Analisis Perilaku Para Pihak Dalam Kegiatan Penangkapan Ikan Di Pulau Barrang Lompo (Makassar) dan Transformasi Menuju Perikanan Berkelanjutan

berikut : Baiklah, masalah ini nampaknya harus ada forum-forum lain. Mungkin dengan diisi siraman rohani juga agar pertemuan kita menjadi sejuk. Masalah ada oknum-oknum petugas yang menyeleweng, jangan kuatir Wakapolda adalah om saya. Kalau ada petugas nakal, mohon lapor ke saya.. Tidak semua polisi bagus, tidak semua polisi jelek. Ini ada nomer HP dari pak Walikota yang bisa dihubungi langsung 08152520333. Rencananya akan dibentuk Forum Tokoh Masyarakat dari 12 kelurahan dan akan dilantik pak Walikota, disaksikan oleh pak Gubernur, tanggal 30 September. Sebenarnya inti pertemuan ini adalah percakapan informal seusai ditutupnya pertemuan ini antara Daeng T nama samarandan beberapa punggawa Pa’es berbincang dengan Bu X nama samaran dari polresta pelabuhan memohon agar jangan ketat-ketat pengawasan, dilonggarkanlah. Dijawab oleh bu X :”.... yah pintar-pintar kalian sajalah.” Ujar Daeng T : ”terima kasih,.... yah kita memang harus pandai-pandai mencuri di belakang.”

7.4 Analisis

Dari pertemuan di Paotere itu terlihat bahwa ada perbedaan pendapat terhadap pekerjaan nelayan bom ikan di antara tiga stakeholder, yakni para nelayan, pengelola perikanan dan penegak hukum. Perbedaan pendapat tersebut yang termaktub dalam Tabel 8 di bawah ini, meliputi : 1 jenis teknologi tangkap kategorisasi bom ikan sebagai alat tangkap dan hasil, 2 kerusakan lingkungan laut akibat penggunaan bom ikan daerah penangkapan dan kerusakan akibat bom ikan , 3 kategori pelanggaran istilah, kesalahan dan masalah pengawasan, 4 solusi penghentian, perubahan alat tangkap, solusi. Untuk menjelaskan data yang ada dalam tabel di bawah ini, maka dilakukan berbagai ilustrasi yang diambil dari kalimat-kalimat informasi tekstual dari hasil pertemuan di Paotere serta informasi-informasi lain yang diperoleh di lapang. Uraian secara panjang lebar tentang tabel perbedaan pendapat ini disampaikan per stakeholder di bawahnya Tabel 8 Pendapat para nelayan, pengelola perikanan dan penegak hukum terhadap sejumlah isu yang berkaitan dengan pekerjaan nelayan nelayan bom ikan Hal Pengelola Perikanan Penegak Hukum Pemanfaat SDP Teknologi bom ikan Alat tangkap perusak lingkungan Bukan alat tangkap Alat tangkap ikan Hasil Banyak sekali Banyak sekali Kadang banyak kadang sedikit cukup saja Kerusakan akibat bom ikan Karang hancur dan anak ikan mati Karang hancur Tidak ada kerusakan ling- kungan, karena bom meledak di permukaan air Daerah penangkapan Di atas terumbu karang Di atas terumbu karang Di permukaan laut di atas pasir Istilah Destruktif dan illegal Illegal Illegal Masalah Pengawasan Penggunaan bom ikan di belakang petugas Penggunaan bom ikan di belakang petugas Kerjasama dengan petugas keamanan Kategori kesalahan Illegal Kriminal Pelanggaran Penghentian Susah Susah Mudah Perubahan alat tangkap Mudah dan murah Mudah dan murah Sulit dan mahal Solusi Pengawasan dan atau alternatif alat tangkap Pengawasan dan atau alternatif pekerjaan Alternatif pekerja-an lain, pilihan ke- dua alternatif alat tangkap Sumber : hasil penelitian penulis

7.4.1 Pendapat pengelola perikanan

Beberapa informan dari kalangan pemerintah menyebutkan bahwa periode waktu mulai digunakannya bom ikan tidak jelas. Mereka menyebutkan kalau penggunaan bom ikan sudah semenjak lama sekali, sejak jaman kolonial Belanda. Praktek pengeboman ikan sudah turun temurun. Sedangkan penggunaan bius sebagai alat tangkap relatif baru. Konon kabarnya bahwa nelayan di Spermonde belajar dari nelayan Korea dan Hongkong. Tahun 1960-an ada aturan bahwa nelayan yang mengebom harus minta ijin pada pihak kepolisian, dan itupun hanya boleh mengebom beberapa kali. Sekarang kegiatan nelayan sulit diatur. Tahun 1980-an pihak keamanan masih bisa menangkap nelayan yang melakukan pengeboman, karena hanya satu-satu nelayan yang melakukannya. Kini tidak terhitung jumlah pelaku pemboman ikan di perairan Selat Makassar ini. Perdagangan bahan untuk membuat material bom dilakukan secara ilegal dan tertutup. Begitu juga dengan praktek penggunaannya kucing-kucingan dengan petugas. Dari pihak pemerintah kecamatan tidak bisa berbuat apa-apa, tidak punya kapal dan dana untuk melakukan operasi pengawasan. Bila meminta lurah- lurah bertindak, justru akan memancing keributan dan keselamatan aparat kelurahan itu sendiri terancam. -”Orang sini memang banyak pakai bom dan bius itu tidak bisa disetop. Mereka bilang kalau mau nyetop, itu dulu urus kapal-kapal besar yang ilegal, pakai juga barang terlarang. Sejak dulu mereka pakai barang itu,” kata Pak Lurah Kelurahan Barrang Lompo. Dalam pandangan pengelola perikanan, alat tangkap bom ikan ini ilegal dan destruktif, serta dilarang pemerintah, karena merusak lingkungan. Bom ikan menghancurkan terumbu karang dan mematikan anak-anak ikan. Penggunaan alat tangkap ini akan menghancurkan masa depan anak cucu. Hutan hancur karena penggundulan, dan laut hancur karena kenelayanan yang destruktif dan ilegal ini. Beberapa aparat pemerintahan tingkat kelurahan Barrang Lompo dan kecamatan Ujung Tanah yang diwawancarai menyebutkan bahwa sudah dari dulu nelayan pulau ini memakai bom, perolehan ikannya cukup banyak walau tidak seperti perolehan kapal-kapal besar. Hanya saja apabila dibandingkan dengan pulau-pulau lain, tingkat kesejahteraan penduduk pulau Barrang Lompo relatif lebih lumayan. ”Masalah utama yang dihadapi para nelayan di Pulau Barrang Lompo, ketergantungan terhadap pengusaha, jadi pengusaha cepat kaya, sementara kesejahteraan nelayan yah lumayan saja, tidak kaya,” tutur pak sekretaris kecamatan . Menurut para pengelola perikanan ini, solusinya hanya dengan pengawasan dan penangkapan, tidak ada solusi budaya. Budaya nelayan di sini memang agresif. Mereka harus diberi rambu, mana alat tangkap yang boleh dipakai dan mana yang tidak.Hal ini menjadi tugas dari pihak Dinas Kelautan dan Perikanan dan Kepolisian. Pihak DKP seharusnya bisa memberikan alternatif alat tangkap mana yang sebaiknya digunakan oleh nelayan. Bila solusi teknologi alternatif sudah diberikan, tetapi masih ada nelayan yang masih membandel, akan ditangkap. Bom ikan umumnya digunakan dengan alasan utama hasil cepat dapat dan banyak, jadi alat tangkap ini merupakan jalan pintas.

7.4.2 Pendapat penegak hukum

Menurut pihak penegak hukum sudah semenjak lama adanya kerja kenelayanan bom ikan ini, hanya saja mulai sangat intensifnya tahun 1990-an. Kerja kenelayanan ini illegal bagi penegak hukum, dan mereka sering merasa kesulitan untuk mendeteksi apakah nelayan tertentu itu pengguna bom atau tidak. Bila tertangkap di tengah laut, biasanya mereka buru-buru buang peralatan bom. Seandainyapun tidak sempat dibuang, mereka masih bisa berkilah, karena bom ikan tidak akan diketemukan dalam keadaan sudah jadi, masih harus dirakit. Umumnya bisa ditebak, apabila di kapal nelayan tersebut diketemukan kompresor, hampir pasti mereka adalah pengguna bom ikan. Selain itu, perdagangan material bom ikan juga tertutup dan rapi sekali. Mereka punya jaringan perdagangan yang rapi sekali. Tidak mudah membongkar jaringan perdagangan ilegal itu. Pihak aparat keamanan biasanya mendeskripsikan kalau praktek mengebom menimbulkan suara yang keras dan airnya tinggi sekali, serta diameter cendawan air yang ditimbulkan bisa mencapai 10 meter, dan pasti saja karang- karangnya hancur kena getarannya. Bagi mereka bom sama bahayanya dengan potassium sianida, yakni mematikan karang-karang. Dalam kategori mereka, bom lebih menghancurkan karang-karang secara langsung dibandingkan bius. Praktek penggunaan bom ikan selalu di belakang petugas keamanan, memanfaatkan waktu lengah petugas keamanan. Mereka tahu itu benda terlarang. Apalagi sekarang marak teror bom dan kecelakaan akibat mercon. Sesungguhnya bom ikan benda yang berbahaya, yang sudah terbukti menjadi penyebab kecelakaan di laut bahkan merenggut nyawa si nelayan. Bagi pihak keamanan bom ikan tidaklah tepat sebagai alat tangkap, dan dari segi kriteria teknologi pun tidaklah tepat digolongkan alat tangkap ikan. Mereka merujuk kepada pendapat para ahli dari universitas bahwa bom ikan akan menyebabkan karang-karang hancur. Padahal terumbu karang adalah rumah ikan. Bila karang punah, ikan juga akan pergi semua. Pemerintah melarang karenanya. Selain itu, bom ikan juga bisa disalahgunakan untuk hal-hal yang menjurus kriminal. Solusinya adalah dengan memperketat pengawasan yang menjadi tugas kepolisian dan TNI-AL. Pihak DKP dan Pemda seharusnya mencarikan jalan keluar baik berupa alternatif pekerjaan lain atau alat tangkap lain. Alternatif jenis pekerjaan baru jauh lebih baik, karena kalau alat tangkap alternatif tidak bisa menjamin kesejahteraan, mereka akan kembali menggunakan bom ikan. Teknologi bom ikan memang hasilnya banyak sekali, dan alat tangkap lain tidak ada yang sebanyak itu.

7.4.3 Pendapat pemanfaat perikanan

Bom ikan sudah dikenal nelayan turun temurun semenjak jaman kolonial Belanda dulu. Bentuk dan bahan bom ikan mengalami perubahan terus menerus. Bom yang sekarang diperoleh dari belajar pada nelayan Taiwan yang ditangkap oleh polisi dan beristirahat di pulau Barrang Lompo. Pada saat di pulau itulah mereka mengajarkan kepada penduduk setempat bagaimana cara membuat bom ikan ala mereka. Jenis bom ini terbukti lebih ampuh dari segi ledakan, hasil, dan sumbunya tidak mudah mati ketika sudah masuk dalam air. Menurut mereka hasil tangkapan ikan cukup saja, tergantung nasib dan kepandaian Punggawa Laut mencari ikan. Pekerjaan nelayan bom ikan ini diakui mereka sebagai ilegal. Mereka mengakui memperoleh bahan pembuat bom melalui perdagangan ilegal yang sangat rahasia dan tertutup sifatnya. Para nelayan enggan menceritakan karena kuatir akan berakibat tertutupnya usaha mereka. ”Kita melindungi Punggawa, karena dari merekalah kita hidup, ” ujar seorang nelayan Pa’es. ”Pendapat pemerintah itu beda dengan pendapat nelayan. Kalau pemerintah selalu bilang bom menghancurkan karang. Kita juga perhatikan nasib anak cucu kita nanti. Padahal tidak, kalau bom harus selalu meledak di atas ikan, kalau di bawah ikan, ikan tidak mati. Bom biasa diledakkan dekat-dekat dengan permukaan. Kalau bom sampai jatuh di karang, itu kesalahan, biasa si sawi dimarahi, karena harga bom mahal dan memang karang hancur. Nelayan biasa cari sasaran di dekat pasir. Kalau ikan jatuh di pasir mudah diambil hanya 1 jam saja, kalau di karang tangan bengkak-bengkak tergores-gores lama 5 jam baru selesai ,” tutur seorang Punggawa Pa’es. Beberapa nelayan yang ditemui mengatakan kalau orang menggunakan bom ikan jauh dari pulau, tetapi lokasi pencarian ikan memang dekat dengan karang taka yang dalamnya hanya sekitar 5 - 25 meter. Mereka menangkap ikan bukan di area terumbu karang, karena akan sulit dan tubuh bisa terluka bila mengambil ikan yang jatuh di karang akibat ledakan bom ikan. Orang biasa meledakkan bom ikan di permukaan air tepat di atas area pinggir-pinggir terumbu karang yang berupa hamparan pasir dan batu-batu. Bom meledak jangkauan getarannya antara 5 - 6 meter 4 depa ke kanan-kiri, atas-bawah. Kalau nelayan yang melempar bom salah ambil sumbu, misalnya sumbu bom terlalu panjang, maka bom akan jatuh ke dasar laut, dan tidak menimbulkan getaran yang mematikan ikan. Biasanya si nelayan akan dimarahi oleh punggawa, karena berarti membuang-buang bom ikan saja tanpa hasil, padahal harga bom ikan sangat mahal bagi nelayan. Kalau bom ikan jatuh tepat di atas karang barulah akan meledakkan karang dengan kerusakan hanya sekitar ½ - 1 meter. Kalau hanya 2 depa di atas karang tidak akan menghancurkan karang. Misalnya kalau ada orang menyelam ke dalam laut, kita lempar bom, asal tidak mengenainya langsung tidak apa-apa, apalagi kalau kepala orang tersebut ada di atas air. Bagi nelayan sesungguhnya menyetop pemboman dalam sehari saja bisa, ”asal mau stop barang-barang itu seperti detonator lopis dan pupuk”, kata seorang nelayan Pa’es. Pemerintah ternyata membuka terus gudang pupuk dan kepolisian membiarkan terus lopis keluar. Nelayan melihat bahwa pemerintah dan aparat keamanan bersikap ambivalent mendua, di satu sisi mereka tidak menyetujui penggunaan bom ikan, tapi mereka pulalah yang mengejar keuntungan melalui adanya praktek kenelayanan destruktif ini, dengan memungut ’uang polisi’ dan dana untuk pembangunan rent seeker. Persepsi nelayan kalau orang mengebom, akan datang ikan-ikan untuk makan ikan-ikan kecil yang mati, yang berarti akan makin banyak ikan di tempat tersebut, sehingga orang lain dari pulau terdekat berkata : ”ambil-ambil saja” , sebaliknya praktek penggunaan potasa akan menyebabkan karang dan tanaman serta makanan ikan mati bahkan juga anak-anak ikan, warna karang jadi putih bleaching, sehingga seringkali orang yang melakukan potasa akan dikejar-kejar orang dengan menggunakan parang. Contohnya pada saat riset ini berlangsung, beberapa nelayan Pulau Barrang Lompo marah dan mencari-cari pelakunya dengan membawa senjata parang, badik karena perairan di sekitar Barang Caddi dan Bonetambung dipenuhi dengan potasa. Potassium sianida bagi mereka jahat sekali. Pernah ada LSM, perwakilan walikota dan polairud tahun 2002-an menyuruh berhenti sama sekali pemakaian bom, maka dijawab oleh para nelayan bahwa mereka senang kalau bisa berhenti mengebom. ”... tapi bagaimana makan kami, biaya pendidikan anak kami. Bila kami diberi pekerjaan, tidak usah yang terlalu besar gajinya, asal cukup untuk makan saja, hari ini juga kami akan berhenti,” kata penduduk dalam menyampaikan harapannya.

7.5 Pembahasan