Kebaruan Desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara (Studi kasus kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur)

antara stakeholders terkait di pusat maupun di daerah. Hal ini mengakibatkan, tidak terwujudmya kondisi kawasan permukiman yang tertata, terarah, dan berkelanjutan. Untuk pelaksanaan ke depan, diperlukan suatu instrumen pengaturan berupa kebijakan dan strategi pengembangan. Kajian dan penelitian yang memberikan pembuktian pentingnya instrumen pengaturan tersebut adalah bentuk arahan-arahan kebijakan dan strategi untuk pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara selama ini belum ada. Terkait dengan pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan, belum pernah ada penelitian atau upaya mendesain suatu kebijakan dan strategi dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan khususnya di wilayah perbatasan negara yang bersifat komprehensif dan terpadu. Kalaupun ada, masih terbatas pada kegiatan stimulan pengembangan sarana dan prasarana lingkungan permukiman yang bersifat sektoral. Kebaruan novelty dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Konsepsi dan pemikiran baru bahwa pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara, berdasarkan faktor pengungkit yang menjadi permasalahan utama di wilayah perbatasan negara sebagai dasar pembuatan kebijakan dan strategi pelaksanaan sebagai instrumen petunjuk pelaksanaan kepada para pelaku pembangunan dalam pengembangan kawasan permukiman yang berkelanjutan. 2. Memperkuat konsepsi dan pemikiran pengembangan kawasan permukiman yang terpadu berbasis SDA sektor unggulan agar kawasan permukiman yang dikembangkan secara ekonomi, sosial, dan lingkungan dapat mendorong percepatan pembangunan permukiman di wilayah perbatasan negara sebagai beranda depan negara yang lebih baik terarah, tertata, dan berkelanjutan. 3. Membuat desain kebijakan dalam pelaksanaan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara sebagai suatu model decision support system melalui tahapan: identifikasi faktor dominan, menetapkan SDA sektor unggulan kawasan, merumuskan kebijakan, dan menyusun strategi pelaksanaannya dengan menggunakan analisis terpadu yang melibatkan pakar dan stakeholders terkait serta sistem lunak soft system methodologySSM dengan alat analisis metode perbandingan eksponensial MPE, interpretative structural modelling ISM, dan analytical hierarchy process AHP. 1.7 Istilah dan Definisi Beberapa istilah atau definisi yang dipakai meliputi: 1. Wilayah Adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas-batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum. 2. Kawasan Adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum. 3. Kawasan Khusus Adalah bagian wilayah dalam provinsi danatau kabupatenkota yang ditetapkan oleh pemerintah pusat danatau daerah untuk menyelenggarakan kegiatan dengan fungsi khusus seperti industri, perbatasan, nelayan, pertambangan, pertanian, pariwisata, pelabuhan, cagar budaya, dan rawan bencana Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum. 4. Wilayah Perbatasan Adalah bagian wilayah dalam provinsi danatau kabupatenkota yang berbatasan dengan negara lain, baik terletak perbatasan darat maupun perbatasan laut Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Wilayah Perbatasan, Pasal 1 Bab Ketentuan. 5. Kawasan Perdesaan Adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum. 6. Kawasan Perkotaan Adalah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, serta kegiatan ekonomi Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum 7. Rumah Adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum 8. Perumahan Adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum 9. Permukiman Adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum. 10. Kawasan Permukiman Adalah kawasan budidaya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dengan fungsi utama untuk permukiman Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Perumahan Kawasan Khusus, Pasal 1 Bab Ketentuan. 11. Perumahan Wilayah Perbatasan Adalah perumahan kawasan khusus untuk menunjang kegiatan berbagai fungsi di wilayah perbatasan negara Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Wilayah perbatasan, Pasal 1 Bab Ketentuan. 12. Persyaratan Ekologis Adalah persyaratan yang berkaitan dengan keserasian dan keseimbangan, baik antara lingkungan buatan dengan lingkungan alam maupun dengan lingkungan sosial budaya, termasuk nilai-nilai budaya bangsa yang perlu dilestarikan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum. 13. Prasarana Lingkungan Kelengkapan dasar fisik lingkungan yang memungkinkan lingkungan permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1992 tentang Permukiman, Pasal 1 Bab Ketentuan Umum. 14. Penyelenggaraan Pengembangan Kawasan Permukiman Upaya pengembangan permukiman yang diselenggarakan melalui kegiatan penetapan lokasi dan perencanaan kawasan termasuk untuk mitigasi bencana; penyediaan tanah; penyiapan lahan; penyediaan prasarana dan sarana kawasan; dan pengendalian pelaksanaan pengembangan kawasan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2006 tentang Pengembangan Perumahan Kawasan Khusus, Pasal 1 Bab Ketentuan. 15. Masyarakat di Perbatasan Negara Adalah orang atau sekelompok orang yang bekerja dan bertempat tinggal di kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pengembangan Perumahan Wilayah perbatasan, Pasal 1 Bab Ketentuan. II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan yang mengintegrasikan masalah ekologi, ekonomi, dan sosial yang disebut dengan pembangunan berkelanjutan sustainable development telah disepakati secara global sejak diselenggarakannya United Nations Conference on The Human Environment di Stockholm tahun 1972. Pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan generasi yang akan datang untuk dapat memenuhi kebutuhannya World Commission on Environment and Development WCED 1987. Komisi Brundland menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan bukanlah suatu kondisi yang kaku mengenai keselarasan, tetapi merupakan suatu proses perubahan di mana eksploitasi sumberdaya, arah investasi, orientasi perkembangan teknologi, dan perubahan institusi dibuat konsisten dengan masa depan seperti halnya kebutuhan saat ini. Pada tingkat yang minimum, pembangunan berkelanjutan tidak boleh membahayakan sistem alam yang mendukung semua kehidupan di muka bumi. Pembangunan selalu memiliki implikasi ekonomi, sosial, dan politik. Pembangunan dapat dikatakan sebagai vektor dari tujuan sosial suatu masyarakat. Tujuan tersebut merupakan atribut yang ingin dicapai atau dimaksimalkan oleh masyarakat. Atribut tersebut dapat mencakup kenaikan pendapatan per kapita, perbaikan kondisi gizi dan kesehatan, pendidikan, akses terhadap sumber daya, distribusi pendapatan yang lebih merata, dan sebagainya. Oleh karena itu, konsep berkelanjutan dapat diartikan sebagai persyaratan umum di mana karakter sektor pembangunan tersebut tidak berkurang sejalan dengan waktu Pearce and Tannis 1999. Dalam hal pengelolaan sumber daya alam, telah disepakati secara global mengenai bagaimana seharusnya sumber daya alam dikelola agar berkelanjutan. Hal ini digunakan sebagai dasar bagi peningkatan kesejahteraan manusia dan kegiatan ekonomi. Berdasarkan kesepakatan ini, dijelaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus mempertimbangkan ketiga aspek sekaligus yaitu ekonomi, ekologi, dan sosial. Sejalan dengan hal ini, upaya mengubah pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan menjadi hal utama untuk mendukung upaya perlindungan daya dukung ekosistem dan fungsi lingkungan sebagai prasyarat peningkatan kesejahteraan masyarakat generasi sekarang dan yang akan datang. Sehubungan dengan konsep pelaksanaan paradigma pembangunan berkelanjutan, World Bank telah menjabarkan dalam bentuk kerangka segitiga. Gambar 2. Diagram pembangunan berkelanjutan Munasinghe 1993 atau Djakapermana 2010 Menurut kerangka tersebut, suatu kegiatan pembangunan termasuk pengelolaan sumber daya alam dan berbagai dimensinya dinyatakan berkelanjutan jika kegiatan tersebut secara ekonomi, ekologi, dan sosial bersifat berkelanjutan Serageldin 1996. Berkelanjutan secara ekonomi berarti bahwa suatu kegiatan pembangunan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital, dan penggunaan sumber daya serta investasi secara efisien. Berkelanjutan secara ekologi berarti kegiatan tersebut harus dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan mengonservasi sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa suatu kegiatan pembangunan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil pembangunan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, EKOLOGI Sumber Daya Alam Wilayah Perbatasan SOSIAL Keadilan Pemerataan Kesejahteraan • Nilai-nilai budaya • Partisipasi • Konsultasi