V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Database konsentrasi BTP disusun dari hasil monitoring yang telah dilakukan oleh 21 BalaiBalai Besar POM di Indonesia dan terlaporkan pada
PPOMN. Sedangkan untuk database kontaminan pangan, data-data yang ada umumnya masih melibatkan pihak yang ingin mengujikan produknya di
PPOMN. Berdasarkan hasil monitoring terhadap BTP selama tahun 2004 oleh 21
BalaiBalai Besar POM di seluruh Indonesia, terdapat 17,065 data dengan rincian sebanyak 14,010 data merupakan data aditif yang dilegalkan untuk
pangan BTP dan sebanyak 3,055 data merupakan data aditif ilegal. Jenis BTP yang dimonitor masih terbatas pada pemanis buatan sakarin, siklamat
dan aspartam, pengawet sorbat dan benzoat, dan pewarna Brilliant Blue, Brown HT, Erytrosin, Indigo carmine, Carmoisin, Sunset Yellow, Quinolin
Yellow, Allura Red, Ponceau 4R, Tartrazin dan Annato. Pada sejumlah pangan olahan masih ditemukan adanya penggunaan BTP yang melebihi batas
konsentrasi yang diijinkan, BTP tersebut antara lain benzoat, sorbat, sakarin dan siklamat. Bahkan ditemukan adanya penggunaan aditif ilegal yang sangat
berbahaya bagi kesehatan manusia yakni boraks, formalin, rhodamin B dan metanil yellow.
Berdasarkan hasil analisis terhadap parameter kontaminan oleh Badan POM RI dari tahun 1999-2004, terdapat 927 data parameter kontaminan.
Kontaminan yang dianalisis meliputi logam berat, residu pestisida, aflatoksin, nitrit, dan dioksin 2,3,7,8 TCDD. Pada sejumlah pangan segar dan semi
olahan masih ditemukan adanya kontaminan yang melebihi batas konsentrasi yang diijinkan, kontaminan yang paling menonjol adalah aflatoksin pada
kacang tanah dan produk olahannya. Oleh karena itu Badan POM RI sebagai institusi yang bertanggung jawab dalam monitoring keamanan pangan dengan
didukung oleh stakeholder lain perlu meningkatkan pengawasan terhadap pangan yang beredar dan jika diperlukan menindak tegas pihak yang terbukti
melakukan pelanggaran. Untuk pemanis buatan, dengan adanya peraturan
baru tentang persyaratan penggunaannya dalam produk pangan yakni Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor: HK. 00.05.5.1.4547 akan menjadi tantangan tersendiri bagi Badan POM RI untuk lebih memperketat pengawasan terhadap pemanis buatan dan
data-data yang dibutuhkan selanjutnya harus bersifat kuantitatif. Database konsentrasi BTP dan kontaminan pangan yang telah diolah
ternyata belum bisa dimanfaatkan untuk kajian risiko. Data-data tersebut umumnya hanya bisa diolah pada tahap identifikasi bahaya yang umumnya
terbatas pada bahan tambahan ilegal, beberapa pengawet, pemanis buatan serta pewarna dan belum bisa dianalisis sampai tahap karakterisasi risiko. Hal
tersebut disebabkan oleh kualitas data hasil monitoring yang belum sesuai untuk keperluan kajian risiko. Data-data yang ada umumnya bersifat
kualitatif; parameter penting dalam analisis seperti nilai LOD dan LOQ tidak dicantumkan dalam laporan pengujian sehingga sulit untuk menentukan
parameter statistiknya seperti mean, median, standar deviasi, dan percentile; sistem sampling yang masih belum seragam; jumlah sampel yang dianalisis
belum cukup untuk menjamin validitas data; serta penentuan obyek yang akan disurvei belum mempertimbangkan kerangka sampel. Hal ini dimaklumi
karena tujuan monitoring ditujukan untuk pengawasan pangan dalam rangka penindakan hukum law enforcement dan belum terintegrasinya program
monitoring dan surveilan. Diperlukan data konsumsi individu secara nasional agar dapat digunakan untuk memperkirakan paparan kontaminan dan BTP
dalam pangan. Diharapkan dengan penelitian ini, data-data hasil monitoring pada masa
mendatang dapat diolah dan dianalisis sehingga interpretasi yang dihasilkan dapat diimplementasikan untuk kajian risiko. Hasil kajian risiko nantinya
akan dapat digunakan sebagai landasan ilmiah evidence base bagi manajer risiko untuk menetapkan kebijakan khususnya yang berhubungan dengan
masalah keamanan pangan.
B. SARAN