Lahan Palawija Lahan Peternakan Rakyat

Tabel 16. Perhitungan kebutuhan lahan sawah RTRW Kabupaten Nunukan 2004-2014 Skenario Tahun Jumlah Penduduk Keperluan Beras ton Keperluan Gabah ton Keperluan Dasar Kebutuhan Lahan Ha Index 150 1,54 4,90 67 Pesimis 2009 96.961 13.979,40 21.528 4.393,47 7.337,09 2014 107.053 15.434,55 23.768,90 4,850,80 8.100,83 Optimis 2009 116.784 16.072,05 24.750,64 5.051,15 8.435,42 2014 144.840 19.933,35 30.696,97 6.264,69 10.462,03 Ambisius 2009 163.171 19.698 30.334,53 6.190,72 10.338,50 2014 239.751 30.832,35 47.481,21 9.690,04 16.182,37 Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan peta ketinggian lahan pada Gambar 37, pada klaster III didominasi ketinggian lahan berkisar antara 0 - 100 mdpl yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman padi. Hal ini juga didukung dengan peningkatan luas panen padi sawah+ladang di Kabupaten Nunukan pada tahun 2007, di mana tanaman padi naik sebesar 4,28 Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008. Produksi tanaman padi juga mengalami kenaikan, yaitu menjadi 48.127 ton atau dengan kata lain terjadi peningkatan produktivitas padi sebesar 9,65. Alternatif ketiga dalam pengembangan wilayah perbatasan pada klaster III adalah sektor perkebunan. Hal ini didukung dengan peningkatan luas areal komoditas kelapa sawit pada tahun 2007 sebesar 25,4 dibandingkan dengan tahun 2006 Kabupaten Nunukan dalam Angka 2008. Sebagian besar dari luas areal kelapa sawit terdapat di Kecamatan Sebatik, Sebatik Barat, Nunukan yang berada pada klaster III, sedangkan Lumbis dan Sebuku berada pada klaster II. Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 37. Peta Kabupaten Nunukan berdasarkan wilayah ketinggian Kesimpulan hasil analisis MPE yang dilakukan untuk sektor-sektor yang potensial dalam mendukung pengembangan permukiman perbatasan di Kabupaten Nunukan untuk klaster I Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan adalah sektor pertambangan, klaster II Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sebatik Barat sektor perkebunan, dan klaster III Kecamatan Nunukan, Nunukan Selatan, dan Sebatik sektor perikanan.

4.4 Analisis Strukturisasi Permasalahan dan Komponen Dominan Kebijakan

Pengembangan permukiman di wilayah perbatasan dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1992 memuat amanat tentang pengembangan permukiman khusus. Pengembangan permukiman permukiman khusus menjadi salah satu program prioritas pembangunan wilayah perbatasan dalam upaya pengembangan potensi ekonomi dan sumber daya alam. Adanya keterbatasan infrastruktur dan permukiman di wilayah perbatasan baik yang berada dalam kawasan perkotaan maupun perdesaan yang kurang berkembang menyebabkan aktivitas sosioekonomi banyak berorientasi ke negara tetangga. Selain menyebabkan ketergantungan negara tetangga, hal ini berkaitan juga dengan keamanan, kehormatan, dan kesadaran masyarakat perbatasan terhadap identitas nasional. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru border city di wilayah perbatasan terdapat enam kategori, yaitu 1 melindungi ruang terbuka hijaukonservasi dan sumber daya alam, 2 dapat mengoptimalkan penggunaan lahan, 3 mengurangi dan efisiensi pembiayaan pembangunan infrastruktur, 4 mendorong sinergitas hubungan kota dan desa, dan 5 memastikan transisi penggunan lahan perdesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah Seong 2006. Dinamika kegiatan ekonomi perkotaan di wilayah perbatasan merupakan kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan kota-kota pusat pertumbuhan baru perbatasan negara. Apabila tidak terkendali akan dapat menjadi hambatan dalam pengembangan potensi pertumbuhan sebagai penggerak pengembangan sosial, kependudukan, ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan di wilayahnya Canales 1999. Berdasarkan hal tersebut kiranya perlu dibuat desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. 4.4.1 Elemen Permasalahan dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara Menurut Saxena 1994 yang dikutip Marimin 2005 berdasarkan hasil kajian pendapat pakar, disusunlah struktur permasalahan untuk keberhasilan pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara berkelanjutan yang terbagi atas lima elemen pada permasalahan yang terdiri dari 24 subelemen kendala. Secara lengkap elemen permasalahan dan subelemen kendala terlihat pada tabel 17.