilayah perbatasan pada masa lampau berbeda dengan
pradigma saat ini. Pada masa lalu pengelolaan wilayah perbatasan lebih menekankan kepada aspek keamanan security approach, sedangkan saat ini
kondisi keamanan regional relatif stabil sehingga pengembangan wilayah perbatasan perlu pula menekankan kepada aspek ekonomi, sosial, budaya, dan
lingkungan. Pengelolaan wilayah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan prosperity approach sangat diperlukan untuk mendorong peningkatan
kesejahteraan masyarakat setempat, meningkatkan sumber pendapatan negara, dan mengejar ketertinggalan pembangunan dari wilayah negara tetangga. Oleh karena
itu, pengembangan wilayah perbatasan melalui pendekatan kesejahteraan sekaligus pendekatan keamanan secara serasi perlu dijadikan landasan dalam
penyusunan berbagai program dan kegiatan di wilayah perbatasan pada masa yang akan datang.
Prioritas selanjutnya adalah pengelolaan SDA dan ekosistem wilayah dengan bobot nilai 0,158. Pengelolaan SDA dan ekosistem wilayah sangat penting untuk
dilaksanakan sehingga SDA dan wilayah tidak terdegradasi akibat adanya pembangunan di kawasan tersebut. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan
pembangunan perlu direncanakan secara terpadu berdasarkan pada pengelolaan secara optimal potensi-potensi SDA dan ekosistem wilayah.
Kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara mempunyai dampak langsung terhadap kualitas lingkungan seperti fakta adanya kawasan permukiman
yang liar dan tidak tertata yang keberadaannya juga dapat mengganggu ekosistem air tanah. Di lain pihak, masyarakat dan pekerja di wilayah perbatasan banyak
kekurangan rumah sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumah, para pekerja
menyewa tempat tinggal dengan tarif setengah dari gajinya. Apabila para pekerja dapat dipenuhi kebutuhan rumahanya oleh para stakeholders terkait, maka gajinya
akan lebih besar untuk kebutuhan kesejahteraan sehingga etos kerja para pekerja akan semakin meningkat Gilbreath 2002.
Prioritas selanjutnya yaitu pengembangan prasarana dan sarana dengan bobot nilai 0,116 yang sangat penting dilakukan untuk pengembangan potensi ekonomi
dan sumber daya alam di kawasan tersebut. Prioritas terakhir adalah minimalisasi konflik dengan bobot nilai 0,087 yang penting dilakukan agar tidak terjadi konflik
di wilayah perbatasan antara masyarakat dengan masyarakat negara tetangga, masyarakat dengan pemerintah daerah, dan masyarakat dengan pemerintah
provinsipusat. Hal ini dapat mendatangkan keuntungan bagi pemerintah daerah maupun masyarakat.
Peningkatan kerja sama bilateral, subregional, maupun regional dalam berbagai bidang pengelolaan perbatasan tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan
internasional maupun regional. Di era globalisasi seperti saat ini, setiap negara di saling tergantung satu sama lain.
Adanya saling ketergantungan dalam masyarakat internasional berpengaruh dalam bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan
keamananan. Oleh karena itu, peningkatan kerja sama dengan negara tetangga baik secara bilateral, subregional, maupun regional diharapkan dapat menciptakan
keterbukaan dan saling pengertian sehingga dapat menghindari terjadinya konflik perbatasan. Hal ini didukung meningkatnya hubungan masyarakat perbatasan baik
dari segi sosial-budaya maupun ekonomi. Selain itu kerja sama, antarnegara sangat diperlukan untuk meningkatkan investasi dan optimalisasi pemanfaatan
SDA di wilayah perbatasan, serta untuk menanggulangi berbagai permasalahan hukum yang terjadi di wilayah perbatasan.
Kelembagaan untuk menyelesaikan masalah-masalah perbatasan RI - Malaysia yang ada saat ini adalah General Border Committee GBC yang
diketuai oleh Panglima TNI. Forum ini mengadakan pertemuan setahun sekali dengan pergantian tempat antara Indonesia dan Malaysia.
Permasalahan perbatasan yang ada saat ini terjadi pada sembilan titik. Permasalahan ini sangat kompleks dan menyangkut kepastian hukum wilayah
NKRI atau Malaysia, yaitu masalah 1 Tanjung Datu, 2 Batu Aum, 3
Semilau, 4 Sungai Sinapad, 5 Sungai Semantipal, 6 Nanga Badau, 7 Sungai Buan, 8 Gunung Raya, dan 9 Pulau Sebatik.
Kerja sama di bidang sosial-ekonomi daerah perbatasan Malaysia Sarawak dan Sabah dengan Indonesia Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur yang
disebut Sosek Malindo telah dilengkapi dengan kelompok kerja KK. Sosek Malindo di tingkat provinsinegeri ditujukan untuk a menentukan proyek-
proyek pembangunan sosial ekonomi yang digunakan bersama, b merumuskan hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi di
wilayah perbatasan, c melaksanakan pertukaran informasi mengenai proyek- proyek pembangunan sosial-ekonomi di wilayah perbatasan bersama, dan d
menyampaikan laporan kepada KK Sosek Malindo tingkat pusat mengenai pelaksanaan kerja sama pembangunan sosial-ekonomi di daerah perbatasan.
E. Pembobotan Kriteria Sasaran dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Perbatasan Negara Berkelanjutan
Hasil dari pendapat pakar tersusun sasaran yang menjadi prioritas utama dalam keberhasilan pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara
berkelanjutan. Gambar 48 menunjukkan urutan prioritas sasaran tersebut.
Keterangan : SPKW = Strategi Pengembangan Kawasan SPPM = Strategi Pengembangan Pembiayaan
SPKL = Strategi Pengembangan Kelembagaan
Gambar 48. Urutan prioritas sasaran dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara
Berdasarkan gambar 48 hasil analisis AHP yang merupakan sasaran level 5 menunjukkan strategi pengembangan kawasan menjadi prioritas utama dengan
bobot nilai 0,624. Hal tersebut disebabkan adanya dukungan ketersediaan infrastruktur dasar yang memadai untuk dilakukan pengembangan wilayah
perbatasan di Kabupaten Nunukan. Prioritas kedua yaitu pengembangan pembiayaan dengan bobot nilai 0,246. Hal tersebut didukung oleh adanya
dukungan pembiayaan dari pemerintah untuk melakukan pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan. Prioritas yang terakhir
adalah strategi pengembangan kelembagaan dengan bobot nilai 0,130. Hal tersebut disebabkan adanya dukungan perencanaan tata ruang yang partisipatif,
pembentukan community-based organization CBO, sosialisasi program pengelolaan permukiman berkelanjutan, bantuan teknis dan advokasi
pengembangan desain rumah dan lingkungan, pelembagaan aktivitas sosial- kultural, peningkatan kelengkapan lingkungan neighbourhood attachment,
peningkatan investasi publik.
a. Strategi Pengembangan Kawasan
Arah pembangunan jangka panjang nasional yang berkaitan dengan pembangunan wilayah perbatasan merupakan wilayah perbatasan dikembangkan
dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking. Dengan demikian, kawasan
tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Adapun program pembangunan berupa
penyusunan rencana pengembangan wilayah perbatasan dengan program kegiatan sebagai berikut:
- Penetapan arah kebijakan pembangunan wilayah perbatasan dengan orientasi mendukung pergerakan aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara
tetangga. - Penetapan garis batas negara secara jelas dan benar.
- Peningkatan sarana dan prasarana pendukung terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat setempat serta guna membantu pengamanan kawasan
perbatasan. - Pengembangan wilayah perbatasan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi
strategis dengan pemanfaatan sumberdaya alam setempat. - Peningkatan kualitas sumber daya manusia agar lebih berpotensi dan
profesional. - Penetapan fungsi lembaga pengelola wilayah perbatasan sesuai dengan
kapasitas.
Arah kebijakan pemanfaatan ruang di wilayah perbatasan Provinsi Kalimantan Timur adalah:
- Perlu dibuka jalur transportasi yang menghubungkan wilayah perbatasan dengan daerah-daerah lainnya, baik yang menuju Indonesia maupun Malaysia
untuk memudahkan pemasaran hasil-hasil bumi setempat. - Perlu dibuka pos-pos imigrasi di wilayah perbatasan untuk melegalkan arus
barang yang masuk dan keluar dari wilayah Indonesia. - Perlu dibangun pelabuhan laut yang khusus melayani arus keluar-masuk
barang dari Indonesia di Wilayah Nunukan Kepulauan. - Mempercepat tercapainya kemandirian masyarakat dan pemerintah Kabupaten
Nunukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. - Mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan pembangunan
antarwilayah kecamatan, wilayah pedesaan, antarsektor ekonomi, serta membuka wilayah pedalaman, perbatasan, wilayah yang terisolasi, dan
kawasan tertinggal lainnya. - Mengoptimalkan pemanfaatan pendapatan yang berasal dari sumber daya
alam yang dapat diperbaharui dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
- Meningkatkan investasi dan peran wisata untuk mendorong penguatan ekonomi rakyat.
Rencana Strategi Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003--2008. Bagian dokumen perencanaan daerah ini yang memuat salah satu prioritas
pembangunan daerah perbatasan dengan program prioritas: - Pembangunan sarana dan prasarana jalan darat yang menghubungkan pusat
pusat pertumbuhan ekonomi di daerah kota dan pantai dengan wilayah di perbatasan termasuk jalan tembus menuju ke daerah Malaysia.
- Pembukaan sarana dan prasarana perintis dan air strip yang sudah ada di daerah perbatasan dan bantuan subsidi penerbangan ke daerah perbatasan.
- Pengawasan sumber daya alam di daerah perbatasan dan pencurian oleh pihak-pihak yang kurang bartanggung jawab serta pengawasan pemindahan
patok-patok batas negara di perbatasan Indonesia dengan Malaysia. - Pengembangan potensi ekonomi yang tersedia di daerah perbatasan melalui