Rekomendasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman

permukiman. Keterpaduan pengembangan kawasan permukiman dapat terselenggara jika memenuhi 3 indikator, yaitu: 1. Terwujudnya koordinasikerja sama antar-stakeholders dalam setiap tahapan penyelenggaraan pengembangan permukiman berikut prasarana dan sarana secara terpadu dalam suatu kelembagaan 2. Terwujudnya kawasan permukiman layak huni secara terpadu dan berkelanjutan 3. Berlangsung proses investasi dan pembiayaan pengembangan kawasan permukiman secara terpadu dan berkelanjutan berbasis potensi SDA wilayah Dalam pembangunan permukiman, peran serta masyarakat baik sebagai individu maupun komunitas wajib dilakukan. Hal ini bertujuan agar hak setiap warga untuk mendapatkan rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur bisa terpenuhi dengan upaya dilakukan oleh masyarakat dibantu oleh stakeholders. Dalam rangka mendukung kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara, direkomendasikan upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan mendorong percepatan pertumbuhan wilayah melalui seperti hal-hal sebagai berikut: 1. Pemerintah memfasilitasi penyelenggaraan dan pembinaan dalam bidang permukiman secara terpadu dan berkelanjutan dilaksanakan oleh stakeholders terkait 2. Mendorong terciptanya pengembangan klaster-klaster kawasan permukiman sebagai pusat pertumbuhan baru border city di wilayah perbatasan negara 3. Mendorong terciptanya peraturan dan perundang-undangan di bidang permukiman perbatasan berbasis potensi SDA wilayah 4. Penguatan dan pembentukan lembaga kerjasama pembangunan di wilayah perbatasan negara 5. Menyusun norma, standar, panduan, manual NSPM bidang permukiman yang berbasis pemberdayaan masyarakat, kearifan lokal, dan lingkungan 6. Meningkatkan peran pemerintah daerah dalam pembangunan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan 7. Meningkatkan kapasitas SDM dan pelaku pembangunan permukiman berbasis kawasan 8. Mendorong berkembangnya inovasi, teknologi, dan investasi pembangunan kawasan permukiman perbatasan 9. Mendorong pelaksanaan penataan ruang kawasan permukiman berbasis potensi SDA wilayah prospektif dan partisipatif 10. Mendorong peran serta swastamasyarakat dalam pembangunan dan perbaikan rumah dalam rangka pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak huni dan terjangkau 11. Mengembangkan kredit mikro perumahan bagi pembangunan dan perbaikan rumah dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah yang layak dan terjangkau 12. Meningkatkan penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas PSU kawasan permukiman perbatasan Sedangkan, dalam pengembangan sektor unggulan kawasan Kabupaten Nunukan dari hasil dan pembahasan yaitu sektor pertambangan, sektor perkebunan, dan sektor perikanan dalam pengembangannya diperlukan persyaratan-persyaratan yang dapat mendukung keberlanjutan suatu kegiatan baik dalam pemanfatan ruang dan lahan adalah sebagai berikut: Sektor Pertambangan: 1. Toleransi ekploitasi kegiatan pertambangan tidak lebih dari 60 luas kawasan potensial pengembangan sektor pertambangan. 2. Ekploitasi kegiatan pertambangan dengan menggunakan sistem 3 fit 3 lubang penambangan secara bersamaan. 3. Reklamasi dilakukan secara kontinyu untuk mengembalikan unsur hara tanah agar memudahkan dalam pemulihan fungsi kawasan melalui reboisasi atau dimanfatkan untuk pengembangan fungsi lain seperti perkebunan, permukiman, dan penghijauan. 4. Pengembangan teknologi ekploitasi dari penggalian ke sistem pengeboran menyamping sehingga dapat meminimalkan sisa lubang-lubang galian yang dapat merusak dan mendorong terjadinya degradasi lahan secara luas dalam waktu yang lama. 5. Pengembangan sektor pertambangan harus berorientasi pada manfaat ekonomi economic benefit melalui manajemen pengelolaan dengan komposisi perbandingan sharing 70 untuk perusahaan investor dan 30 dialokasikan untuk biaya rehabilitasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Sektor Perkebunan: 1. Pengembangan sektor perkebunan dilakukan dengan pendekatan pengembangan perkebunan inti rakyat PIR, inti-plasma, perusahaan negara PTPN, dan swasta. 2. Pemberdayaan masyarakat melalui penyuluhan dan pelatihan dalam hal peilihan benih, penanaman benih, pemeliharaan, panen, dan kegiatan pascapanen. 3. Komoditas sektor perkebunan yang akan dikembangkan selain berdasarkan potensi sektor unggulan kawasan juga memperhatikan kecenderungan pasar regionalnya dan animo masyarakat agar prospek pengembangannya dapat berkelanjutan. Sektor Perikanan: 1. Pengembangan sektor perikanan dengan memanfaatkan sumber daya laut sesuai dengan kemampuan daya dukung perairan fishing ground baik dari ketersediaan sumber daya tidak over fishing maupun kemampuan dalam menghindari penggunaan bahan pencemar 2. Pemanfaatan sumber daya laut dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan pengembangan kemampuan dalam pemanfaatan teknologi baru bidang perikanan 3. Mengembangkan sektor perikanan secara optimal dengan mengupayakan pelestarian ekosistem lingkungan pesisir, pantai, dan laut yang terjaga agar keberlanjutan kawasan dapat terwujud. V PEMBAHASAN UMUM Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, diamanatkan bahwa wilayah perbatasan negara sebagai Kawasan Strategis Nasional KSN, maka program pengembangan wilayahnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional RTRWN disebutkan bahwa KSN perbatasan negara, kegiatan penataan ruang wilayahnya diprioritaskan dan didorong percepatan pertumbuhan ekonominya melalui pembangunan di berbagai sektor. Salah satu sektor yang harus dikembangkan untuk terwujudnya pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah perbatasan nrgara yaitu sektor permukiman. . Hal ini bertujuan agar kawasan permukiman yang dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan baru di wilayah perbatasan negara dapat segera terwujud. Sektor permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang mempunyai peran strategis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dalam UUD 1945 pasal 28 h ayat 1, dinyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, pengembangan permukiman di wilayah perbatasan diamanatkan sebagai pengembangan permukiman khusus. Pengembangan permukiman khusus menjadi salah satu program pembangunan di wilayah perbatasan yang diprioritaskan pemerintah pusat dalam upaya pengembangan potensi ekonomi dan sumber daya alam yang tersedia. Masih terbatasnya infrastruktur dan kurang berkembangnya kawasan permukiman di wilayah perbatasan, baik yang berada dalam kawasan perkotaan maupun pedesaan, menyebabkan aktivitas sosial dan ekonomi banyak berorientasi ke negara tetangga. Kondisi tersebut selain menyebabkan ketergantungan pada negara tetangga, juga berkaitan dengan keamanan, kehormatan, dan kesadaran masyarakat perbatasan terhadap identitas nasional. Dalam rangka mewujudkan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan tertata di wilayah perbatasan, perlu dipahami terlebih dahulu profil, karakteristik, dan kebutuhan pengembangannya. Hal ini bertujuan agar diketahui arah dan kecenderungan pengembangan kawasan permukiman yang meliputi aspek-aspek 1 keselarasan antara kawasan budi daya dengan kawasan lindung, 2 keterkaitan antara pusat pertumbuhan baru dengan pusat kegiatan kota, dan 3 penguatan pola interaksi orientasi ekonomi yang berbasis potensi sumber daya alam wilayah. Pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara memerlukan suatu kebijakan pengembangan di tingkat kabupaten, kawasan pusat pertumbuhan, dan kawasan yang terinci di wilayah perbatasan negara.

5.1 Kondisi dan Pengembangan Kawasan Permukiman Perbatasan

Kondisi permukiman di wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan pada umumnya tidak tertata, terpencar, nomaden, dan kumuh. Hal tersebut terjadi karena permukiman di wilayah perbatasan negara tidak dikelola dan dikembangkan dengan baik dan terpadu. Pengembangan kawasan permukiman perbatasan yang baik dan terpadu di masa yang akan datang memerlukan suatu kebijakan yang operasional sebagai acuan bagi stakeholders terkait di pusat dan daerah. Kebijakan pengembangan kawasan permukiman perbatasan yang dimaksud yaitu kebijakan yang berbasis pada potensi Sumber Daya Alam SDA dan menjaga kelestarian ekosistem wilayah agar kawasan permukiman yang dikembangkan dapat berkelanjutan. Hal ini dilakukan melalui pendekatan pembentukan klaster-klaster kawasan permukiman yang dapat dijadikan pusat- pusat pertumbuhan baru border city di wilayah perbatasan. Pengembangan tersebut akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat dan keamanan secara seimbang sehingga wilayah perbatasan sebagai beranda depan negara show window dapat semakin baik, tertata, tertib, maju, dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil analisis Metode Perbandingan Eksponensial MPE, potensi SDA sektor unggulan wilayah di klaster I Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan yaitu sektor pertambangan, klaster II Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sebatik Barat sektor perkebunan, dan klaster III Kecamatan Nunukan, Nunukan Selatan, dan Sebatik sektor perikanan. Potensi sektor unggulan di setiap klaster menjadi pendukung pengembangan kawasan permukiman perbatasan untuk dapat terus tumbuh, berkembang, dan berkelanjutan. 5.2 Faktor Penting dan Komponen Dominan dalam Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Perbatasan Hasil analisis ISM menggambarkan pendapat para pakar bahwa elemen masalah dalam pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara diawali dari kurangnya kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional dan terbatasnya Dana Alokasi Khusus DAK untuk pengembangan kawasan permukiman perbatasan. Selain itu, masalah lain adalah 1 terbatasnya dana untuk pengembangan infrastruktur, 2 terbatasnya fasos dan fasum, 3 kesenjangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan, 4 kecenderungan aktivitas sosial-ekonomi masyarakat ke wilayah negara tetangga, 5 kondisi sosial dan ekonomi lebih baik di negara tetangga, 6 minimnya infrastruktur kawasan dan permukiman, 7 terbatasnya berbagai pelayanan publik dan penegakan hukum, 8 pemanfaatan dan pengelolaan dana pembangunan belum optimal, 9 masih dianggapnya wilayah perbatasan sebagai pintu belakang negara, serta 10 belum tersedianya kebijakan dan pedoman pengembangan permukiman di wilayah perbatasan. Kunci permasalahan tersebut yang menjadi faktor penentu prioritas penanganan yang sangat menentukan bagi berhasil tidaknya program pengembangan permukiman di wilayah perbatasan, khususnya di Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimatan Timur. Peningkatan kerja sama pembangunan antarnegara, pemerintahan, dan stakeholders di wilayah perbatasan merupakan pengubah independent. Setiap tindakan untuk meningkatkan peranan aspek tersebut akan mendorong keberhasilan program pembangunan dalam pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara menuju kondisi yang lebih baik. Adapun lemahnya perhatian terhadap aspek-aspek tersebut akan menyebabkan ketidakberhasilan program pembangunan Wilayah. Berdasarkan hasil analisis AHP, faktor level 2 menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dan pendanaan pembangunan menjadi prioritas utama. Stakeholder level 3 menunjukkan bahwa pemerintah pusat dan daerah