Karakteristik Responden Keragaan Lokasi Penelitian 1. Keadaan Umum Kabupaten Sragen

kelamin, umur dan kondisi ternak. Mekanisme penentuan harga dilakukan dengan sistem taksiran. Pemasaran ternak sapi berlangsung secar dinamis, harga selalu berfluktuatif. Kondisi ini berkaitan langsung dengan permintaan dan penawaran. Harga tinggi biasa terjadi pada saat menjelang hari raya Idul Adha, namun sebaliknya harga turun ketika kebutuhan sangat mendesak dan harus menjual ternak misal kebutuhan biaya sekolah, paceklik, pakan, hajatan dan lain-lain.

4.1.5. Karakteristik Responden

Karakteristik petani responden menurut pola usaha tani CLS dan non CLS yang meliputi umur petani, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, mata pencaharian utama, lama berusaha tani dan struktur penguasaan lahan. Umur dan Pendidikan Responden Karakteristik umur responden yang tercakup dalam penelitian ini rata-rata berumur 45 tahun. Berarti dapat dikatakan bahwa petani yang tercakup dalam penelitian ini mayoritas masih didominasi oleh petani usia produktif. Hal ini bisa dibenarkan, bahwa kriteria umur produktif adalah berkisar antara 15-60 tahun. Pada pola usaha tani CLS responden yang berusia produktif sebesar 94,55 , sedangkan yang berusia lanjut sebesar 5,45 responden. Petani dengan katagori usia produkstif tersebut akan lebih mendorong dalam keberhasilan usaha taninya. Sedangkan bila dilihat lebih rinci, sebagian besar responden berumur pada kisaran antara 40-44 tahun sebesar 29 orang atau 26,36 dan 50-54 tahun sekitar 21,82 Gambar 13. Gambar 13. Prosentase Tingat Umur Responden Selain kategori petani produktif atau non produktif sangat menentukan keberhasilan usaha taninya, faktor pendidikan juga mempengaruhi petni dalam mengelola usaha taninya. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka wawasannya semakin meningkat, dengan demikian akan semakin mudah menerima inovasi teknologi. Responden pada penelitian ini masih didominasi oleh petani dengan pendidikan SD, yakni sebanyak 51 orang atau 46,36 . Dominasi ke dua oleh petani dengan tingkat pendidikan SMA hanya 31 orang atau 28,18 , sedangkan petani dengan tingkat pendidikan SMP hanya 17 orang atau 15,45 . Petani dengan tingkat pendidikan sarjana hanya sebanyak 2 orang atau 1,82 . Walaupun secara keseluruhan, petani yang masuk sebagai responden pada penelitian ini pernah mengenyam pendidikan, namun ada sekitar 9 petani atau 8,18 tidak mengenyam pendidikan. Hal ini mengindikasikan masih rendahnya kualitas sumber daya manusia petani yang mengakibatkan rendahnya adopsi teknologi sebagai ukuran respon petani terhadap perubahan teknologi tersebut. Rincian jumlah petani responden berdasarkan kelompok tingkat pendidikan disajikan pada Gambar 14. Gambar 14. Prosentase Tingkat Pendidikan Responden 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-60 +60 Kelompok Umur 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 Tidak sekolah SD SLTP SLTA Sarjana Pendidikan Tanggungan Keluarga Responden Beban yang ditanggung oleh kepla keluarga seringkali dicerminkan oleh banyaknya anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. Walaupun usaha tani dari keluarga petani dikatagorikan menguntungkan, namun bila jumlah keluarga yang ditanggungnya cukup besar maka tingkat kesejahteraannyapun dapat terganggu. Responden dalam termasuk katagori keluarga sedang, dimana pada pola CLS rata-rata jumlah anggota keluarga responden sebanyak 5 orang dan non CLS sebanyak 4 orang. Prosentase terbanyak keluarga seluruh responden memiliki jumlah keluarga sebanyak empat orang yakni sebesar 38,18 , kemudian diikuti jumlah keluarga lima orang sebesar 24,55 dan tiga keluarga sebesar 20,91 . Gambar 15. Prosentase Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Anggota keluarga sangat penting artinya sebagai faktor produksi tenaga kerja dalam berusaha tani, sehingga tidak perlu mengeluarkan uang tunai untuk membayar upah tenaga kerja. Rata-rata kontribusi tenaga kerja keluarga dalam kegiatan usaha tani, baik yang berpola CLS maupun non CLS mencapai 96,50 . Ini salah satu indikasi masih tingginya oeran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja, yang tidak terserap pada sektor non pertanian. Jenis Pekerjaan dan Lama Berusaha Tani Walaupun umumnya responden di wilayah kajian bekerja sebagai petani rata-rata sekitar 89,02 , akan tetapi ada juga yang memiliki kegiatan kerja lainnya seperti swasta, PNS dan buruh masing-masing sekitar 2,81 , 5,85 dan 2,33 . Hal ini menunjukkan 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jumlah anggota orang makin pentingnya sektor pertanian sabagai lapangan kerja di luar sektor industri dan jasa. Jika dikaji menurut komposisinya, maka kegiatan responden pada usaha tani pola CLS disamping bertani adalah swasta dan buruh berturut-turut 3,44 dan 0,32 , serta responden pola non CLS adalah swasta 2,17 dan buruh 4,34 . Pengalaman berusaha tani juga nerupakan satu faktor penentu produktivita. Rata- rata responden di wilayah kajian telah berusaha tanu cukup lama yaitu sekitar 17,05 tahun. Akan tetapi, jika ditinjau berdasarkan distribusinya, pengalaman responden pada pola CLS telah berpengalaman berusaha tani cukup lama 22,25 tahun dibandingkan dengan non CLS yang hanya sekitar 11,85 tahun. Fenomena ini mengindikasikan bahwa respon petani terhadap pola usaha tani CLS cukup bagus, sehingga pola ini akan bisa dijadikan alternatif pengembangan pertanian berkelanjutan di masa mendatang. Rata-rata responden pada pola CLS telah mengusahakan usaha tani pola CLS berkisar antara tahun 1999-2003, namun ada enam responden telah menerapkan CLS antara tahun 1980- 1990 an. Status Penguasaan Lahan Sebagian studi yang dilakukan selama ini sering tidak mengkaji lebih dalam mengenai status penguasaan lahan pertanian. Padahal isu penting pembangunan pertanian saat ini adalah menciutnya lahan pertanian akibat tekanan pembangunan sektor lain yang membutuhkan lahan. Oleh karena itu, dalam studi ini ditinjau status penguasaan lahan bagi petani, baik usaha tani pola CLS maupun Non CLS. Pemilikan lahan yang diidentifikasi dalam kajian ini adalah lahan milik dan lahan sewa. Jika dilihat dari banyaknya responden pola CLS yang mengelola lahan milik sendiri 73,33, lahan milik sendiri sekaligus menyewa lahan 11,11, dan menyewa lahan 15,56. Sebagian besar responden 75,0 yang menyewa lahan dengan lahan lebih luas adri 0,5 hektar dan sisanya 25,0 responden dengan luas ≤0,5 hektar. Bila ditelusuri lebih jauh luas lahan sewa tersebut berkisar 0,3 – 0,5 hektar dan tidak ada yang menyewa lahan ≤ 0,3 hektar, yang berarti petani melakukan efisiensi produksi dengan tidak menyewa lahan yang kurang dari 0,3 hektar. Keragaan usaha tani di lokasi penelitian terlihat penggunaan benih padai bervariasi antara pola CLS dan non CLS dengan kisaran antar 27,33 kgha sampai 36,84 kgha. Penggunaan benih tersebut lebih tinggi dibanding standar teknis benih yang direkomendasikan yaitu 25 kgha. Penggunaan pupuk urea pada pola non CLS cukup tinggi dengan kisaran 324,56-424,43 kgha hampir sama untuk pola serupa berdasarkan hasil penelitian Puslitanak di Jawa lainnya. Penggunaan pupuk urea yang direkomendasikan untuk Kabupaten Sragen sebesar 250 kgha. Pada pola CLS penggunaan pupuk urea lebih rendah dibandingkan dengan pola CLS yaitu berkisar antara 268,70 kgha samapai 366,18 kgha, namun diikuti dengan pemanfaatan pupuk kandang berkisar antara 1,25 tonha sampai 1,89 tonha. Pada sisi yang lain penggunaan pupuk TSP pada pola CLS sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan non CLS dan keduanya masih diatas standar penggunaan TSP sebesar 150 kgha, sedangkan penggunaan pupuk kimia KCL, ZA, dan lainnya berkisar antara 71,12 kgha sampai 126,88 kgha. Dilihat dari produktivitas rata-rata untuk pola CLS yaitu 6,28 tonha lebih tinggi 9,27 di atas produktivitas pola non CLS. Secara rinci penggunaan sarana usaha tani dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penggunaan Sarana Produksi dan Produksi Usaha tani Pola CLS Keragaan Usaha tani pola CLS dan Non CLS Rerata CLS Rerata Non CLS CLS 0.5ha 0.5ha Non CLS 0.5ha 0.5ha bibit kgha 31.66 27.33 35.98 34.83 36.84 32.82 Urea kgha 317.44 366.18 268.70 374.50 424.43 324.56 TSP kgha 178.84 189.10 168.58 164.85 154.87 174.82 pupuk kimia lain kgha 85.29 99.45 71.12 123.67 126.88 120.45 Pupuk kandang kgha 1,570.10 1,253.70 1,886.50 - - - Pestisida ltha 1.20 1.12 1.27 1.29 1.29 1.28 Produksi kgha 6,284.62 6,047.17 6,522.07 5,751.64 5,637.63 5,865.64 4.2. Analisis Fungsi Produksi Dan Keuntungan Usaha Tani Padi Sawah 4.2.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Padi Sawah Langkah pertama yang dilakukan guna memperoleh model fungsi produksi adalah melakukan uji beda nyata untuk mengetahui perbedaan rata-rata tingkat produksi dari usaha tani padi pola CLS dan non CLS dengan hasil disajikan pada Lampiran 13. Berdasarkan uji-t tingkat produksi dengan asumsi variannya sama diketahui bahwa nilai t- hitung sebesar 4.186 signifikan pada taraf keyakinan 1 yang berarti terdapat perbedaan nyata antara tingkat produksi padi pola CLS dan non CLS. Demikian pula berdasarkan uji-t tingkat produktivitas diketahui bahwa nilai t-hitung sebesar 4.632 signifikan pada taraf keyakinan 1 yang berarti terdapat perbedaan nyata antara produktivitas usaha tani padi pola CLS dan non CLS. Pendugaan model fungsi produksi padi dilakukan dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas yang dimodifikasi ke dalam bentuk logaritma. Variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi adalah penggunaan benih, pupuk urea, TSP, KCL, pupuk kandang, pestisida, tenaga kerja, tingkat pendidikan petani, umur petani, pengalaman bertani, sewa alsin, pajaksewa lahan, dummy luas lahan ≤0,5 hektar atau 0,5 hektar dan dummy pola usaha tani CLS atau non CLS, sedangkan variabel terikatnya adalah produksi padi. Setelah dilakukan pengolahan data dengan Statistical Product and Service Solution SPSS ternyata tidak semua variabel bebas mampu menghasilkan model yang terbaik. Setelah dilakukan eksplorasi masing-masing variabel bebas terhadap variabel terikat, penapisan variabel bebas dengan step-wise, maka variabel bebas penggunaan benih, pupuk urea, KCL, sewapenyusutan alsin, tenaga kerja, pajaksewa lahan, dummy luas lahan dan dummy pola usaha tani menghasilkan pendugaan model fungsi produksi padi yang terbaik. Perhatian utma pendugaan fungsi produksi padi adalah melihat pengaruh dummy pola usaha tani terhadap intercep fungsi produksi padi sawah yang dicerminkan dari nilai kepekaan produksi padi terhadap perbedaan pola usaha tani. Hasil pendugaan fungsi padi sawah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 . Pendugaan Model Fungsi Produksi Padi Sawah Gabungan No Variabel Bebas Koefisien β Nilai uji t Prob. T 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kons tanta á Penggunaan Benih P b Penggunaan Urea P u Penggunaan KCl P c Sewapenyusutan alsin P s Upak kerja U k Pajak T x Dummy luas lahan D 1 Dummy pola usaha tani D 2 7,688 0,295 -0,119 0,246 -0,114 0,164 0,140 0,177 0,236 8,404 4,055 -2,173 3,742 -2,292 2,261 4,818 3,286 4,259 0,000 0,000 0,033 0,000 0,024 0,026 0,000 0,001 0,000 Keterangan: Variabel terikat Produksi Padi Q p R 2 = 0,801 F hit = 42,208 Sumber: Olahan data primer. Dari semua data-data pada variabel bebas telah diolah dengan program SPSS, ternyata variabel-variabel bebas tersebut memiliki koefisien dengan tanda benar +-, berada dalam batas yang masuk akal dan memenuhi persyaratan asumsi-asumsi statistik. Selanjutnya, hasil pendugaan fungsi produksi padi harus memenuhi sifat Best Linier Unbiased Estimator BLUE. Pengujian terhadap validitas asumsi klasik dilakukan apakah terjadi pelanggaran asumsi berupa multikolinearitas dan keteroskedastisitas. Mengingat data yang dikumpulkan berupa data cross section dan bukan data time series, maka tidak dilakukan uji statistik Durbin Watson DW untuk meluhat apakah terjadi autokorelasi. Heteroskedastisitas terjadi bila variabel gangguan tidak mempunyai varians yang sama untuk semua observasi, akibatnya penaksir OLS tetap tidak bias tetapi tidak efisien. Multikolinearitas adalah keadaan dimana satu atau lebih variabel bebas dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari varibale bebas lainnya saling mempengaruhi. Untuk mendeteksi dilihat dari nilai adjusted R 2 dan F. Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap penggunaan benih secara keseluruhan. Bila nilai F 0 berarti variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi penggunaan benih. Jika R 2 dan F tinggi sedangkan nilai t-statistik banyak yang tidak signifikan berarti terjadi multikolinearitas. Kejadian multikolinier yang tinggi mempengaruhi ketepatan pendugaan parameter secara individu, namun pendugaan kombinasi linier dari parameter-parameter dapt diduga dengan tepat. Keberadaan multikolinier antar variabel bebas di dalam model fungsi produksi tidak melanggar asumsi kekonsistenan suatu parameter dugaan. Model pendugaan fungsi produksi padi sawah pada persamaan 15. log Q p = 7,688 + 0,295 log P b - 0,119 log P u + 0,246 log P c - 0,114 log P s + 0,164 log T k + 0,140 log T x + 0,177 D 1 + 0,236 D 2 .......................... 15 R2 = 0,801 F hit = 42,208 Model produksi padi sawah pola CLS menunjukkan bahwa model baik dengan nilai koefisien R 2 0,801. Model mampu bekerja dengan baik apabila nilai R 2 cukup tinggi yang berarti keragaman variabel bebas mampu menjelaskan perilaku variabel terikat produksi padi, dengan demikian model ini mampu menjelaskan garis regresi secara baik. Hal ini berarti bahwa variasi besar kecilnya perubahan variabel produksi padi dapat dijelaskan oleh variasi perubahan variabel-variabel bebas sebesar 80,10 . Sedangkan sisanya sebesar 19,90 dari variasi perubahan variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas dalam model. Untuk melihat pengaruh variabel bebas secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel terikat dapat dilihat dari nilai uji F. Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai F- hitung diperoleh sebesar 42,208 Nilai F tersebut pada taraf keyakinan 1 menunjukkan hasil signifikan yang berarti minimal ada satu variabel bebas mempengaruhi variabel terikat produksi padi swah. Untuk mengetahui masing-masing variabel bebas mempengaruhi variabel terikat analisi dengan uji t. Uji t dilakukan untuk melihat signifikansi pengaruh suatu variabel bebas terhadap variabel terikat, dengan menganggap variabel bebas yang lain tetap. Uji t dengan signifikansi sebesar 10 menunjukkan bahwa variabel dummy pola usaha tani CLS atau non CLS D 2 dengan koefisien sebesar 0,236 berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi padi Q p yang berarti penerapan pola CLS petani responden menggeser intercep fungsi produksi rata-rata sebesar 0,236 unit ke atas dari fungsi produksi rata-rata petani responden yang tidak menerapkan pola CLS. Hasil penelitian ini menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Suretno 2002 di Lampung Tengah yang nyata bahwa penggunaan kompos dapat meningkatkan produksi padi 15,06 dibandingkan pola konvensional. Variabel bebas penggunaan benih, KCL, tenaga kerja dan pajaksewa lahan berpengaruh positif secara signifikan terhadap produksi padi. Variabel pajaksewa lahan mengindikasikan bahwa petani penggarappenyewa mengusahakan lahannya untuk memperoleh produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani pemilik. Sedangkan variabel bebas penggunaan pupuk urea dan sewapenyusutan alat dan mesin pertanian secara signifikan berpengaruh negatif terhadap produksi, hal ini dimungkinkan akibat penggunaan pupuk urea per hektar sudah terlampau tinggi yaitu rata-rata 345,97 kgha. Demikian pula besarnya sewa alat dan mesin pertanian menyebabkan petani mengolah lahannya sendiri dengan sekedarnya sehingga berpengaruh terhadap penurunan produksi. Pendugaan produktivitas padi berdasarkan model fungsi produksi padi sawah pola gabungan terlihat bahwa model pendugaan produktivitas padi tanpa menggunakan variabel dummy variabel luas lahan D 1 =0 hasilnya mendekati keragaan kondisi nyata di lapangan dimana antara garis pendugaan dan garis aktual saling berhimpitan. Sedangkan pendugaan dengan menggunakan variabel dummy luas lahan D 1 =1 terlihat bahwa garis pendugaan jauh di atas garis aktual yang berarti produktivitas usaha tani padi sawah baik pola CLS maupun non CLS akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya skala luas usaha tani. Besarnya koefisien elastisitas D 1 = 0,177 menunjukkan penerapan usaha tani dengan skala lahan yang luas meningkatkan produksi 17,7 . Pendugaan produktivitas usaha tani padi sawah pada Gambar 16. Gambar 16. Pendugaan Produktivitas Padi Sawah Apabila dirinci dengan membedakan model fungsi produksi padi sawah menurut usaha tani, maka model fungsi produksi padi dari usaha tani pola CLS dapat dilihat pada Tabel 6 dan usaha tani non CLS pada Tabel 7. 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 16.00 1 5 9 13 17 21 25 29 33 37 41 45 49 53 57 61 65 69 73 77 81 85 89 93 Produktivitas tonha Aktual D1 = 1 D1 = 0 Tabel 6 . Model Fungsi Produksi Padi Sawah Pola CLS No Variabel Bebas Koefisien β β Nilai uji t Prob. T 1 2 3 4 5 6 7 8 Kons tanta á Penggunaan Benih P b Penggunaan Urea P u Penggunaan TSP P t Penggunaan KCl P c Pupuk Kandang P k Upah Kerja U k Dummy Luas Lahan D 1 5,396 0,488 -0,109 0,098 0,131 0,125 0,113 0,171 6,006 5,484 -1,161 0,993 2,081 2,633 1,676 3,470 0,000 0,000 0,251 0,325 0,042 0,011 0,099 0,001 Keterangan: Variabel terikat Produksi Padi Q pc R 2 = 0,831 F hit = 39,302 Sumber: Olahan data primer Berdasarkan hasil analisis model fungsi produksi padi pola CLS diperoleh nilai R 2 sebesar 0,831 yang berarti variasi besar kecilnya perubahan variabel produksi padi pola CLS dapat dijelaskan oleh variasi perubahan penggunaan benih, urea, TSP, KCL, pupuk kandang, upah dan dummy luas lahan sebesar 83,10 , sedangkan sisanya sebesar 16,90 dari variasi perubahan variabel terikat tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas. Hasil uji F sebesar 39,302 menunjukkan nyata pada taraf keyakinan sebesar 1 yang berarti minimal ada satu variabel bebas mempengaruhi produksi padi pola CLS. Model pendugaan fungsi produksi padi sawah pola CLS seperti pada persamaan 16. log Q pc = 5,396 + 0,488 log P b - 0,109 log P u + 0,098 log P t + 0,131 log P c + 0,125 log P k + 0,113 log T k + 0,171 D 1 ......................................16 R2 = 0,831 F hit = 39,302 Berdasarkan hasil uji-t pada taraf keyakinan 5 variabel bebas penggunaan benih, KCL, pupuk kandang dan dummy luas lahan secara signifikan mempengaruhi produksi padi pola CLS, variabel bebas upah kerja signifikan pada taraf keyakinan 10 , sedangkan variabel penggunaan pupuk urea dan TSP tidak nyata mempengaruhi produksi padi. Peningkatan penggunaan benih berdampak positif terhadap produksi padi, dengan demikian walaupun harga benih meningkat, petani tetap menggunakan benih. Tingkat penggunaan benih di lokasi penelitian sudah relatif tinggi yaitu rata-rata 33,24 kgha. Jumlah ini 32,97 lebih tinggi dari dosis yang dianjurkan 25 kgha. Tingginya dosis penggunaan benih ini kemungkinan disebabkan petani kawatir bahwa dosis anjuran tidak mencukupi kebutuhan, daya tumbuhnya kurang, atau menginginkan kepadatan tanaman padi yang lebih tinggi. Acuan rekomendasi takaran pemupukan di areal sistem usaha pertanian padi sawah irigasi di Jawa Tengah adalah 215 kgha urea, SP36 75 kgha, KCL 50 kgha, dan tidak menggunakan ZA kasryno, 1998, sedangkan acuan penggunaan pupuk di Sragen 250 kgha urea, TSP 150 kgha, KCL 75 kgha. Nilai elastisitas penggunaan faktor produksi benih, pupuk, tenaga kerja pada penelitian ini ternyata tidak jauh berbeda engan hasil penelitian Basri, et al 1993 di Sumatera Barat menunjukkan bahwa faktor produksi bibit dan pupuk berperan besar terhadap produksi gabah, dimana nilai elastisitas bibit terhadap produksi gabah berkisar antara 0,12 sampai 0,99; elastisitas pupuk antara 0,27 sampai 0,52; elastisitas pestisida – 0,10; elastisitas tenaga kerja antara –0,10 sampai 0,33; dan elastisitas luas lahan terhadap produksi gabah antara –0,54 samapai 0,66. Dengan menggunakan gambar kurva produksi, posisi penggunaan variabel benih, KCL, pupuk kandang dan tenaga kerja berada pada daerah rasional penggunaan input produksi. Pendugaan produktivitas padi berdasarkan model fungsi produksi padi sawah pola CLS terlihat bahwa model pendugaan produktivitas padi tanpa menggunakan variabel dummy luas lahan D 1 = 0 hasil pendugaan mendekati kondisi aktual di lapangan dimana antara garis pendugaan dan garis aktual saling berhimpitan. Sedangkan pendugaan dengan menggunakan variabel dummy luas lahan D 1 = 1 terlihat garis pengudaan berada sedikit di atas garis aktual yang berarti produktivitas usaha tani padi sawah pola CLS memberikan harapan bagi petani berlahan sempit dapat meningkatkan produktivitas padi dengan memperbaiki manajemen usaha tani berdasarkan skala luas usaha tani. Guna mencapai skala ekonomi kemungkinan dapat dilakukan dengan pendekatan kelompok, konsolidasi lahan petani, pemberian pinjaman untuk menyewa lahan, maupun perluasan lahan. Pendugaan produktivitas usaha tani padi sawah pola CLS pada Gambar 17 . Gambar 17. Pendugaan Produktivitas Padi Sawah Pola CLS Pada model fungsi produksi pola non CLS seperti pada Tabel 7 diperoleh nilai R 2 sebesar 0,792 yang berarti bahwa variasi besar kecilnya perubahan variabel produksi padi pola non CLS dapat dijelaskan oleh variasi perubahan variabel penggunaan pestisida, urea, TSP, KCL, upah kerja dan dummy luas lahan sebesar 79,20 , sedangkan sisanya sebesar 10,80 dari variasi perubahan variabel terikat tidak dapat dijelaskan oleh variabel bebas dalam model. Hasil uji F diperoleh sebesar 13.936 menunjukkan nyata pada taraf keyakinan sebesar 1 berarti minimal ada satu variabel bebas mempengaruhi produksi padi pola CLS. Tabel 7 . Model Fungsi Produksi Padi Sawah Pola non CLS No Variabel Bebas Koefisien β β Nilai uji t Prob. T 1 2 3 4 5 6 7 Kons tanta á Penggunaan Benih P b Penggunaan Urea P u Penggunaan TSP P t Penggunaan KCl P c Upah Kerja U k Dummy Luas Lahan D 1 9,187 0,115 -0,146 -0,386 1,048 -0,103 0,419 4,088 0,715 -0,787 -2,096 4,002 -0,460 2,619 0,000 0,482 0,440 0,048 0,001 0,650 0,016 Keterangan: Variabel terikat Produksi Padi Q pn R 2 = 0,792 F hit = 13,936 Sumber: Olahan data primer 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 10.00 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49 52 55 58 61 64 Produktivitas tonha Aktual D1 = 1 D1 = 0 Berdasarkan hasil uji-t pada taraf keyakinan 5 variabel bebas penggunaan TSP, KCl, dummy luas lahan secara signifikan mempengaruhi produksi padi non CLS, sedangkan variabel penggunaan pestisida, pupuk urea dan tenaga kerja tidak nyata mempengaruhi produksi padi dimana nilai probability untuk masing-masing perubah berada dibawah probability nilai kritis 5. Model pendugaan fungsi produksi usaha tani non CLS pada persamaan 17 log Qpn = 9,187 + 0,115 log Pb - 0,146 log Pu - 0,386 log Pt + 1,048 log Pc – 0,103 log Tk + 0,419 D1 ................................................................17 R2 =0,792 F-hit=13,936 Pendugaan produktivitas padi berdasarkan model fungsi produksi padi sawah pola non CLS terlihat bahwa model pendugaan produktivitas padi tanpa menggunakan variabel dummy variabel luas lahan D 1 = 0 hasilnya mendekati keragaan kondisi nyata di lapangan dimana antara garis pendugaan dan garis aktual saling berhimpitan. Sedangkan pendugaan dengan menggunakan variabel dummy D 1 = 1 terlihat garis pendugaan berada jauh di atas garis aktual yang berarti produktivitas usaha tani padi sawah non CLS akan semakin meningkat seiring dengan semakin meningkatnya skala usaha tani. Kondisi demikian memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan teori maupun penelitian- penelitian pada umumnya. Pendugaan produktivitas usaha tani padi sawah pola non CLS pada Gambar 18. Gambar 18. Pendugaan Produktivitas Padi sawah Pola Non CLS

4.2.2. Pendugaan Model Fungsi Keuntungan Padi Sawah