Metodologi Perikanan berkelanjutan Perilaku Para Pihak Dalam Kegiatan Penangkapan Ikan Di Pulau Barrang Lompo (Makassar) dan Transformasi Menuju Perikanan Berkelanjutan

bisa diupayakan melalui empat aspek, yakni : enterpreneurship, patron-klien, etika lingkungan dan modal sosial. DF yang berpengaruh positif terhadap enterpreneurship akan diproses untuk positif juga terhadap SF. DF yang berpengaruh negatif terhadap Patron klien akan diubah menjadi positif yang mendukung SF. Kenelayanan destruktif yang berpengaruh negatif terhadap etika lingkungan akan ditransformasikan supaya menjadi pro lingkungan. Begitu juga, pengaruh DF yang negatif terhadap modal sosial akan diupayakan melalui serangkaian pemberdayaan untuk menjadi positif dan mendukung SF, bahkan menjadikan nelayan lokal sebagai pihak yang mempromosikan kenelayanan berkelanjutan.

2.2 Metodologi

Metode utama yang digunakan untuk menyelesaikan Bab 2 ini adalah ’studi literatur’, dengan memanfaatkan literatur pribadi, literatur dari perpustakaan dan lembaga penelitian Universitas Hasanuddin, literatur dari beberapa perpustakaan yang ada di lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, perpustakaan IPB LSI, dan beberapa artikel yang diperoleh melalui penelusuran internet. Buku-buku maupun berbagai artikel tersebut kami pilah-pilah berdasarkan topik-topik yang diperlukan dalam disertasi ini, yaitu : perikanan berkelanjutan, etika lingkungan, patron-client dan eksploitasi sosial, modal sosial dan pendekatan pasca strukturalis, serta enterpreneurship.

2.3 Perikanan berkelanjutan

Menurut Martasuganda 2002 yang dimaksud dengan teknologi penangkapan ikan yang berwawasan lingkungan adalah upaya sadar dan berencana dalam menggunakan alat tangkap yang dipergunakan untuk mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi atau mengganggu dari lingkungan hidup. Jadi disini persoalannya bukan hanya method sesuatu alat tangkap akan tetapi juga manner dari teknologi tersebut dipergunakan Brandt, 1984. Salah satu contoh yang dikemukakannya adalah berkaitan dengan penggunaan alat tangkap jaring insang gillnet, maka ada beberapa kriteria penting yang harus dipenuhi : 1 Mengutamakan keselamatan di atas segalanya, baik pada waktu operasi maupun dalam hal menangani hasil tangkapan 2 Melakukan seleksi terhadap ikan yang akan dijadikan target tangkapan atau ikan yang layak tangkap baik dari jenis maupun ukuran dengan cara membuat desain dan konstruksi alat yang disesuaikan dengan jenis ukuran dari habitat perairan yang akan dijadikan target tangkapan dengan demikian diharapkan bisa meminimumkan hasil tangkapan sampingan yang tidak diinginkan 3 Melepaskan kembali habitat perairan yang masih belum layak tangkap dan habitat perairan yang dilindungi 4 Pengoperasian jaring insang di suatu kawasan perairan yang dioperasikan pada siang hari harus dilengkapi dengan pelampung tanda yang dilengkapi dengan bendera atau bendera dan radar reflector pemantul gelombang radar, sedangkan baik di perairan umum untuk yang dioperasikan pada malam hari, pelampung tanda sebaikny dilengkapi dengn pelampung cahaya light buoy atau pelampung cahaya dan radar reflector yang tujuannya agar kapal yang akan lewat bisa menghindari alat yang sedang dipasang. 5 Tidak memakai mesh size yang dilarang berdasarkan SK Menteri Pertanian No. 607KPBUM91976 butir 3, ukuran mata jarring di bawah 25 mm dengan toleransi 5 dilarang untuk dipergunakan. 6 Tidak melakukan kegiatan usaha penangkapan di perairan atau di daerah penangkapan ikan yang sudah dinyatakan overexploited, di kawasan konservasi yang dilarang, di daerah perairan yang telah dinyatakan tercemar dengan logam berat dan di kawasan perairan lainnya yang dinyatakan terlarang. 7 Tidak melakukan pencemaran lingkungan memasukkan mahluk hidup, zat energi dan atau komponen lain ke dalam lingkungan yang akan mengakibatkan berubahnya tatanan lingkungan, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Sebagai contoh, tidak membuang alat tangkap jaring bekas atau potongan-potongan jaring atau benda lain bahan bakar bekas pakai seperti oli, bensin, bahan kimia dan benda lainnya. 8 Apabila karena sesuatu sebab jaring insang tertinggal atu hilang di perairan, sebaiknya diusahakan untuk dicari agar tidak menimbulkan atau terjadinya Ghost Fishing yang akan berdampak terhadap potensi sumberdaya yang ada. 9 Sesekali mengadakan kegiatan back fish campaign baik di perairan umum maupun di perairan pantai, untuk menanamkan arti pentingnya memelihara lingkungan yang harus diperlihara Selain aturan-aturan yang telah disebutkan di atas, untuk terselenggaranya usaha penangkapan yang berwawasan lingkungan berjalan secara berkesinambungan, sebaiknya Pemerintah atau pihak pembuat kebijakan dalam usaha perikanan memberlakukan aturan-aturan sebagai berikut : 1 Mengadakan penutupan daerah penangkapan yang tercemar dengan logam berat sampai daerah penangkapan terbebas dari pencemaran 2 Mengadakan penutupan daerah penangkapan pada waktu suatu jenis ikan atau hewan air mengadakan reproduksi di suatu perairan 3 Memberlakukan batasan waktu untuk daerah penangkapan sampai potensi yang ada pulih kembali 4 Mengadakan restocking dengan cara membudidayakan dan penangkaran Monintja 2000 menyatakan bahwa kriteria untuk teknologi penangkapan ikan ramah lingkungan TPIRL adalah : 1 Selektivitas tinggi 2 Tidak destruktif terhadap habitat 3 Tidak membahayakan nelayan operator 4 Menghasilkan ikan bermutu baik 5 Produk tidak membahayakan kesehatan konsumen 6 Minimum hasil tangkapan yang terbuang 7 Dampak minimum terhadap keanekaragaman sumberdaya hayati 8 Tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah 9 Diterima secara sosial Lebih lanjut, kriteria untuk kegiatan penangkapan ikan berkelanjutan menurut Monintja 2000 ialah : 1 Menerapkan TPIRL seperti diantaranya tidak menangkap ikan yang dilindungi dan seharusnya kegiatan penangkapan ikan tersebut adalah legal 2 Jumlah hasil tangkapan tidak melebihi TAC jumlah tangkapan yang diperbolehkan 3 Menguntungkan 4 Investasi rendah hemat modal 5 Penggunaan bahan bakar minyak rendah 6 Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku Beberapa pasal Code of Conduct for Responsible Fisheries yang berkaitan dengan masalah penggunaan teknologi tangkap destruktif ini tertuang dalam artikel 8. Adapun artikel 7 dan 10 menegaskan tentang pentingnya pengelolaan perikanan berkelanjutan . Article 7 : Fisheries Management 7.1.1. Negara-negara dan semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan perikanan, melalui suatu kerangka kebijakan hukum dan kelembagaan yang tepat, harus mengadopsi langkah konservasi jangka panjang dan pemanfaatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan. Langkah-langkah konservasi dan pengelolaan, baik pada tingkat lokal, nasional, subregional atau regional, harus didasarkan pada bukti terbaik yang tersedia dan dirancang untuk menjamin kelestarian jangka panjang SDP pada tingkat yang dapat mendukung pencapaian tujuan dari pemanfaatan yang optimum, dan mempertahankan ketersediaannya untuk generasi kini dan mendatang; pertimbangan-pertimbangan jangka pendek tidak boleh mengabaikan tujuan ini. 7.1.8. Negara-negara harus mengambil langkah untuk mencegah atau menghapus penangkapan ikan yang melebihi kapasitas dan harus menjamin bahwa tingkat upaya penangkapan adalah sepadan dengn pemanfaatan sumberdaya ikan yang lestari sebagai suatu cara menjamin keefektifan langkah konservasi dan pengelolaan. 7.6.6. Pada saat memutuskan mengenai pemanfaatan, konservasi dan pengelolaan sumberdaya perikanan, pengakuan yang sepatutnya harus diberikan sessuai dengan hukum dan peraturan perundangan nasional kepada praktek tradisional, kebutuhn dan kepentingan penduduk asli serta komunitas nelayan setempat yang sangat tergantun kepada SDP untuk matapencaharian mereka. 7.6.7 Dalam mengevaluasi alternatif langkah konservsi dan pengelolaan, hemat biaya dan dampak sosialnya harus dipertimbangkan. 7.6.9.Negara-negara harus mengambil langkah yang tepat untuk meminimumkan limbah, ikan buangan, hasil tangkapan oleh alat tangkap yang hilang atau ditelantarkan, hasil tangkapan bukan spesies target baik ikan maupun bukan, dan dampak negatif terhadap spesies terkait atau dependent species khususnya spesies yang terancam punah. Jika perlu langkah tersebut bisa mencakup langkah teknis yang berkaitan dengan ukuran ikan, ukuran mata jaring atau alat tangkap, ikan buangan, musim dan kawasan tertutup serta zona yang dicadangkan untuk perikanan terpilih, khususnya perikanan artisanal. Langkah tersebut harus diberlakukan, jika perlu, untuk melindungi juvenile dan induk pemijah. Negara dan organisasi dan tatanan pengelolaan perikanan, sejauh bisa dipraktekkan, harus menggalakkan pengembangan dan penggunaan alat tangkap dan teknik- teknik yang selektif, aman lingkungan dan hemat biaya Article 8 : Fishing Operations 8.1.1. Negara-negara harus menjamin bahwa hanya operasi penangkapan ikan yang diizinkan oleh Negara tersebut dilakukan di dalam perairan yurisdiksi Negara tersebut dan bahwa operasi penangkapan itu dilaksanakan dengan cara yang bertanggungjawab 8.4.2. Negara-negara harus melarang praktek penangkapan ikan dengan bahan peledak dan racun serta penangkapan ikan yang merusak lainnya. Article 10 : Integration of Fisheries into Coastal Area Management 10.1.1. Negara-negara harus menjamin suatu kerangka kebijakan, hukum dan kelembagaan yang tepat, diadopsi untuk mencapai pemanfaatan sumberdaya yang lestari dan terpadu dengan memperhatikan kerentanan ekosistem pesisir dan sifat terbatasnya sumberdaya alamnya serta keperluan komunitas pesisir 10.1.3. Negara-negara harus mengembangkan kerangka kelembagaan dan hukum seperlunya dalam rangka menetapkan pemanfaatan yang mungkin menyangkut sumberdaya pesisir dan mengatur akses ke sumberdaya tersebut dengan memperhatikan hak nelayan pesisir dan praktek turun temurun yang serasi dengan pembangunan yang berkelanjutan.

2.4 Etika lingkungan