Relasi patron-klien dan eksploitasi sosial

akan lestari karena masukan-masukan teknologi ini dapat mengganggu ekosistem di lingkungan produksi, yang kemudian dapat menurunkan produksi Soetrisno, 1982.

2.5 Relasi patron-klien dan eksploitasi sosial

Para ahli antropologi membedakan hubungan kekerabatan dengan hubungan patron-client. Hubungan kekerabatan bersifat ascribed. Artinya posisi seseorang dalam suatu jaringan kekerabatan diperoleh begitu saja, tanpa suatu usaha. Begitu lahir, seorang individu langsung masuk ke dalam suatu unit dan jaringan kekerabatan tertentu, yang menurut kebudayaan yang berlaku di situ memberinya seperangkat hak-hak dan kewajiban tertentu terhadap individu- individu tertentu pula. Mereka yang berada dalam suatu unit kekerabatan yang sama diharapkan bersedia saling membantu. Bilamana seseorang meminta bantuan pada kerabatnya, bantuan diharapkan akan diberikan secara sukarela, dan disitu kerabat yang dibantu tidak perlu merasa terbebani oleh kewajiban untuk membalas bantuan tersebut. Bantuan yang diberikan juga tidak membuat pihak penerima menjadi lebih rendah daripada pemberi, karena hal itu sudah dianggap hal lumrah, sebagai akibat wajar adanya relasi kekerabatan antar mereka. Sebaliknya jika kerabat yang dimintai bantuan menolak membantu dia justru akan terkena sanksi tertentu. Ini berbeda dengan ciri-ciri hubungan patron-client Putra, 1996. Unsur penting dalam hubungan patron-client adalah timbal balik reciprocity, dan hal ini diatur oleh norma yang berbeda dengan norma dalam hubungan kekerabatan. Kalau norma-norma yang mengatur interaksi antar kerabat boleh dikatakan berbeda antara satu kebudayaan satu dengan kebudayaan lainnya, maka norma yang mengatur hubungan timbal balik ini reciprocity dapat dikatakan universal sifatnya. Dua norma pokok didalamnya adalah : 1 orang seharusnya membantu mereka yang telah menolongnya, dan 2 jangan menyakiti mereka yang telah menolongnya Gouldner, 1960. Meskipun norma-norma ini menurut sebagian ahli bersifat universal, hal itu tidak lantas berarti bahwa hubungan timbal balik tersebut tidak dipengaruhi oleh kondisi yang melingkupinya. Rasa wajib untuk membalas suatu pemberian yang muncul pada diri seseorang, sedikit banyak tergantung pada nilai atau arti pemberian tersebut baginya, dan hal ini dipengaruhi lagi oleh berbagai faktor lainnya. Perbedaan kedua adalah bahwa hubungan patron-client ini tidak diperoleh begitu saja oleh seorang individu, tetapi harus dibangun. Bila seseorang ingin mempunyai relasi semacam ini dengan pihak lain maka dia perlu memberikan sesuatu terlebih dahulu, dan jika pihak lain bersedia, maka pemberian tersebut akan dibalas. Perhitungan untung rugi biasanya tampak nyata dalam relasi ini. Unsur sukarela untuk menjalin hubungan patronase, yang tidak terdapat dalam hubungan kekerabatan, terlihat disini, dan merupakan elemen penting dalam hubungan tersebut. Adapun definisi tentang apa itu sebenarnya hubungan patron klien banyak ahli yang berselisih pendapat. Diantara pendapat itu yang mengemuka adalah pendapat dari : James Scott 1972 : “… a special case of dyadic two person ties, involving a largely instrumental friendship in which an individual of higher socio-economic status patron uses his own influence and resources to provide protection as benefits for both, for a person of a lower status client who for his part reciprocates by offering general support and assistance, including personal services, to their patron” . James Scott melihat bahwa hubungan tersebut bisa terbentuk karena adanya ketimpangan yang menyolok dalam penguasaan atas kekayaan, status dan kekuasaan, mengingat hal ini dianggap sah oleh mereka yang terlibat di dalamnya. Selain itu, tidak adanya pranata yang menjamin keamanan individu, baik yang menyangkut status ataupun kekayaannya. Juga, tidak dapat diandalkannya ikatan kekerabatan saja sebagai sarana satu-satunya mencari perlindungan serta memajukan diri. Tentang karakter dari hubungan tersebut juga banyak selisih pendapat. Salah satu pendapat yang bisa dikemukakan disini adalah dari Noel 1990: “The two partners to the patron-client contract, however, no longer exchange equivalent goods and services. The offerings of the patron are more immediately tangible. He provides economic aid and protection against both the legal and illegal exaction of authority. The client in turn, pays back in more intangible assets. These are, first, demonstrations of esteem”. Karakter yang menonjol dari hubungan ini adalah loyalitas yang sangat tinggi dari klien kepada patronnya dalam banyak hal, tidak hanya dalam hal yang bersifat ekonomi semata, tetapi juga mencakup perlindungan terhadap patron dari penyelidikan polisi misalnya, menjaga nama baik patron dan lain-lain. Pola hubungan seperti ini menciptakan peluang baik yang positif maupun yang negatif. Korupsi, penggalangan massa, perdagangan ilegal, gotong royong membangun kampung, dan lain-lain merupakan bentuk-bentuk peluang dari adanya pola hubungan itu. Hubungan kerja yang eksploitatif juga terbentuk dari relasi patron klien tersebut. Praktek penggunaan bom ikan yang didahului dengan adanya perdagangan ilegal material bom ikan boleh jadi merupakan salah satu contoh peluang yang tercipta dari pola hubungan ini.

2.6 Modal sosial dan pendekatan pascastrukturalis