Dampak Penggunaan Pupuk Kandang Terhadap Produksi Padi

Berdasarkan analisis fungsi keuntungan diperoleh hasil bahwa usaha tani padi pola CLS telah memberikan keuntungan maksimum bagi petani, yang berarti pertimbangan harga input secara keseluruhan telah dialokasikan secara optimal. Pencapaian tingkat keuntungan maksimum tidak hanya ditentukan oleh tingkat produksi, tetapi juga harga input dan output. Dalam kaitannya dengan harga input dan output, selama ini pemerintah melakukan intervensi penetapan harga input-output guna melindungi petani karena posisinya yang lemah dalam pasar input dan output. Hal ini sejalan dengan pedapat Anthony Giddens 2000 bahwa kita membutuhkan mekanisme pasar, tetapi juga kita masih memerlukan peran pemerintah. Dengan demikian diketahui bahwa antara model fungsi produksi padi sawah dan model fungsi keuntungan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana variabel input benih, urea, sewaperawatan alat dan mesin, serta pajak mempengaruhi produksi, demikian pula harga input benih, urea dan pajak mempengaruhi keuntungan usaha tani padi sawah. Variabel dummy luas lahan dan pola usaha tani mempengaruhi produksi dan keuntungan usaha tani padi sawah. Berdasarkan pendugaan model fungsi produksi padi pola CLS terlihat bahwa usaha tani pola CLS memberikan harapan bagi petani lahan sempit untuk meningkatkan produktivitas usaha taninya.

4.2.4. Dampak Penggunaan Pupuk Kandang Terhadap Produksi Padi

Perbedaan utama antara usaha tani pola CLS dan non CLS adalah penggunaan pupuk kandang. Sebagai indikasi awal adanya perbedaan nyata antara usaha tani pola CLS dan non CLS dapat dilihat dari model fungsi produksi padi sawah gabungan, dimana variabel dummy pola usaha tani D 2 dengan nilai koefisien sebesar 0,236 memberikan isyarat bahwa dengan menerapkan usaha tani pola CLS menyebabkan tingkat teknologi petani meningkat dan dapat meningkatkan produksi padi sebesar 23,6 dibandingkan produksi padi dari pola non CLS. Fokus perhatian analisis pada model fungsi produksi padi pola CLS adalah melihat pengaruh penggunaan pupuk kandang yang ditunjukkan oleh nilai koefisienelastisitas dari model fungsi produksi padi sawah pola CLS seperti pada persamaan 16 dengan nilai koefisien penggunaan pupuk kandang Pk terhadap produksi padi Qpc sebesar +0,125 yang berarti bahwa peningkatan penggunaan input pupuk kandang sebesar 10 dengan asumsi variabel lain konstan, akan meningkatkan produksi padi sebesar 1,25 . Beberapa manfaat penggunaan kompos dalam jangka panjang mampu meningkatkan N, P, K dan Si tanah, disamping itu juga mampu meningkatkan aktivitas mikrobia penyemat nitrogen melalui peningkatan kandungan bahan organik tanah yang mudah terdekomposisi, meningkatkan pembentukan agregat yang stabil dan pertukaran kation Wada, 1981 dalam Sutanto, 2002a. Pemberian pupuk kandang dapat meningkatkan dan mempertahankan keanekaragaman dan kehidupan organisme tanah. Bahan organik merupakan sumber energi bagi kehidupan organisme tanah. Pemberian pupuk pada tanah dapat meningkatkan cacing tanah dari 13.000 ekorhektar menjadi 1 juta ekorhektar Poniman, et al, 2003. Meskipun pupuk kandang banyak memberikan keuntungan, tetapi pemakaiannya di lapangan juga harus memperhatikan kondisi setiap jenis bahan orgnik yang dikandungnya. Penggunaan pupuk organik yang tidak tepat juga bisa mencemari lingkungan. Dengan demikian harus diketahui jenis bahan organik, jumlah yang harus diberikan, kapan pupuk kandang digunakan secara tepat melalui teknologi diperlukan untuk men-treatment limbah organik pertanian. Menurut Rochayati, Sri, at al 2003 penggunaan pupuk organik di Korea Selatan memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Persentase agregat berukuran 1 mm atau lebih, prositas, permeabilitas, pH, kandungan bahan organik dan KTK meningkat, sebaliknya bulk density dan kekerasan tanah berkurang dengan pemberian pupuk organik. Selanjutnya dikatakan efisiensi penggunaan pupuk di lahan sawah perlu terus ditingkatkan sehingga penggunaan pupuk dapat lebih rasional dan efisien berdasarkan analisis tanah, sifat-sifat tanah dan kebutuhan tanaman serta faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Perimbangan pupuk organik dan pupuk nonorganik yang tepat menyebabkan tanaman tumbuh optimal dan produksi meningkat. Berdasarkan penelitian Sutardi et al 2002 jumlah pupuk anorganik yang tinggi tidak berpengaruh terhadap peningkatan produksi, namun yang menentukan tingkat produksi adalah perimbangan pupuk organik dan anorganik dengan perlakuan kurang 30 atau 105 kgha Urea, 45 kgha SP-36, dan 30 kgha KCL dengan perimbangan pupuk organik 2,5 tonha. Faktor genetik juga menentukan berat gabah pertanaman. Keseimbangan pupuk dengan perbandingan 30 persen pupuk kimia merupakan sistem usaha tani dengan teknologi akrab lingkungan yang berdampak terhadap peningkatan keamanan produk pertanian serta menghasilkan produk organik. Pemanfaatan pupuk kandang akan mampu mengurangi kandungan logam berat Cadmium dalam tanah melalui mekanisme penghelatan sehingga mudah diserap oleh tanaman. Penelitian di Maharassta dan Bihar dimana penggunaan pupuk kandang dan kompos sebanyak 1,26 ton.ha dapat meningkatkan hasil gabah 100 kgha dan di Orissa meningkatkan hasil 216 kgha Grag et al., 1971 dalam Sutanto, 2002a serta pemanfaatan berbagai jenis kompos untuk tanaman kacang dan jagung ternyata memperoleh hasil yang lebih tinggi daripada menggunakan pupuk kimiawi sesuai dengan dosis anjuran. Menurut Juanda, et-al 2003 perbaikan rekomendasi teknologi pemupukan melalui pemetaan status har P dan K lahan sawah mutlak diperlukan, karena merupakan kunci dalam upaya menciptakan swasembada pangan. Lebih lanjut dikatakan dengan melakukan pemupukan sesuai hasil analisis tanah, maka dapat dihemat biaya sebesar Rp. 242.884.600-Rp. 315.715.500,-musim untuk pembelian pupuk SP-36 dan Rp. 337.115.100,-musim tanam untuk pembelian pupuk KCL. Simulasi hubungan antara penggunan pupuk kandang dan besarnya penambahan produksi padi dilakukan dengan asumsi ceteris paribus ditampilkan dalam bentuk kurva pengaruh penggunaan pupuk kandang terhadap penambahan produksi padi sawah pola CLS seperti Gambar 19. Gambar 19. Pendugaan Produktivitas Padi sawah Pola Non CLS Terhadap Peningkatan Produksi Padi 50 100 150 200 250 300 350 400 0.25 0.75 1.25 1.75 2.25 2.75 3.25 3.75 4.25 4.75 5.25 5.75 6.25 6.75 7.25 7.75 8.25 8.75 Penggunaan pupuk kandang tonha Peningkatan produksi padi kg Berdasarkan Gambar 19 dapat diketahui bahwa peningkatan pupuk kandang sampai dengan 6,75 tonha masih mampu meningkatkan produksi padi secara signifikan. Namun demikian penggunaan pupuk kandang yang berlebihan berakibat tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi padi. Hal ini sejalan dengan pendapat Pakpahan 1980 bahwa faktor produksi yang memberikan respon terpenting terhadap produksi padi adalah luas garapan dan pupuk organik. Hasil penelitian Puslitanak 2004 menyatakan penggunaan pupuk kandang sampai 5.000 kghektar masih mampu meningkatkan produksi padi. Dengan demikian, dapat direkomendasikan agar penggunaan pupuk kandang per satuan luas dapat ditingkatkan dengan memperhatikan standar teknis kebutuhan hara dan luas pengusahaan pola CLS dalam skala ekonomi. Guna menentukan besarnya kebutuhan hara menurut wilayah, maka diperlukan pemetaan kondisi unsur hara menurut wilayahagro-ecosystem. Pemakaian pupuk kandang sebagai pupuk organik bukan merupakan hal baru dalam sistem usaha tani, namun penggunaan pupuk kandang untuk memupuk tanaman dan menjaga kesuburan tanah secar besar-besaran di kalangan petani masih sangat terbatas. Kendala yang dihadapi oleh masyarakat pengguna pupuk kandang adalah masih terbatasnya persediaan pupuk kandang, proses pengomposan memakan waktu dan masih sedikitnya instalasi pengomposan baik milik pemerintah maupun masyarakat. Dengan memperhatikan trend dunia dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia dan lebih mengedepankan kesuburan berkelanjutan yang ramah lingkungan serta ketersediaan bahan baku limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai pupuk melimpah, maka perlu ditingkatkan gerakan sosialisasi dan penyuluhan pemanfaatan pupuk organik dan mengembangkan usaha tani pola integrasi spesifik lokasi. 4.3. Kelayakan Finansial Dan Ekonomi Usaha Tani 4.3.1. Kelayakan Finansial Usaha tani Pola CLS dan Non CLS Dalam analisis tingkat kelayakan finansial usaha tani pola CLS maupun non CLS menggunakan kriteria kelayakan nilai NPV, BC rasio dan IRR. Berdasarkan analisis finansial usaha tani pola CLS nilai NPV sebesar Rp. 24,6 juta, nilai IRR pada OCC 12 sebesar 28,86 dan BC rasio sebesar 1,45. Sedangkan analisis finansial usaha tani non CLS nilai NPV sebesar Rp. 8,4 juta, nilai IRR sebesar 19,38 dan BC rasio sebesar 1,22. Baik usaha tani pola CLS maupun non CLS layak dilihat dari nilai NPV, IRR BC rasio, namun tingkat kelayakan usaha tani pola CLS lebih tinggi dibandingkan dengan non CLS. Sehingga dari ke tiga kriteria investasi tersebut dalam analisis finansial dapat disimpulkan bahwa usaha tersebut adalah layak secara finansial seperti terlihat pada Lampiran 14 dan 15. Sebagai perbandingan beberapa penelitian mengenai kelayakan finansial adalah penelitian pola padi-ternak di Laos pada lahan dataran rendah dengan kepemilikan rata- rata 4,4 ekor sapiKK dan dataran tinggi dengan 7,2 sapiKK, diperoleh hasil bahwa pendapatan dari usaha ternak mampu memberikan kontribusi terhadap total pendapatan usaha tani masing-masing sebesar 46 dan 56 DLVS 1993dalam Devendra,et al, 1997. Pola integrasi usaha tani yang dilakukan di Malaysia sebagian besar berupa integrasi antara tanaman perkebunan karet dan kelapa sawit dan ternak domba dengan hasil mampu memberikan keuntungan sebesar Rp.2,56 juta per farm Devendra, et al, 1997. Demikian pula berdasarkan hasil penelitian dari BPTP LitbangDepartemen Pertanian pada usaha tani padi-ikan-itik di Subang secara finansial memberi keuntungan Rp.889.000 – Rp.1,16 juta per musim. Sementara penelitian integrasi ternak-padi dengan pola tanam IP-300 di Yogyakarta tahun19992000 meningkat pendapatan petani 100 bila dibandingkan dengan padi tanpa ternak, dimana sekitar 40 dari hasil tersebut diperoleh dari pupuk organik. Hasil-hasil penelitian tersebut secara keseluruhan menyatakan bahwa pola integrasi dapat meningkatkan pendapatan petani dengan kisaran antara 40 samapai dengan 100 dari usaha tani pola konvensional. Hasil penelitian Litbang Departemen Pertanian tahun 2002 yang dilakukan pada beberapa Provinsi menunjukkan bahwa produksi usaha tani pola padi-ternak meningkat berkisar antara 0,20 – 0,55 ton per hektar. Pendapatan dari usaha tani padi pada pola integrasi padi-ternak di Grobogan pertahun sebesar Rp. 2,45 jutahektar dengan BC rasio 2,2 Prasetyo, et al 2001. Hasil penelitian ini memberikan kesimpulan penerimaan dari usaha penggemukan lebih tinggi dibandingkan dengan hasil studi ternak sapi potong di Provinsi Jawa Timur dimana tingkat penerimaan per bulan berkisar Rp.38.124ekor ternak, di Lampung berkisar antara Rp.29.466 sampai Rp.68.808ekor ternak Adnyana, et al 1999. Hal yang membedakan besarnya penerimaan diduga adalah jenis ternak sapi yang dikembangkan, teknik pengolahan ternak dan sistem pemasarannya. Penelitian Umiyasih, et al 2002 di Jawa Timur dimana diperoleh nilai RC rasio berkisar antara 2,17 samapi 3,30 Selain ternak, usaha alternatif yang menguntungkan petani adalah pembuatan kompos. Dilihat dari tingkat teknologi proses pembuatan kompos dan pemasarannya kompos cukup bervariasi diantara para petani pola CLS. Ada petani yang mengolah kompos dan dikemas dengan baik dan masih ada dengan ala kadarnya saja, sehingga terdapat perbedaan tingkat pendapatan dari kompos yang dihasilkan dan kemampuan memasarkan. Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa selain usaha tani padi, guna meningkatkan penerimaan petani dilakukan dengan mengembangkan usaha ternak sapi potong dan usaha pengolahan limbah ternak menjadi pupuk kandang kompos. Hasil Pengalaman empiris menunjukkan bahwa integrsai padi-ternak merupakan satu alternatif mengatasi masalah usaha sapi potong dalam menghasilkan bakalan sekaligus membantu meningkatkan efisiensi dan pendapatan petani padi. Bila pengembangan diarahkan kepada perbaikan sistem agribisnis maka integrasi ini lebih relevan, namun perlu dikaji sistem dan jenis ternak yang cocok di suatu wilayah. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa secara finansial usaha tani pola CLS lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha tani pola konvensional atau monokultur.

4.3.2. Kelayakan Ekonomi Usaha tani Pola CLS dan Non CLS