Perumusan Strategi Pengembangan Usaha tani CLS

4.5.2. Perumusan Strategi Pengembangan Usaha tani CLS

Berdasarkan hasil analisis fungsi produksi dan fungsi keuntungan usaha tani padi, analisis kelayakan finansial dan ekonomi, analisis peran kelembagaan petani dapat diketahui bahwa usaha tani pola CLS merupakan pola alternatif dalam penerapan pembangunan pertanian secara berkelanjutan. Usaha tani pola CLS mampu meningkatkan produksi dan produktivitas usaha tani, meningkatkan pendapatan dan melestarikan sumber daya alam dan lingkungan. Hal ini sejalan dengan pendapat Salikin K.A. 2003 bahwa sistem pertanian masa depan adalah sistem pertanian berkelanjutan yang diindikasikan dengan tingkat produksi yang terus meningkat dengan biaya yang konstan atau menurun. Guna merumuskan pengembangan usaha tani pola CLS di masa mendatang, terlebih dahulu dilihat potensi pengembangan CLS di Indonesia. Pulau Jawa dapat dijadikan sebagai contoh gambaran sumberdaya lahan sawah dan ternak sapi yang sangat potensi dikembangkan CLS. Kegiatan pertanian pola CLS dengan mengintegrasikan usaha tani padi dengan penggemukan ternak sapi potong sudah berkembang terutama di Provinsi Jawa Tengah, DI Yogyakarta dan Jawa Timur, sedangkan di Provinsi Jawa Barat belum berkembang, tetapi memiliki potensi yang besar untuk dikembangkanditerapkan usaha tani pola CLS. Secara keseluruhan lahan sawah yang berpotensi untuk dikembangkan usaha tani pola CLS di Pulau Jawa cukup tersedia, dimana luas lahan sawah sebanyak 2,87 juta hektar. Luas panen padi sawah di Pulau Jawa pada tahun 2003 seluas 4,70 juta hektar atau 45,24 dari luas panen padi di Indonesia dengan kontribusi terhadap produksi gabah nasional mencapai 25,46 juta ton gabah atau sebesar 51,56 Deptan, 2004. Dilihat dari kontribusi produksi gabah dan luas panen tersebut terlihat bahwa rata-rata produksi gabah di Pulau Jawa lebih tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Sedangkan produktivitas gabah di Pulau Jawa rata- rata sebesar 5,23 tonha lebih tinggi dibangdingkan dengan rata-rata nasional sebesar 4,25 tonha. Bahkan di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur produktivitas gabah mencapai lebih dari 5,35 tonha. Limbah padi yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak adalah dedak, merang dan jerami. Bila diasumsikan produksi dedak kasar dan halus sebesar 6,5 dari produksi gabah, maka potensi pakan ternak dari dedak di Pulau Jawa sebanyak 1,88 juta ton dan bila produksi jerami 6 tonhamusim diperkirakan produksi jerami sebanyak 34,5 juta ton pertahun, maka bahan baku jerami sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak sapi potong di Pulau Jawa. Demikian pula apabila dilihat potensi ternak sapi potong, dimana populasi sapi potong di Pulau Jawa pada tahun 2003 sebanyak 4,31 juta ekor. Populasi sapi potong tersebut mencapai 40,3 dari populasi ternak nasional dan sebagian besar berada di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur Deptan, 2004. Dari populasi ternak 5 juta ekor akan diperoleh kotoran sekitar 136,9 ribu ton perhari, berat kering pupuk lebih dari 22,8 ribu ton perhari, sehingga produksi pupuk setiap tahunnya diperkirakan 7,9 juta ton. Bila tanaman padi membutuhkan pupuk kandang per hektar sebesar 1,5 ton.musim tanam 2 kali musim tanam pertahun, maka produksi pupuk kandang tersebut mampu mencukupi kebutuhan pupuk seluas 2,63 juta hektar atau sekitar 90 dari luas lahan sawah di Pulau Jawa. Potensi sumberdaya pertanian tersebut sampai sekarang belum dikembangkan secara baik, dan apabila dikembangkan secara tepat akan berdampak positif terhadap pendapatan petani, menggerakan perekonomian dan kelestarian lingkungan. Untuk itu diperlukan terobosan melalui gerakan nasional pembangunan pertanian berkelanjutan melalui pemanfaatan sumberdaya lokal dan meminimalisir penggunaan input dari luar. Berdasarkan hasil analisis indek dan status keberlanjutan usaha tani pola CLS ada 13 atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen. Selanjutnya atribut-atribut tersebut dijadikan sebagai faktor penting dalam perumusan kebijakan dan strategi pengembangan usaha tani pola CLS pada masa yang akan datang. Atribut–atribut yang menjadi faktor penting dalam perumusan kebijakan dan skenario strategi pengembangan usaha tani pola CLS adalah: 1 Sistem pemeliharaan ternak sapi, 2 Kepadatan ternak sapi, 3 Tingkat penggunaan pupuk dan pestisida, 4 Pemanfaatan jerami untuk pakan ternak sapi, 5 Pemanfaatan limbah ternak sapi, 6 Frekuensi konflik, 7 KelembagaanKelompok tani, 8 Jumlah rumahtangga CLS, 9 Persepsi masyarakat terhadap CLS, 10 frekwensi penyuluhan dan pelatihan, 11 Lembaga keuangan, 12 Kelayakan finansial-ekonomi dan 13 Subsidi. Selanjutnya faktor-faktor penting tersebut didefinisikan dan dideskripsikan evolusi kemungkinannya di masa depan. Pada Tabel 16 disajikan kondisi faktor-faktor kuncipenentu pengembangan usaha tani pola CLS dengan berbagai keadaan state untuk setiap faktor dan program atau tindakan yang perlu dilaksanakan sehingga nilai indeks keberlanjutan usaha tani pola CLS dapat ditingkatkan lebih tinggi dari kategori sebelumnya, yaitu menjadi kategori “baik” atau “cukup” berkelanjutan. Tabel 16. Kondisi skor 13 dari 26 atribut yang sensitif berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen. Dimensi dan Atribut Kondisi Skor ProgramTindakan

I. Dimensi ekologi

1. Tingkat penggunaan pupuk pestisida kimia Melebihi standar Kurangi penggunaan pupuk pestisida kimia 2. Pemanfaatan limbah ternak sapi untuk pupuk kandang sebagian besar dimanfaatkan Tingkatkan dengan cara meningkatkan jumlah petani ikut menerapkan CLS 3. Pemanfaatan limbah jerami untuk pakan ternak sapi Sebagian besar dimanfaatkan Tingkatkan dengan cara meningkatkan jumlah petani ikut menerapkan CLS 4. Sistem Pemeliharaan ternak sapi 10 yang diumbarliar Terapkan pengelolaan ternak secara intensif 5. Kepadatan ternak ekor ternak 1000 orang Sangat padat Pengelolaan dengan intensif dengan sarana yang mendukung

II. Dimensi Ekonomi

6. Kelayakan finansialekonomi Untung layak Pertahakantingkatkan kelayakannya 7. Lembaga keuangan bankkredit Ada tapi menjangkau sebagian kecil petani. Tingkkatkan akses petani memperoleh permodalan 8. Besarnya subsidi sedikit Kurangihapus subsidi dengan kompensasi perbaiki infrastruktur dan regulasi III. Dimensi Sosial-Budaya 9. Jumlah rumah tangga petani CLS 25-50 dari total jumlah rumah tangga di Sragen Sosialisasi kepada petani non CLS 10. Frekwensi konflik Tidak ada Pertahankan agar tidak terjadi konflik 11. Persepsiperan masyarakat dalam usaha tani CLS Positif Pertahankan mendukung pola CLS 12. Frekwensi penyuluhan dan pelatihan Sekali dalam setahun Tingkatkan penyuluhan dan pelatihan 13. KelembagaanKelompok tani 75 punyamenjadi anggota kelompoktani Tingkatkan jumlah keanggotaan kelompoktani. Hasil analisis prospektif pada Gambar 32 menunjukkan terdapat empat faktor kunci yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha tani Pola CLS, yaitu 1 kelembagaankelompok tani, 2 subsidi, 3 tingkat penggunaan pupuk pestisida, dan 4 pemanfaatan jerami untuk pakan ternak. Empat faktor tersebut merupakan faktor-faktor yang memiliki pengaruh yang besar terhadap tujuan pengembangan usaha tani Pola CLS dan ketergantungan antar faktor tersebut rendah. Disamping itu ada lima faktor penghubung stake, dimana faktor tersebut memiliki pengaruh dan ketergantungan yang tinggi adalah: 1 sistem pemeliharaan, 2 lembaga keuangan, 3 frekwensi penyuluhan dan pelatihan, 4 pemanfaatan limbah ternak, dan 5 kelayakan finansialekonomi. Faktor-faktor kunci ini perlu mendapat perhatian dalam perumusan kebijakan