Pengembangan Kelembagaan Usaha tani Pola CLS

kelemahan dalam hal manajemen, teknologiinovasi dan pemasaran ternaknya, sementara pihak swastapengusaha memiliki modal, kemampuan manajemen dan akses pasar dari produk padi dan ternak, sehingga apabila kedua kekuatan tersebut digabungkan akan memiliki senergi yang signifkan bagi pengembangan usaha tani pola CLS. Hal yang perlu dibenahi dalam rangka menjajagi kerjasama antara kelompoktani dengan swastapengusaha adalah detail komponen kegiatan yang dapat dikerjasamakan. Misalnya untuk usaha tani padi, pihak swasta berperan dalam penyediaan sarana produksi dan menampung hasil produksi padi, untuk itu sejak awal telah disepakati besarnya saprodi, produksi dan harga jualnya. Untuk usaha penggemukan sapi potong perlu ada pengaturan penjualan melalui pengaturan produksi. Pengaturan produksi dapat membantu dalam perencanaan penjualan maupun pembelian bakalan dan perkiraan kebutuhan modal. Produksi dapat diatur dengan memperhatikan lamanya proses produksi dengan permintaan pasar.

4.4.2. Pengembangan Kelembagaan Usaha tani Pola CLS

Keberadaan kelompoktani terlihat cenderung hanya memperkuat hubungan secara horisontal dengan jenis-jenis aktivitas anggotanya relatif sama yaitu usaha tani padi dan penggemukan ternak sapi potong dengan asumsi dapat meningkatkan posisi tawar kelompok bila anggotanya banyak, namun belum dibangun struktur kelompok yan lebih konprehenship yang menyatukan antara mereka secara vertikal sehingga lemah dalam menjalin kerja sama pihak terkait. Dengan demikian terlihat jelas dalam kelompoktani, dimana penyedia input atau bakalan ternak serta yang memasarkan hasil gabah maupun sapi potong adalah bukan kelompoktani malinkan pihak pedagangblantik. Upaya pengembangan usaha tani pola CLS lebih tepat dilakukan dengan pendekatan kelembagaan melalui kelompoktani daripada pendekatan individu. Hal ini beralasan mengingat setiap individu secara sosial akan memilih satu kelembagaan sebagai wadah kegiatannya dan tidak ada satu kegiatan yang dapat dilakukan secara bebas sama sekali. Walaupun disadari bahwa pendekatan individu melalui kontaktani atau petani yang sukses jauh lebih murah dan mudah, namun dapat melemahkan proses belajar anggota untuk memajukan kelompok. Pengembangan kelompoktani selama ini dominan perhatian pada aspek-aspek struktural dan kurang perhatian pada aspek kultural. Membangun kelembagaan tidaklah mudah dan membutuhkan waktu lama, hal ini berbeda dengan introduksi suatu teknologi yang dapat langsung diterapkan dan kelihatan hasilnya. Pada usaha tani pola CLS diperlukan pola pengandangan secara kelompok atau sering disebut “kandang komunal”, ternyata terdapat beberapa kelompok yang belum mengelola ternak secara komunal dengan alasan belum fahamnya maksud dan tujuan pengandangan secara komunal, rasa nyaman apabila ternaknya menyatu dengan rumahpekarangannya kerena persepsi sapi sebagai harta “rojo koyo” disamping kendala dana dan keterbatasan lahan untuk membangun kandang komunal. Kondisi demikian menunjukkan banyak pertimbangan petani untuk mengubah perilakunya. Sebagai teknologi yang relatif baru, penggunaan kandang kelompok memerlukan proses sosialisasi agar dapat diterimah sepenuhnya oleh petani. Salah satu persyaratan penting agar suatu inovasi dan diadopsi oleh petani adalah manfaat ekonomi. Menurut Yuwono, DM, 2003, teknik pengandangan kelompok bermanfaat dari aspek lingkungan, antara lain: mengurangi pencemaran udara bau, meningkatnya estetika lingkungan pemukiman dikarenakan kandang sapi tidak menyatu lagi dengan rumah penduduk, nyamuk menjadi berkurang, sehingga berdampak positif terhadap kesehatan petani, sedangkan dari aspek non lingkungan, penggunaan kandang kelompok menyebabkan peluang petani untuk berkomunikasi dan bertukar pikiran tentang budi daya sapi potong lebih besar, di samping nafsu makan sapi cenderung meningkat karena saling berdekatan. Dengan demikian introduksi teknologi pengandangan ternak komunal perlu pendekatan kelembagaan yang berisi nilai, norma dan kondisi sosial ekonomi lainnya. Perlu kehati-hatian dalam pengembangan kemitraan dalam kelompoktani, diperlukan skenario rancangan yang memadai, mengingat kesulitan memadukan dunia petani yang cenderung bersifat sosial dengan dunia pasar yang berorientasi bisnis. Prinsip utama kemitraan adalah adanya kemudahan akses dan kesejajaran yang adil antara satu pihak dengan yang lain. 4.5. Tingkat Keberlanjutan dan Strategi Pengembangan Usaha tani CLS 4.5.1 Indeks dan Status Keberlanjutan Usaha tani Pola CLS Hasil analisis Rap-CLS dengan menggunakan metode MDS menghasilkan nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Usaha tani Pola CLS IkB-CLS di Kabupaten Sragen adalah sebesar 53,21 pada skala sustainabilitas 0 – 100 Gambar 21. Nilai IkB-CLS sebesar 53,21 yang diperoleh berdasarkan penilaian terhadap 26 atribut yang tercakup dalam tiga dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan, mengingat nilai IkB-CLS-nya berada pada selang nilai 50 – 75 0 Nilai indeks •25 = buruk; 25 Nilai indeks• 50 = kurang; 50 Nilai indeks•75 = cukup; dan 75 Nilai indeks •100 = baik. Untuk mengetahui as pek pembangunan apa yang mas ih lemah dan memerlukan perbaikan maka perlu dilakukan analisis Rap-CLS pada setiap dimensi. D O W N U P B AD G O O D -6 0 -4 0 -2 0 2 0 4 0 6 0 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 1 2 0 Sum bu X Ste la h Rota s i: Inde k s Ke be rla njuta n S u m bu Y Se te la h R ot as In d e ks K e b e rla n ju ta n Usa h a ta n i C L S R e fe re n ce s A n ch o rs Gambar 21. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan nilai Keberlanjutan Pengelolaan Usaha tani Pola CLS di Kabupaten Sragen 53,21. Pada Gambar 21 memperlihatkan bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk setiap dimensi berbeda-beda. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan bukan berarti semua nilai indeks dari setiap dimensi harus memiliki nilai yang sama besar akan tetapi dalam berbagai kondisi daerahnegara tentu memiliki prioritas dimensi apa yang lebih dominan untuk menjadi perhatian, namun prinsipnya adalah bagaimana supaya setiap dimensi tersebut berada pada kategori “baik” atau paling tidak “cukup” status keberlanjutannya. Berdasarkan Gambar 22 nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi adalah sebesar 49,55 pada skala sustainabilitas 0–100. Jika dibandingkan dengan nilai IkB-CLS yang bersifat multi dimensi maka nilai indeks dimensi ekologi berada di bawah nilai IkB- CLS dan termasuk ke dalam kategori kurang berkelanjutan kurang: 25 Nilai indeks •50 D O W N U P B A D G O O D -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 S u m b u X S e ta lh Ro ta si: In d e ks Ke b e rla n ju ta n S u m bu Y s e te la h R o ta Indek s K eberlanjutan A s pek E k ologi R eferenc es A nc hors Gambar 22. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi sebesar 49,55. Analisis leverage dilakukan bertujuan untuk melihat atribut yang sensitif memberikan kontribusi terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi. Berdasarkan Gambar 23 , ada lima atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, yaitu: 1 sistem pemeliharaan ternak sapi potong, 2 kepadatan ternak, 3 tingkat pemanfaatan pupuk dan pestisida, 4 tingkat pemanfaatan jerami untuk pakan, dan 5 pemanfaatan limbah ternak. Sistem pemeliharaan ternak terutama dapat dilihat dari teknik pengandangan ternak. Pengadangan ternak yang dilakukan oleh petani sangat beragam, sebagian besar ternak dipelihara dengan sistem pengandangan dan hanya sebagian kecil petani mengumbar ternak sapi di kebunladang dan di waktu sore hari dikandangkan. Sistem pengandangan yang ada adalah sistem kandang ternak perorangan yang ditempatkan di sekitar atau bahkan menyatu dengan rumahnya, tetapi ada juga sistem kandang berkelompok. Guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengelolaan ternak pada usaha tani pola CLS diperlukan sistem pengandangan kelompok. Sistem perkandangan yang diterapkan dalam pola CLS menyesuaikan sistem perkandangan yang telah diterapkan oleh anggota kelompok. Pengandangan ternak yang dibangun oleh kelompoktani yang lebih maju adalah pengandangan ternak dalam satu kandang yang luas kandang komunal agar kotoran ternak terkonsentrasi dan mudah dikumpulkan dalam satu tempat, bermanfaat dalam menjaga kesehatan ternak dan kebersihan lingkungan serta meningkatkan komunikasi dan hubungan sosial antar peternak. Pengandangan ternak secara komunal juga merupakan solusi kendala keterbatasan lahan yang dimiliki petani. Populasi ternak di Kabupaten Sragen termasuk dalam katerogi sangat padat. Tingkat kepadatan populasi ternak juga menunjukkan besarnya minat petani beternak sapi potong. Banyaknya populasi ternak di Kabupaten Sragen memerlukan pengelolaan ternak sapi potong secara intensif. Kegiatan pertanian tanaman padi yang menggunakan bahan kimia pupuk dan pestisida tidak tepat dapat berdampak pada pencemaran air dan tanah. Jenis pestisida kimia pada umumnya berupa golongan 1 organokhlorin, antara lain endrin, aldrin, dieldrin, DDT, 2 organophospat, antara lain diazinon, feninthrothion, parathion, malathion dan 3 karbamat contohnya sevin. Jenis organokhlorin sudah jarang digunakan karena tingkat bahayanya tinggi, residunya persisten sekali di dalam tanah, hewan, dan jaringan tumbuhan, dan cenderung terakumulasi kedalam tubuh makhluk hidup dalam jangka waktu lama. Jenis organophospat dan karbamat bersifat mudah larut dalam air dan mudah terurai dalam lingkungan, akan tetapi jenis organophospat daya racunnya sangat tinggi dan walaupun dengan kadar yang rendahpun dapat berakibat gangguan pada organisme di dalam perairan. Pada dasarya pupuk kimia terdiri unsur nitrogen, phospor, dan potasium. Sebagian pupuk yang tidak terserap tanaman akan larut ke dalam air tanah, sungai, danau dan air laut. Senyawa nitrogen dan phospor menyebabkan eutrofikasi yaitu proses pertumbuhan tanamangulma air berkembang pesat. Senyawa nitrogen dari limbah pemupukan yang berada di dalam tanah dapat meningkatkan kadar nitrat dan nitrat di dalam tanah da air tanah. Sedangkan pupuk organik tidak mengandung bahan kimia beracun. Pencemaran air dan tanah berdampak bahaya baik bagi tanaman, hewan dan bagi manusia. Limbah pertanian yang tidak diolah dapat menurunkan kualitas lingkungan air, tanah dan udara serta berdampak bagi kesehatan manusia. Limbah pestisida dapat mengganggu kesehatan manusia yaitu syaraf otak dan menurunkan sel darah merah. Gejala keracunan pestisida antara lain pusing, sakit kepala, lemah, kejang dan lainnya. Tumpukan bahan organik berupa limbah dapat merusak estetika juga menimbulkan bau tidak sedap dan menjadi tempat berkembangnya vektor penyakit perut. Limbah yang larut dalam air menyebabkan air berwama, menjadi keruh dan dapat menurunkan pH air. Air yang mengandung nitrit dapat menyebabkan penyakit metaemoglobin, sedangkan air yang mengandung limbah organik secara tidak langsung dapat menyebabkan kenaikan BOD dan COD. Tingkat kekeruhan air yang aman adalah antara 5-25 silika, tingkat pH air yang aman untuk diminum adalah antara 6,5 sampai 9,2 sedangkan tingkat kadar nitrat dalam air tidak boleh melampaui 20 ppm Tugaswati et al, 1985. Usaha tani pola CLS juga turut mengurangi pencemaran air dan tanah, karena berkurangnya penggunaan pupuk kimia dan pestisida untuk input usaha tani. Usaha tani pola CLS mampu meningkatkan kesuburan tanah dengan cara memperkaya unsur luar dalam tanah dan menambah ketebalan humus sehingga produktivitas lahan untuk usaha tani padi dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun. Sebaliknya bila dilakukan usaha tani non CLS dimana penggunaan pupuk kimia dan pestisida tinggi maka mengakibatkan produktivitas lahan semakin menurun. Seperti halnya usaha pertanian lainnya, penggemukan sapi potong juga berdampak terhadap lingkungan baik berupa pencemaran udara maupun pencemaran air dan tanah. Sapi potong merupakan hewan herbivora yang memanfaatkan produserhasil fotosintesa untuk proses biologinya kemudian menghasilkan biomasa antara lain daging, kulit, tulang, isi rumen, tanduk, kotoran dan air kencing ternak. Manfaat kotoran ternak sapi disamping dapat digunakan sebagai pupuk kandang, juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti kayu bakar dan sekam, gas bio, pakan ternak unggas Wiryosuhanto, 1985. Secara umum manfaat pupuk kandang adalah memperbaiki keadaan fisik, kimia dan biologi tanah, berupa memudahkan penyerapan air hujan, memperbaiki daya mengikat air, mengurangi erosi, memberikan lingkungan tumbuh yang baik bagi kecambah biji dan akar, serta sebagai pemasok unsur hara tanaman. Dibandingkan dengan pupuk organik yang lain, pupuk kandang lebih banyak mengandung unsur N jantan berat sekitar 450 kg menghasilkan 10 ton kotoran kering sekitar 1-2 ton kotoran pertahun yang didalamnya mengandung pupuk dan air kencing sedangkan urine sapi mengandung nitrogen Ditjen Peternakan, 1996. Menurut Diwyanto et al 2001 produksi limbah ternak sapi yang dapat digunakan pupuk kandang per tahun sekitar 3 tonekor apabila diolah menjadi kompos cukup untuk memenuhi kebutuhan kompos satu musim sekitar 1,2 sampai 2 ton komposha. Pemanfaatan pupuk dan pestisida kimia di lokasi penelitian masih relatif tinggi dan melebihi standar yang direkomendasikan. Guna meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha tani padi, penggunaan pupuk dan pestisida kimia harus dikurangi. Penggunaan pestisida kimia dapat digantikan dengan bio-pestisida yang bermanfaat ganda bagi peningkatan produksi sekaligus memperbaiki kualitas lingkungan. Penggunaan pupuk kandang di lokasi penelitian rata-rata 1.570 kgha masih dapat ditingkatkan menjadi sekitar 4000 kgha sampai dengan 6000 kgha. Berdasarkan pendugaan model fungsi produksi usaha tani pola CLS diketahui dampak penggunaan pupuk kandang terhadap produksi padi sebesar +0,125, sehingga penggunaan pupuk kandang per satuan luas masih dapat ditingkatkan dengan memperhatikan standar teknis kebutuhan hara. Jenis limbah usaha tani padi berupa sekam, dedak, bekatul, merang dan jerami masing-masing mempunyai manfaat tersendiri. Komposisi biomasa tanaman padi disebutkan bahwa dari 100 kg tanaman padi kering hanya diperoleh 28,9 kg beras, sisanya berupa limbah jerami 55,6 kg, sekam 8,9 kg, dan bekatul 3,6 kg Abbas et al, 1985. Sedangkan berdasarkan data Vademekum 1980 dalam Kantor Meneg. Peningkatan Produksi Pangan, 1985 bahwa besarnya produksi sekam adalah sebesar 4 dari produksi gabah, dedak kasar 4 , dedak halus 2,5 , bekatul 1,5 dari produksi gabah dan tergantung dari peralatan penggilingan padi, besarnya jerami dan merang sekitar 150 dari produksi gabah. Sekam dapat dimanfaatkan sebagai bahan energi alternatif, bahan baku industri kimia, industri bangunan dan industri karet, dan tahan isolasi. Dedak dapat dimanfaatkan sebagai pupuk atau bahan bakar namun kandungan N,P dan K relatif rendah, bahan farmasi penyedia konsentrat vitamin B, dan sebagai makanan ternak. Merang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan kertas, bahan baku shampoomencuci rambut dan pakan ternak, sedangkan jerami banyak mengandung silika dapat dimanfaatkan strawboardbahan bangunan Abbas et al, 1985. Saat ini jerami dengan ditambahkan bahan organik jerami fermentasi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Potensi jerami sebagai pakan ternak sapi potong di Kabupaten Sragen cukup tinggi, namun belum dimanfaatkan secara optimal, hanya petani dengan usaha tani pola CLS yang memanfaatkan limbah jerami sebagai pakan ternak, sedangkan petani pola konvensional tidak memanfaatkan jerami, limbah jerami dibakar atau hanya ditumpuk di pinggiran sawah. Menurut Diwyanto et al 2001 produksi jerami dari usaha tani padi per musim sekitar 6 tonha mampu mencukupi kebutuhan pakan ternak 4 – 5 ekor sapi dewasa sepanjang tahun. Gambar 23. Peran masing-masing Atribut Dimensi Ekologi yang Dinyatakan dalam Bentuk Perubahan Nilai RMS. Pada Gambar 24 menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sebesar 56,23. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi sedikit lebih besar daripada nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi, namun tetap masih termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan. Hal ini mengandung pengertian bahwa pengelolaan usaha tani pola CLS Kabupaten Sragen lebih berkelanjutan memberikan manfaat dari dimensi ekonomi daripada dimensi ekologi. Agar nilai indeks dimensi ini di masa yang akan datang semakin meningkat perlu dilakukan perbaikan terhadap atribut yang sensitif terhadap nilai indeks dimensi tersebut. 0.55 2.01 4.28 2.19 2.88 6.13 4.36 1.06 0.31 1 2 3 4 5 6 7 Kesesuaian lahan Tingkat pemanfaatan lahan Tingkat penggunaan pupukpestisida Pemanfaatan limbah ternak sapi Pemanfaatan jerami untuk pakan ternak sapi Sistem pemeliharaan ternak sapi Kepadatan ternak Ketersediaan RPH Pemotongan sapi betina produktif Variabel Peran masing-masing variabel dimensi ekologi dalam bentuk perubahan nilai RMS Berdasarkan hasil analisis leverage sebagaimana pada Gambar 25 ada tiga atribut yang sensitif mempengaruhi besarnya nilai indeks keberlanjutan pada dimensi ekonomi, yaitu: 1 ketersediaan lembaga keuangan dan kemudahan untuk mengaksesnya, 2 tingkat kelayakan usaha tani pola CLS, serta 3 jenis subsidi dari pemerintah yang dibutuhkan petani pola CLS. Permodalan merupakan unsur yang sangat penting dalam kegiatan usaha tani. Sumber-sumber permodalan petanikelompoktani dapat diperoleh dari swadaya anggota, bantuan pemerintah, kerjasamapinjaman dari swasta, maupun kredit dari perbankan. Keberadaan lembaga keuangan sangat penting guna mendukung permodalan petani, kendala umum yang dihadapi adalah sulitnya mengakses ke lembaga keuangan perbankan karena dibutuhkan agunan, persyaratan administrasi yang rumit dan lainnya, padahal petani pada umumnya tidak memiliki aset sebagai agunan kecuali lahannya dan menginginkan prosedur memperoleh kredit secara sederhana. Apabila kelayakan finansial usaha tani merupakan persyaratan untuk memperoleh kredit dari bank, maka petani belum terbiasa menyusun proposal kelayakan usaha tani maupun membukukan keuangan usaha tani, sehingga pihak perbankan kesulitan menilai kelayakan usaha dan pemantauan perkembangan usahanya. Secara umum tingkat kelayakan di sektor pertanian lebih rendah dibandingkan dengan sektor industri dan resiko faktor alamnya lebih tinggi. Untuk dapat menerapkan usaha tani pola CLS secara sempurna setidaknya harus tersedia sekitar 2-4 ekor per hektar sawah. Namun petani tidak memiliki modal yang cukup untuk membeli bakalan sapi, sehingga dibutuhkan modal dari pinjaman. Lembaga keuangan yang biasa diakses petani di Kabupaten Sragen adalah BRI dan BPD, kerjasamakemitraan dengan swasta dan perusahaan daerah. Sedangkan KUD dan koperasi simpan pinjam belum berkembang. Dalam rangka pengembangan usaha tani pola CLS mesti disediakan lembaga keuangan dan kemudahan untuk mengakses permodalan atau setidaknya pemerintah menjembatani antara pihak pemberi modal dan petanikelompoktani, sehingga petani dapat dengan mudah mengakses modal. Guna mengurangi ketergantungan petani kepada pemerintah, maka pola-pola pemberian bantuan cuma-cuma dari pemerintah agar dikurangi digantikan dengan kredit program. D O W N U P B A D G O O D -6 0 -4 0 -2 0 2 0 4 0 6 0 2 0 4 0 6 0 8 0 1 00 1 20 S u m b u X se te la h Rota si: In de ks Ke b e rla nju ta n S u m b u Y set e la h R ot a Ind e ks keb e r la n ju ta n A s p e k Eko n o mi Re f e r e n c e s A n c h o r s Gambar 24. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi sebesar 56,23. Gambar 25. Peran masing-masing Atribut Dimensi Ekonomi yang Dinyatakan dalam Bentuk Perubahan Nilai RMS. Pada Gambar 26 menunjukkan nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial sebesar 67,44. Nilai indeks tersebut berada di atas indeks keberlanjutan dimensi ekologi maupun ekonomi namun masih termasuk ke dalam kategori cukup berkelanjutan. Untuk meningkatkan status nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial, perlu dilakukan perbaikan terhadap beberapa atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks tersebut. 1.36 0.67 0.34 0.67 2.66 0.47 0.11 1.17 0.5 1 1.5 2 2.5 3 Kelayakan finansial ekonomi Kontribusi terhadap PDRB Rata-rata penghasilan petani CLS-non CLS Rata-rata penghasilan petani CLS-UMR Lembaga keuangan Transfer keuntungan Besarnya pasar Besarnya subsidi variabel Peran masing-masing variabel dimensi ekonomi dalam bentuk perubahan nilai RMS DOWN UP BAD GOOD -60 -40 -20 20 40 60 20 40 60 80 100 120 Sumbu X setelah Rotasi: Indeks Keberlanjutan S u m bu Y s e te la h R o ta s i Indeks Keberlanjutan Aspek Sosial References Anchors Gambar 26. Analisis Rap-CLS yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial-Budaya sebesar 67,44. Berdasarkan hasil analisis leverage sebagaimana Gambar 27, ada lima atribut yang sensitif mempengaruhi nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial. Dengan demikian atribut tersebut perlu mendapat perhatian dan dikelola dengan baik agar nilai indeks dimensi ini meningkat di masa yang akan datang. Atribut-atribut yang sensitif mempengaruhi indeks keberlanjutan dimensi sosial adalah sebagai berikut: 1 frekuensi konflik, 2 kelembagaankelompok tani 3 jumlah rumahtangga CLS, 4 persepsi masyarakat terhadap CLS, dan 5 frekwensi penyuluhan dan pelatihan. Di dalam kehidupan masyarakat petani di Kabupaten Sragen tidak dijumpai adanya konflik yang berarti dan tidak terlihat adanya potensi konflik yang berarti. Tidak terjadinya konflik terkait dengan sistem budaya dan adat istiadat yang bersifat kekeluargaan dan adanya tokoh informal maupun formal sebagai panutan. Dengan diterapkan usaha tani pola CLS dapat meningkatkan gotong royong dan kerukunan antar petani, mengingat beberapa jenis kegiatan usaha tani pola CLS dikalukan secara bersama-sama dalam kelompoktani. Jumlah anggota rumahtangga petani pola CLS yang turut terlibat membantu mengelola usaha tani turut mempengaruhi keberhasilan usaha tani, mengingat diperlukan curahan waktu dan jumlah tenaga kerja yang relatif lebih banyak dibandingkan dengan usaha tani pola konvensional. Rata-rata jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usaha tani berkisar antara 2-3 orang per keluarga. Keterlibatan anggota keluarga dalam usaha tani turut menghemat biaya upah tenaga kerja dari luar keluarga. Persepsi masyarakat turut mempengaruhi keberlanjutan usaha tani pola CLS, apabila masyarakat mempunyai persepsi yang positif diharapkan dapat mendukung pengembangan usaha tani CLS, dan sebaliknya apabila persepsi nya negatif. Intensitas penyuluhan dan pelatihan akan berpengaruh terhadap laju adopsi teknologi, sehingga semakin intensifnya penyuluhan akan mempercepat tumbuh berkembangknya usaha tani pola CLS. Peran kelembagaankelompok tani dalam usaha tani pola CLS sangat penting, mengingat beberapa jenis kegiatan harus dilakukan secara berkelompok, antara lain seperti pengolahan kompos, pengandangan ternak, pemasaran hasil dan sebagainya. Gambar 27. Peran masing-masing Atribut Dimensi Sosial Budaya yang Dinyatakan dalam Bentuk Perubahan Nilai RMS Analisis Rap-CLS pada setiap dimensi ekologi, ekonomi, dan sosial sebagaimana disajikan pada Gambar 22, 24, dan 26 memperlihatkan, bahwa dari ketiga dimensi yang dianalisis ternyata dimensi sosial memiliki indeks keberlanjutan paling tinggi, kemudian disusul oleh dimensi ekonomi, dan yang paling rendah adalah dimensi ekologi. Dari nilai indeks keberlanjutan setiap dimensi hasil analisis Rap-CLS dapat disimpulkan bahwa tidak ada satupun dimensi pengelolaan usaha tani pola CLS di Kabupaten Sragen yang termasuk kategori “baik” dan sebaliknya juga tidak ada satupun dimensi yang termasuk kategori “buruk”. Pada Gambar 28 memperlihatkan bahwa nilai indeks keberlanjutan untuk setiap dimensi berbeda-beda. Secara proporsional, terlihat indek keberlanjutan dimensi ekologi termasuk dalam kategori kurang keberlanjutan, sedangkan dimensi lainnya cukup berkelanjutan. Indek keberlanjutan dari masing-masing dimensi ini saling berinteraksi sehingga menjadi satu kesatuan indeks keberlanjutan. Dengan demikian perubahan pada satu dimensi akan mempengaruhi dimensi lain secara kohesif dan berpengaruh terhadap total indek keberlanjutan. Perhatian tidak hanya dilihat dari besaran masing-masing 0.47 3.02 1.74 4.26 2.39 2.37 3.73 2.00 2.19 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 Sosialisasi pekerjaan Jumlah rumahtangga CLS Pengetahuan tentang lingkungan Frekuensi konflik Persepsiperan masyarakat dalam usaha tani CLS Frekuensi penyuluhan dan pelatihan Kelembagaankelompok tani Kelembagaanbadan usahajasa Lembaga layanan pemerintah Variabel Peran masing-masing variabel dimensi sosial dalam bentuk perubahan nilai RMS dimensi, melainkan juga besarnya permasalahan pada atribut di setiap dimensi. Skor indek keberlanjutan dapat ditingkatkan dengan memperhatikan masing-masing atribut pada setiap dimensi yang dapat ditingkatkan kinerjanya. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan bukan berarti semua nilai indeks dari setiap dimensi harus memiliki nilai yang sama besar akan tetapi dalam berbagai kondisi daerah tentu memiliki prioritas dimensi yang lebih dominan untuk menjadi perhatian, namun prinsipnya adalah mengupayakan agar setiap dimensi tersebut berada pada kategori “baik” atau paling tidak “cukup” status keberlanjutannya. Gambar 28. Diagram Layang kite diagram Nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Usaha tani Pola CLS di Kabupaten Sragen Beberapa parameter statistik yang diperoleh dari analisis Rap-CLS dengan menggunakan metode MDS berfungsi sebagai standar untuk menentukan kelayakan terhadap hasil kajian yang dilakukan di wilayah studi. Tabel 14 menyajikan nilai “stress” dan R 2 koefisien determinasi untuk setiap dimensi maupun multi-dimensi. Nilai tersebut berfungsi untuk menentukan perlu tidaknya penambahan atribut untuk mencerminkan dimensi yang dikaji secara akurat mendekati kondisi sebenarnya. 56.23 49.55 67.44 20 40 60 80 100 Ekonomi Ekologi Sosial Tabel 14. Hasil Analisis Rap-CLS untuk Beberapa Parameter Statistik Usaha tani Pola CLS. Nilai Statistik Multi Dimensi Ekologi Ekonomi Sosial Stress 0.15 0.13 0.16 0.14 R 2 0.96 0.95 0.94 0.95 Jumlah iterasi 2 2 2 2 Sumber : Hasil analisis, 2005. Berdasarkan Tabel 14 setiap dimensi maupun multi dimensi memiliki nilai “stress” yang jauh lebih kecil dari ketetapan yang menyatakan bahwa nilai “stress” pada analisis dengan metode MDS sudah cukup memadai jika diperoleh nilai 25 Fisheries. Com, 1999. Karena semakin kecil nilai “stress” yang diperoleh berarti semakin baik kualitas hasil analisis yang dilakukan. Berbeda dengan nilai koefisien determinasi R 2 , kualitas hasil analisis semakin baik jika nilai koefisien determinasi semakin besar mendekati 1. Dengan demikian dari kedua parameter nilai “stress” dan R 2 menunjukkan bahwa seluruh atribut yang digunakan pada analisis keberlanjutan pengelolaan usaha tani Pola CLS Kabupaten Sragen sudah cukup baik dalam menerangkan ketiga dimensi pembangunan yang dianalisis ekologi, ekonomi, dan sosial. Untuk menguji tingkat kepercayaan nilai indeks total maupun masing-masing dimensi digunakan analisis Monte Carlo. Analisis ini merupakan analisis yang berbasis komputer yang dikembangkan pada tahun 1994 dengan menggunakan teknik random number berdasarkan teori statistika untuk mendapatkan dugaan peluang suatu solusi persamaan atau model matematis EPA 1997. Mekanisme untuk mendapatkan solusi tersebut mencakup perhitungan yang berulang-ulang. Oleh karena itu menurut Bielajew 2001 proses perhitungan akan lebih cepat dan efisien jika menggunakan komputer. Nama “Monte Carlo” diambil dari nama kota “Monte Carlo” karena analisis Monte Carlo pada prinsipnya mirip dengan permainan rolet roullet di Monte Carlo. Permainan Rolet ini dapat berfungsi sebagai pembangkit bilangan acak yang sederhana. Analisis Monte Carlo sangat membantu di dalam analisis Rap-CLS untuk melihat pengaruh kesalahan pembuatan skor pada setiap atribut pada masing-masing dimensi yang disebabkan oleh kesalahan prosedur atau pemahaman terhadap atribut, variasi pemberian skor karena perbedaan opini atau penilaian oleh peneliti yang berbeda, stabilitas proses analisis MDS, kesalahan memasukan data atau ada data yang hilang missing data, dan nilai “stress” yang terlalu tinggi. Pemberian skor pada analisis Rap-CLS hanya menunjukkan kondisi sesaat, sehingga dinamika yang terjadi di dalam sistem itu sendiri tidak dapat digambarkan secara detail. Oleh karena itu penilaian pemberian skor dapat didasarkan pada perkembangan atribut dalam kurun waktu tertentu dan atau perlu ada analisis tambahan yang dapat memberikan gambaran dinamika sistem yang berkelanjutan. Hasil analisis Monte Carlo dilakukan dengan beberapa kali pengulangan ternyata mengandung kesalahan yang tidak banyak mengubah nilai indeks total maupun masing- masing dimensi. Berdasarkan Tabel 15 dan Gambar 29, 30 dan 31 dapat dilihat bahwa nilai status indeks keberlanjutan pengelolaan usaha tani Pola CLS di Kabupaten Sragen pada selang kepercayaan 95 diperoleh hasil yang tidak banyak mengalami perbedaan antara hasil analisis MDS dengan analisis Monte Carlo. Kecilnya perbedaan nilai indeks keberlanjutan antara hasil analisis metode MDS dengan analisis Monte Carlo mengindikasikan hal-hal sebagai berikut: 1 kesalahan dalam pembuatan skor setiap atribut relatif kecil; 2 variasi pemberian skor akibat perbedaan opini relatif kecil; 3 proses analisis yang dilakukan secara berulang-ulang stabil; 4 kesalahan pemasukan data dan data yang hilang dapat dihindari. -6 0 -4 0 -2 0 2 0 4 0 6 0 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 1 2 0 Su m b u X s e te lah Ro tas i: In d e k s k e b e r lan ju tan . S u m bu Y s te la h R ot as Gambar 29. Analisis Monte Carlo pada Selang Kepercayaan 95 persen yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi 49,95. -6 0 -4 0 -2 0 2 0 4 0 6 0 2 0 4 0 6 0 8 0 1 0 0 1 2 0 S u m b u X se te l a h R o ta si : I n d e ks K e b e rl a n ju ta n S u m bu Y set el a h R o Gambar 30. Analisis Monte Carlo pada Selang Kepercayaan 95 Persen yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekonomi 54,99. -60 -40 -20 2 0 4 0 6 0 2 0 4 0 6 0 8 0 1 00 1 20 S u m bu X se te la h Rota si: Ind e ks Ke be rla n ju ta n S u m b u Y s e te la h R o t Gambar 31. Analisis Monte Carlo pada Selang Kepercayaan 95 Persen yang Menunjukkan Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial 67,49. Tabel 15.Hasil Analisis Monte Carlo untuk nilai IkB-CLS dan masing-masing Dimensi Usaha tani Pola CLS pada Selang Kepercayaan 95 di Kabupaten Sragen. Status Indeks Hasil MDS Hasil Monte Carlo Perbedaan IkB-CLS 53,21 54,01 0,80 Dimensi Ekologi 49,55 49,95 0,40 Dimensi Ekonomi 56,23 54,99 1,24 Dimensi Sosial-Budaya 67,44 67,49 0.05 Sumber: Hasil Analisis, 2005. Perbedaan hasil analisis yang relatif kecil sebagaimana disajikan pada Tabel 15 menunjukkan bahwa analisis Rap-CLS dengan menggunakan metode MDS untuk menentukan keberlanjutan usaha tani pola CLS yang dikaji memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, dan sekaligus dapat disimpulkan bahwa metode analisis Rap-CLS yang dilakukan dalam kajian ini dapat dipergunakan sebagai salah satu alat evaluasi untuk menilai secara cepat rapid appraisal keberlanjutan dari kegiatan usaha tani di suatu wilayahdaerah.

4.5.2. Perumusan Strategi Pengembangan Usaha tani CLS