Pendekatan Analisis Kelembagaan Petani Pendekatan Analisis Status Keberlanjutan dan Analisis Prospektif

sensitivitas adalah sifat responsif terhadap variabel atau parameter yang mengalami perubahan baik kualitas atau kuantitas. Manfaat dan biaya pada umumnya bersifat peka atau responsif terhadap berbagai macam variabel sehingga penerimaan dan pengeluaran itu sendiri juga mengalami perubahan. Perubahan tersebut pada umumnya dikatagorikan dari sikap penganalisis menjadi tiga sikap yaitu sikap optimis, moderat, dan pesimis. Untuk mengatasi perubahan maka digunakan alat analisis sensitivitas atau analisis kepekaan. Analisis sensitivitas merupakan analisis untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada sesuatu perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya atau benefit. Kadariah 1988 mengatakan bahwa analisis sensitivitas perlu sekali diperhitungkan karena analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Yang perlu diperhatikan dalam analisis sensitivitas antara lain: 1 terdapatnya kenaikan dalam biaya konstruksi, 2 perubahan harga produksi dan 3 mundurnya waktu implementasi. Perubahan harga berupa penurunan harga jual produksi gabah dan daging sapi serta kenaikan biaya produksi terutama pupuk dan pakan ternak diperkirakan berpengaruh terhadap NPV, net BC ratio dan IRR karena komponen tersebut merupakan bagian yang terbesar dari arus manfaat dan biaya dalam usaha tani pola CLS.

2.2.3. Pendekatan Analisis Kelembagaan Petani

Dalam analisis aspek sosial budaya difokuskan dengan pendekatan kelembagaan petani yang menempatkan sumberdaya manusia SDM sebagai motor penggerak pembangunan. Pendekatan ini secara konsepsional sesuai dengan kondisi di negara sedang berkembang yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi Tonny, 1988. Aspek manajemen dan kelembagaan petani perlu mendapat perhatian. Perbaikan kinerja kelembagaan perlu dilakukan secara terus-menerus dan menyeluruh sehingga kelembagaan petani mampu melayani anggotanya secara optimal. Pendekatan kelompok merupakan wadah penting sebagai penunjang keberhasilan, dengan berkelompok dapat dilakukan tindakan kolektif sehingga tercapainya efisiensi. Menurut Norman Uphoff 1986 dalam Syahyuti 2003 keberhasilan pengembangan kelembagaan akan bergantung pada kapasitas pelaksanaannya dan kelembagaan yang sudah terbentuk existing condition. Pendekatan pengembangan kelembagaan dapat dilakukan secara individual dengan introduksi pengetahuan, kesadaran dan perilaku, maupun melalui pengorganisasian dengan fokus pada aspek peran-peran, struktur dan prosedur. Dalam usaha tani pola CLS terdapat beberapa jenis kegiatan yang akan lebih efisien apabila dilaksanakan secara berkelompok seperti kegiatan pengandangan ternak, pengelolaan kompos dan lainnya.

2.2.4. Pendekatan Analisis Status Keberlanjutan dan Analisis Prospektif

Konsep pembangunan berkelanjutan bersifat multi disiplin karena banyak dimensi pembangunan yang harus dipertimbangkan, antara lain dimensi ekologi, ekonomi, sosial- budaya, hukum dan kelembagaan. Walaupun banyak pendapat ahli memberikan persyaratan pembangunan berkelanjutan dengan aspek-aspek yang hampir sama tetapi dengan cara dan pendekatan yang berbeda. Di bidang pertanian menurut Suryana et al. 1998, konsep berkelanjutan mengandung pengertian, bahwa pengembangan produk pertanian harus tetap memelihara kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup guna menjaga keberlanjutan pertanian dalam jangka panjang lintas generasi inter-generational sustainability. Pembangunan pertanian juga harus mengindahkan aspek kelestarian lingkungan sehingga pemilihan teknologi dan pengelolaannya tidak hanya didasarkan pada keuntungan sesaat jangka pendek. Teknologi ramah lingkungan yang sudah banyak dikembangkan dan telah digunakan, antara lain Pengendalian Hama Terpadu PHT dan Pengelolaan Tanaman Terpadu PTT. Pembangunan pertanian berkelanjutan memerlukan penerapan Good Agricultural Practices GAP yang pada dasarnya menekankan pada penggunaan low external input. Pola CLS merupakan salah satu kegiatan pertanian organik dengan sistem usaha tani terpadu dimana dilakukan masukan teknologi rendah dan memanfaatkan sumber daya lokal didaur ulang secara efektif Sutanto, 2002a. Pertanian pola CLS diharapkan dapat menjamin suatu pola usaha tani stabil dan lestari karena mengembangkan keterkaitan antara limbah padi diolah menjadi pakan ternak dan kotoran ternak diolah menjadi pupuk organik kompos sebagai siklus utama meningkatkan produktivitas padi dan ternak. Upaya peningkatan produktivitas lahan dan efisiensi usaha tani melalui pola CLS dilakukan melalui penerapan teknologi inovatif, optimalisasi sumber daya lahan dan tenaga kerja, serta mebangun kelembagaan usaha bersama Wein Simei, 1998 dalam Prasetyo, et al 2001. Integrasi pola CLS mencakup tiga jenis kegiatan usaha tani yang saling berkaitan yaitu 1 budidaya ternak, 2 budidaya padi serta 3 pengelolaan jerami dan kompos. Inovasi yang dikembangkan dalam budidaya ternak mencakup pengandangan ternak secara berkelompok, aplikasi budidaya ternak termasuk strategi pemberian pakan, pengelolaan dan pemanfaatan kotoran ternak menjadi kompos tanaman padi. Pengembangan budidaya padi sawah irigasi melalui teknologi pengelolaan, penyimpanan dan peningkatan kualitas jerami sebagai pakan ternak. Pengomposan adalah proses mengubah limbah organik menjadi pupuk organik melalui kegiatan biologi pada kondisi yang terkontrol Sutanto, 2001a. Tujuan pengomposan adalah mengurai bahan organik yang dikandung bahan limbah, menekan timbulnya bau busuk, membunuh benih gulma dan organisme yang bersifat pathogen dan sebagai produknya berupa pupuk organik yang sesuai untuk diaplikasikan di lahan pertanian. Manfaat penggunaan pupuk kompospupuk organik memperbaiki kesuburan tanah, sedangkan kelemahan pupuk organik adalah diperlukan jumlah yang banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara pertanaman, bersifat ruah dalam pengangkutan maupun aplikasi di lapangan, dan dapat menimbulkan kekahatan unsur hara bila bahan organik yang diberikan belum cukup matang Sutanto, 2001a. Penerapan konsep pembangunan berkelanjutan dalam suatu kegiatan pembangunan menjadi lebih komprehensif untuk menilai statustingkat keberlanjutan. Dengan demikian usaha tani pola CLS dapat dikatakan berkelanjutan jika memenuhi kriteria dari masing-masing dimensi dari konsep pembangunan berkelanjutan yaitu dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial-budaya. Suatu usaha tani pola CLS disebut memenuhi syarat berkelanjutan dilihat dari dimensi ekologi jika pola CLS dapat meminimalisir penggunaan input kimia dari luar, memanfaatkan sumberdaya yang ada dengan mengolah limbah ternak menjadi kompos dan mengolah limbah jerami menjadi pakan ternak. Dengan demikian, atribut yang dapat digunakan untuk mencerminkan keberlanjutan dimensi ini adalah tingkat pemanfaatan limbah peternakan untuk pupuk organik dan limbah pertanian untuk pakan ternak, instalasi pengelolaan limbah di rumah potong hewan RPH dan lain-lain. Usaha tani pola CLS dikatakan memenuhi dimensi ekonomi dalam konsep pembangunan berkelanjutan bila mampu menghasilkan produksi secara berkesinambungan, meningkatkan pendapatan petani, penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya berbagai kegiatan usaha pendukung. Dengan demikian, atribut ekonomi yang dapat mencerminkan keberlanjutan dari dimensi ini adalah kelayakan usaha dari aspek finansial dan ekonomi, tingkat penerimaan petani, kontribusi terhadap pendapatan asli daerah PAD, dan lain-lain. Usaha tani pola CLS dikatakan memenuhi dimensi sosial-budaya, bila pola tersebut dapat mendukung pemenuhan kebutuhan dasar pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan, terjadi pemerataan pendapatan, terbukanya kesempatan berusaha secara adil, serta terdapat akuntabilitas serta partisipasi masyarakat. Dengan demikian atribut sosial-budaya yang dapat mencerminkan keberlanjutan dari dimensi ini antara lain adalah pemahaman masyarakat yang tinggi terhadap lingkungan, bekerja dalam kelompok, frekuensi penyuluhan dan pelatihan dan lain-lain. Karena kondisi yang demikian akan mampu mendorong ke arah keadilan sosial dan mencegah terjadinya konflik kepentingan. Oleh karena itu pengelolaan sumberdaya yang berbasis pada masyarakat lokal harus dapat dipertahankan. Dari uraian sebelumnya, semakin jelas bahwa tujuan pembangunan pertanian berkelanjutan pola CLS bersifat multidimensi multiobjective yaitu mewujudkan kelestarian sustainability baik secara ekologis, ekonomi, dan sosial-budaya. Implikasinya memang menjadi kompleks jika dibandingkan dengan usaha tani pola monokultur yang hanya mengejar produksi pertanian. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari pertanian terpadu pola CLS ini antara lain: meningkatkan produktivitas gabah dan daging, meningkatkan populasi ternak sapi, meningkatkan pendapatan petani dan pendapatan daerah, meningkatkan produktivitas dan kelestarian lahan, meningkatkan lapangan kerja baru dengan mengolah kompos, meningkatkan keharmonisan kehidupan sosial dan menyehatkan lingkungan.

2.2.5. Hasil-hasil Penelitian Sebelumnya