Jenis aditif ilegal yang dimonitor di Indonesia

b. Jenis aditif ilegal yang dimonitor di Indonesia

Aditif ilegal masih banyak digunakan pada sejumlah pangan di Indonesia. Berdasarkan hasil monitoring, terdapat 3055 data parameter uji yang diduga mengandung aditif ilegal dan sebanyak 508 data parameter uji dinyatakan positif mengandung aditif ilegal Gambar 8. Aditif ilegal tersebut diantaranya boraks 189 sampel, formalin 88 sampel, rhodamin B 209 sampel dan metanil yellow 22 sampel. Data-data tersebut umumnya bersifat kualitatif. ƒ Boraks N = 17065 Sumber: Data diolah dari PPOMN tahun 2004 Gambar 8. Profil persentase aditif ilegal yang dimonitor di Indonesia ƒ Boraks Hasil analisis terhadap parameter boraks menunjukkan bahwa dari 1771 sampel yang diduga mengandung boraks, sebanyak 189 sampel positif mengandung boraks. Bahan pangan yang positif mengandung boraks tersebut antara lain mie basah mentah, mie kering gandum, sohun, tepung bumbu, tahu kelompok pangan kategori 06.0; dendeng, bakso sapi, bakso ayam kelompok pangan kategori 08.0; bakso ikan dan empek- Aditif legal 82,10 mengandung aditif ilegal 2,98 diduga mengandung aditif Ilegal 17,90 Tidak mengandung aditif ilegal 14,92 empek kelompok pangan kategori 09.0; serta keripik kentang, kerupuk tempe goreng, kerupuk beras, kerupuk puli, kerupuk kerak, kerupuk intip, kerupuk ikan dan kerupuk udang kelompok pangan kategori 15.0. Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 8. Boraks paling banyak digunakan pada makanan ringan siap santap seperti kerupuk. Hal ini berhubungan dengan fungsi boraks untuk memperbaiki tekstur dan kerenyahan produk tersebut. Produk kedua yang paling banyak menggunakan boraks adalah serealia dan produk-produk serealia sebagai contoh mie basah. Sedangkan daging dan produk olahannya, khususnya bakso merupakan produk ketiga yang paling banyak menggunakan boraks. Tujuan penggunaan boraks pada kedua jenis produk tersebut adalah untuk mengawetkan serta membentuk tekstur yang bagus dan kenyal. Hal ini sangat tidak dibenarkan karena boraks merupakan bahan kimia bersifat karsinogenik yang efeknya terhadap kesehatan tidak langsung dapat dirasakan setelah mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan kimia tersebut, sehingga produsen seringkali tidak menyadari bahkan tidak peduli akan bahaya penggunaan boraks Rahayu et al., 2003; Malik, 2004; Anonim b , 2006. Produsen di Indonesia terutama produsen golongan menengah ke bawah masih banyak yang menggunakan boraks ini mengingat harganya yang relatif murah dan sangat mudah untuk mendapatkannya. Di samping itu karena pengetahuan mereka yang masih terbatas mengenai sifat-sifat dan keamanan BTP. ƒ Formalin Formalin masih sering ditemukan pada sejumlah produk pangan di Indonesia. Dari hasil analisis terhadap 500 sampel yang diduga mengandung formalin, 88 sampel diantaranya dinyatakan positif mengandung bahan kimia ini. Bahan pangan yang memberikan kontribusi besar terhadap keberadaan formalin Tabel 8. Penggunaan boraks pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 Kualitatif Kuantitatif mgkg Jenis Aditif Ilegal Kelompok Pangan Nama Pangan Σ Negatif Positif Σ Mean Median Mi basah mentah 128 78 50 7 1,140.31 1,239.99 Mi kering gandum 86 85 1 Sohun 12 11 1 Tepung Bumbu 34 32 2 Kategori 06.0 Tahu 35 32 3 Dendeng 2 1 1 1 59.51 Bakso sapi 202 185 17 Kategori 08.0 Bakso ayam 13 12 1 Bakso Ikan 27 23 4 Kategori 09.0 Empek-Empek 70 69 1 Keripik kentang 6 5 1 Keripik tempe goreng 11 9 2 Kerupuk beras 187 154 33 1 255.61 Kerupuk puli 27 16 11 Kerupuk kerak 2 2 Kerupuk intip 3 1 2 1 357.61 Kerupuk Ikan 173 140 33 Boraks Kategori 15.0 Kerupuk Udang 168 155 13 Sumber : Diolah dari PPOMN Keterangan : Data kualitatif dan kuantitatif diolah dari data pengujian yang berbeda Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbi- umbian, kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur bagian dalam batang tanaman, selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0 Kategori 08.0 : daging dan olahan daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan Kategori 09.0 : ikan dan produk perikanan termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma Kategori 15.0 : makanan ringan siap santap diantaranya adalah mie basah mentah, kuetiaw kering, mi kering gandum dan tahu kelompok pangan kategori 06.0; serta bakso ikan, ikan asap, dan ikan asin kering kelompok pangan kategori 09.0. Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 9. Produk serealia seperti mie basah, merupakan produk pangan yang paling banyak menggunakan formalin. Ini didasarkan pada tujuan penggunaannya yaitu untuk mengawetkan mie basah dan mempertahankan kadar air mie sehingga mie tidak mudah kering. Hal tersebut dapat menguntungkan produsen dan pedagang karena rendemen berat mie tetap tinggi. Formalin juga masih banyak digunakan dalam produk ikan seperti ikan asin kering. Formalin ini digunakan karena dapat mempercepat proses pengeringan dengan rendemen ikan kering yang lebih besar. Semula para pengolah hanya memakai garam sebagai pengawet yang kemudian dijemur. Dengan proses penggaraman dan penjemuran, rendemen yang tersisa kurang dari separuh. Bila bahan bakunya seratus kilogram saat masih basah, setelah menjadi ikan asin tinggal 40 persen atau 40 kg. Kehilangan 60 kg itu sangat merugikan karena harga jual menggunakan satuan kilogram. Jika memakai formalin, rendemen bisa mencapai 75 persen. Selisih 35 persen itu yang diharapkan para pengolah Anonim a , 2005. Akan tetapi hal tersebut tidak dibenarkan dilarang keras karena formalin merupakan bahan karsinogenik yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Efek dari penggunaan bahan kimia ini bersifat kronis menahun sehingga tidak serta merta menyebabkan konsumen sakit Rahayu et al., 2003; WHO, 2005 b ; Maulany, 2005. ƒ Rhodamin B dan Metanil Yellow Hasil monitoring terhadap sejumlah produk pangan yang diduga mengandung rhodamin B menunjukkan bahwa dari 433 sampel yang diuji, sebanyak 209 sampel dinyatakan positif Tabel 9. Penggunaan formalin pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 Kualitatif Kuantitatif mgkg Jenis Aditif Ilegal Kelompok Pangan Nama Pangan Σ Negatif Positif Σ Mean Median Mi basah mentah 122 64 58 1 1,742.28 Kuetiaw kering 5 4 1 Mi kering gandum 16 11 5 Kategori 06.0 Tahu 105 92 13 Bakso ikan 12 7 5 Ikan asap 2 1 1 Formalin Kategori 09.0 Ikan asin kering 11 6 5 Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: Data kualitatif dan kuantitatif diolah dari data pengujian yang berbeda Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbi- umbian, kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur bagian dalam batang tanaman, selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0 Kategori 09.0 : ikan dan produk perikanan termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma mengandung rhodamin B. Pangan yang umumnya memberikan kontribusi terbesar adalah terasi udang kelompok pangan kategori 09.0. Bahan pangan lain yang diketahui mengandung rhodamin B antara lain es mambo kelompok pangan kategori 03.0; dodollempok buah, geplak, dan manisan buah kelompok pangan kategori 04.0; kembang gula keras dan gulali kelompok pangan kategori 05.0; tepung hunkwe, mie basah mentah, dodol, wajik kelompok pangan kategori 06.0; roti dan bun kukus, bakpao, apem, bolu kukus, kue lapis, dan roti manis kelompok pangan kategori 07.0; minuman berperisa dan sirup berperisa kelompok pangan kategori 14.0; simping, kerupuk beras, rengginang, snack, kelanting, jipang kacang tanah, kerupuk ikan, dan kerupuk udang kelompok pangan kategori 15.0; serta es siap saji dan cendol kelompok pangan kategori 16.0. Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 10. Seperti halnya rhodamin B, metanil yellow juga masih sering diaplikasikan pada sejumlah produk pangan di Indonesia. Hasil analisis terhadap parameter metanil yellow menunjukkan bahwa dari 115 sampel yang diduga mengandung metanil yellow, sebanyak 22 sampel positif mengandung metanil yellow. Bahan pangan yang terbukti mengandung metanil yellow diantaranya adalah keripik pisang kelompok pangan kategori 04.0; kerupuk beras, rengginang, snack, kerupuk ikan, dan kerupuk udang kelompok pangan kategori 15.0, serta pisang goreng kelompok pangan kategori 16.0. Jumlah sampel yang diuji untuk tiap-tiap bahan pangan dapat dilihat pada Tabel 11. Rhodamin B paling banyak ditemukan pada produk ikan dan olahannya khususnya pada produk terasi udang. Sedangkan metanil yellow banyak diaplikasikan pada produk makanan ringan siap santap. Alasan utama produsen menggunakan kedua pewarna ini adalah karena menghasilkan warna yang lebih cerah dan tidak mudah pudar sehingga bisa menarik minat konsumen. Hal ini Tabel 10. Penggunaan Rhodamin B pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 Kualitatif Jenis Aditif Ilegal Kelompok Pangan Nama Pangan Σ Negatif Positif Kategori 03.0 Es mambo 1 1 Dodol atau Lempok Buah 3 3 Geplak 7 7 Manisan Buah 4 4 Kategori 04.0 Kembang gula keras 4 2 2 Gulali 5 3 2 Kategori 05.0 Tepung hunkwee 2 1 1 Mi basah mentah 2 2 Dodol 1 1 Kategori 06.0 Wajik 9 9 Roti dan Bun Kukus 7 7 Bakpao 2 1 1 Apem 5 5 Bolu Kukus 1 1 Kue lapis 7 7 Kategori 07.0 Roti Manis 10 1 9 Kategori 09.0 Terasi Udang 108 45 63 Kategori 14.0 Sirup Berperisa 7 1 6 Simping 1 1 Kerupuk beras 52 17 35 Rengginangekivalen 5 5 Snack 2 1 1 Rhodamin B Kategori 15.0 Kelanting 6 6 Tabel 10. Penggunaan Rhodamin B pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 lanjutan Kualitatif Jenis Aditif Ilegal Kelompok Pangan Nama Pangan Σ Negatif Positif Jipang kacang tanah 1 1 Kerupuk Ikan 29 24 5 Kategori 15.0 Kerupuk Udang 9 6 3 Es siap saji 18 18 Rhodamin B Kategori 16.0 Cendol 3 3 Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: Kelompok pangan belum dibahas oleh Direktorat Standarisasi Produk Pangan masih dalam bentuk draft Kategori 03.0 : es yang dapat dimakan Kategori 04.0 : buah-buahan dan sayuran termasuk jamur, umbi, kacang-kacangan termasuk kacang kedelai dan lidah buaya, rumput laut, biji-bijian Kategori 05.0 : confectionery Kategori 06.0 : serealia dan produk-produk serealia yang merupakan produk turunan dari biji serealia, akar-akaran dan umbi-umbian, kacang-kacangan, polong-polongan dan empulur bagian dalam batang tanaman, selain produk-produk bakeri pada kategori 07.0 Kategori 07.0 : produk bakeri Kategori 09.0 : ikan dan produk perikanan termasuk Moluska, Crustacea dan Echinoderma Kategori 14.0 : minuman, tidak termasuk produk susu Kategori 15.0 : makanan ringan siap santap Kategori 16.0 : pangan komposit dan pangan yang tidak termasuk kategori 01-15 Tabel 11. Penggunaan metanil yellow pada sejumlah produk pangan hasil monitoring selama tahun 2004 Kualitatif Jenis Aditif ilegal Kelompok Pangan Nama Pangan Σ negatif positif Kategori 04.0 Keripik pisang 1 1 Kerupuk beras 19 6 13 Rengginangekivalen 2 0 2 Kategori 15.0 Kerupuk Ikan 5 5 Metanil Yellow Kategori 16.0 Pisang goreng 1 1 Sumber: Diolah dari PPOMN Keterangan: Kelompok pangan belum dibahas oleh Direktorat Standarisasi Produk Pangan masih dalam bentuk draft Kategori 04.0 : buah-buahan dan sayuran termasuk jamur, umbi, kacang-kacangan termasuk kacang kedelai dan lidah buaya, rumput laut, biji-bijian Kategori 15.0 : makanan ringan siap santap Kategori 16.0 : pangan komposit dan pangan yang tidak termasuk kategori 01-15 mengingat warna sangat besar pengaruhnya terhadap persepsi konsumen. Terdapat anggapan dalam masyarakat bahwa warna menentukan kualitas suatu produk pangan dan hal ini dimanfaatkan para produsen pangan tanpa mempedulikan efeknya terhadap kesehatan Tjahjadi, 1986. Kedua pewarna ini telah dibuktikan dapat menyebabkan kanker yang gejalanya tidak dapat terlihat langsung setelah mengkonsumsi, oleh karena itu dilarang digunakan dalam pangan walaupun dalam jumlah sedikit Rahayu et al., 2003. Harga yang relatif murah dan kemudahan untuk memperolehnya juga menjadi pertimbangan produsen untuk menggunakan pewarna ini. Badan POM RI sebagai leading sector dalam keamanan pangan bersama dengan stakeholder lainnya bertanggung jawab untuk terus meningkatkan pengawasan terhadap kelompok pangan yang telah terbukti mengandung aditif ilegal. Beberapa strategi yang sedang dilaksanakan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Badan POM adalah peningkatan kerjasama dengan instansi terkait lainnya untuk melaksanakan pengawasan keamanan pangan, peningkatan pengawasan keamanan pangan dengan tindakan preventif, peningkatan kesadaran akan pentingnya keamanan pangan terhadap masyarakat, dan peningkatan tindakan hukum bagi mereka yang melanggar peraturan perundang-undangan terutama mengenai keamanan pangan.

2. Kualitas Data BTP