DATABASE PENYEDIA INFORMASI PROGRAM GEMSFOOD

PKPKPN Pusat Kewaspadaan dan Pengendalian Keamanan Pangan Nasional untuk menangani masalah-masalah keamanan pangan secara lebih sistematis dan terstruktur sehingga di masa mendatang jika terdapat permasalahan di sepanjang rantai pangan dapat segera ditindaklanjuti. Salah satu sumber informasi surveilan yang aktif dilakukan adalah kegiatan monitoring keamanan pangan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga terkait seperti Badan POM, Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian. Data-data hasil monitoring tersebut akan berguna jika diorganisasi dengan baik Awad dan Gotterer, 1992. Pengorganisasian tersebut membutuhkan database yang menyimpan data-data hasil monitoring sekaligus mengolahnya menjadi informasi yang berguna.

C. DATABASE PENYEDIA INFORMASI

Data merupakan fakta atau kejadian yang sesungguhnya. Data suatu penelitian merupakan hasil pengamatan atau survei terhadap sampel. Sedangkan informasi merupakan produk yang dihasilkan dari analisis atau sintesis data Awad dan Gotterer, 1992. Informasi dan pengetahuan merupakan jantung dari masyarakat Rowley dan Farrow, 2000. Informasi memegang peranan penting dalam pengambilan suatu keputusan oleh pihak yang berwenang karena informasi mengurangi ketidakpastian sehingga menghasilkan keputusan yang lebih baik Awad dan Gotterer, 1992. Surveilan keamanan pangan merupakan salah satu sumber informasi yang menjadi pertimbangan manajer risiko untuk menerbitkan kebijakan pangan Bordgroff, 1997; Sparringa, 2002. Kebijakan-kebijakan yang dihasilkan para manajer risiko diharapkan dapat melindungi masyarakat dari risiko penyakit akibat pangan. Untuk mempermudah pengkoleksian data sekaligus mengolahnya menjadi informasi yang berguna diperlukan suatu alat tools yang disebut database. Keuntungan penggunaan database tersebut adalah penyimpanan data dalam jumlah yang besar dan penggunaannya yang mudah sehingga pengguna memperoleh keuntungan Awad dan Gotterer, 1992. Database dalam penelitian ini adalah database kontaminan pangan dan BTP. Hasil olahan dari database ini dapat dimanfaatkan sebagai penyedia data konsentrasi yang diperlukan dalam kajian paparan.

D. KAJIAN PAPARAN BAHAN KIMIA

Paparan bahan kimia melalui pangan dapat didefinisikan sebagai total bahan kimia yang dikonsumsi oleh manusia. Sedangkan kajian paparan bahan kimia merupakan evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai paparan dan tingkat paparan bahan kimia melalui pangan WHO, 1997 b ; WHO, 2000 a . Beberapa komponen yang diperlukan untuk mendapatkan ketelitian dan ketepatan dalam kajian paparan dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan betapa kompleksnya masalah yang berkaitan dengan kajian paparan sehingga masing-masing komponen yang akan digunakan dalam kajian paparan harus didefinisikan secara jelas agar interpretasi hasil kajian paparan dapat sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan Badan POM, 2004 b . Pelaksanaan kajian paparan harus mempunyai skala prioritas. Hal ini didasarkan pada pertimbangan biaya, waktu dan tenaga sehingga hanya bahan kimia yang memerlukan informasi lebih lanjut mengenai tingkat asupan yang sebenarnya saja yang akan dikaji. Untuk kontaminan, penentuan prioritas didasarkan pada ada tidaknya informasi mengenai toksisitas, health reference seperti PTWIPTDI serta data konsentrasi kontaminan yang akan menjadi fokus dalam kajian paparan WHO, 2003 c ; Sparringa, personal communication . 2006. Sedangkan untuk BTP, penentuan prioritas dilakukan dengan menggunakan metode budget. Metode budget ini akan memperkirakan level maksimum BTP secara teoritis pada proporsi suplai pangan dan atau minuman yang mungkin mengandung BTP sehingga nilai ADI tidak dapat dilampaui oleh populasi. Beberapa informasi yang diperlukan dalam metode budget ini antara lain: 1 informasi mengenai batas maksimum BTP yang diijinkan untuk ditambahkan dalam pangan, 2 distribusi penggunaan BTP dalam suplai pangan padat dan atau minuman, serta 3 persentase pangan padat dan atau minuman yang mengandung BTP WHO, 2001; Sparringa et al., 2004. Gambar 3. Komponen-komponen yang diperlukan dalam kajian paparan Badan POM, 2004 b Data konsentrasi bahan kimia BTP, kontaminan : - Tingkat maksimum yang diijinkan - Konsentrasi tertinggi yang dilaporkan - Nilai rata-rata atau median - Data konsentrasi BTP produk yang diuji - Faktor koreksi Target studi kajian paparan : - Fetus - Bayi - Anak-anak - Dewasa Karakterisasi risiko : - Dosis respon akut - ADI - PTWIPTDI - RDI KAJIAN PAPARAN Data konsumsi pangan termasuk air minum - konsumsi tertinggi - rata-rata pengkonsumsi - rata-rata seluruh populasi Faktor lain: - status gizi - pekerjaan - status kesehatan - umur - jenis kelamin - sarana pendukung lain Waktu paparan : - seumur hidup - tahunan - bulanan - mingguan - harian - satu kali konsumsi Level maksimum BTP secara teoritis dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini: ƒ Untuk pangan padat Proprorsi BTP dalam pangan padat X 40X ADI Level maksimum teoritis = Proporsi pangan padat yang mengandung BTP ƒ Untuk minuman Persamaan tersebut ditentukan berdasarkan kebutuhan fisiologis terhadap energi dan cairan. Diasumsikan bahwa asupan harian untuk pangan padat dan cairan setiap individu tidak melebihi 25gkg bb dan 100mlkgbb. Ini didasarkan pada publikasi Hansen 1979 yang menyatakan asumsi maksimum asupan energi sebesar 50kkalkg bb atau setara dengan 25gkgbb untuk dewasa nilai kalori rata-rata diasumsikan sebesar 2kkalg untuk semua pangan padat dan 100kkalkgbb untuk anak-anak. Untuk yang berbentuk cairan, maksimum asupan harian adalah 100mlkgbb. Ketika BTP digunakan baik pada pangan padat maupun minuman, tetapi proporsi masing-masing kategori tidak diketahui maka diasumsikan 50 BTP digunakan dalam pangan padat dan 50 BTP digunakan dalam minuman. Jika level maksimum BTP secara teoritis lebih rendah dari level maksimum yang diijinkan maka diperlukan penjelasan lebih lanjut mengenai BTP tersebut melalui proses kajian paparan. Pada dasarnya dua jenis informasi yang diperlukan dalam kajian paparan adalah data konsumsi dan data konsentrasi bahan kimia kontaminan dan BTP dalam pangan. Tingkat asupan bahan kimia dihitung dengan cara mengalikan jumlah konsumsi dan tingkat bahan kimia dalam pangan tersebut Leparulo-Loftus et al., 1992; WHO, 2000 a ; Badan POM, 2004 b ; Sparringa et Proporsi BTP dalam minuman X 10 X ADI Level maksimum teoritis = Proporsi minuman yang mengandung BTP Konsumsi x Konsentrasi Paparan = Berat Badan al., 2004. Persamaan yang digunakan dalam kajian paparan adalah sebagai berikut: Untuk menentukan keakuratan hasil kajian paparan, data konsumsi dan data konsentrasi harus bersifat kuantitatif. Data yang bersifat kualitatif tidak dapat digunakan untuk kajian paparan Sparringa, personal communication. 2005.

1. Data konsumsi pangan

Data konsumsi yang ada selama ini biasanya digunakan untuk program gizi dan belum sepenuhnya mengakomodasi kepentingan kajian paparan Sparringa, personal communication. 2006. Informasi tentang konsumsi pangan biasanya diperoleh dari kegiatan survei terhadap jenis serta kuantitas pangan dan minuman yang dikonsumsi selama periode tertentu. Kegiatan survei secara luas dikelompokkan ke dalam tiga kategori yakni survei konsumsi secara nasional, rumah tangga dan berbasis individu WHO, 1997 a ; Sparringa et al., 2004.

a. Berbasis nasional

Data survei konsumsi pangan berskala nasional biasanya ada dalam bentuk Food Balance Sheet FBS yang menyediakan informasi ketersediaan komoditi per kapita suatu negara. FBS ini disiapkan oleh FAO setiap tahun dan memuat daftar produksi domestik, impor, ekspor dan penggunaan produk non pangan untuk komoditi pangan mentah setiap negara. Jumlah komoditi mentah yang tersedia untuk konsumsi dihitung dengan cara menjumlahkan produksi domestik dengan jumlah impor kemudian dikurangi dengan penjumlahan nilai ekspor dan nilai penggunaan produk non pangan. Sumber data ini biasanya digunakan dalam kajian paparan pestisida dan kontaminan yang memang pada umumnya mengevaluasi komoditi mentah dan terbatas untuk kajian asupan diet bahan tambahan pangan. Untuk banyak negara, data terbaik untuk kajian paparan bahan tambahan pangan adalah hasil survei food expenditure dengan skala rumah tangga misalnya SUSENAS Survei Sosial Ekonomi Nasional WHO, 1997 a ; WHO, 2001; Sparringa et al., 2004.

b. Berbasis rumah tangga

Survei konsumsi di tingkat rumah tangga akan memberikan informasi mengenai ketersediaan pangan olahan untuk dikonsumsi di tingkat rumah tangga. Beberapa metode yang digunakan diantaranya adalah metode pembelanjaan pangan berskala rumah tangga food expenditure dan metode penggunaan pangan. Hasil survei akan memberikan informasi secara rinci mengenai konsumsi pangan yang sesungguhnya, walaupun informasi mengenai usia yang spesifikvariasi inter-individu tidak dideskripsikan secara jelas. Untuk memperkirakan jumlah konsumsi, maka data konsumsi yang dihitung secara tidak langsung dari studi food expenditure di tingkat rumah tangga dihubungkan dengan harga-harga produk yang bersangkutan WHO, 2000 a ; Sparringa et al., 2004.

c. Berbasis individu

Berbagai pendekatan telah dilakukan oleh negara yang berbeda untuk melakukan survei konsumsi pangan individu. Metode yang digunakan antara lain metode prospektif buku harian konsumsi pangan food diary method, metode porsi pangan duplikat duplicate portion method , metode retrospektif metode mengingat-ingat konsumsi pangan dietary recall method, metode perulangan konsumsi pangan food frequency method atau kombinasi prospektif dan retrospektif. Pemilihan metode survei konsumsi pangan harus mempertimbangkan berbagai faktor diantaranya usia, tingkat pendidikan dan motivasi dari populasi target, serta biaya dan sumber daya manusia yang diperlukan WHO,1985; WHO, 1997 a ; WHO, 1999; Sparringa et al, 2004. Data hasil survei biasanya bervariasi sesuai dengan tingkat detil pangan yang dikonsumsi, jumlah dan usia responden, jumlah hari dimana data tersedia dan sejumlah faktor lainnya. Kriteria seperti jenis kelamin, usia, lokasi, pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan besar keluarga biasanya digunakan untuk membedakan pola konsumsi. Keuntungan utama pendekatan yang berbasis individu adalah kemampuan untuk membedakan antara total populasi dan konsumen Sparringa et al., 2004.

2. Data konsentrasi pangan

Dalam kajian paparan sangat penting untuk memperoleh informasi konsentrasi bahan kimia dalam pangan. Pemilihan metode sampling, analisis dan prosedur pelaporan menjadi titik kritis untuk memperoleh data yang konsisten dan dapat dibandingkan comparable WHO, 1985; Petersen et al.,1994. Penggunaan prosedur yang konsisten menjadi bagian yang penting pada skala internasional dimana data dari berbagai negara mungkin dibandingkan atau dikombinasikan. Beberapa prinsip umum dalam pemilihan data konsentrasi bahan kimia dalam pangan menurut WHO 2000 a adalah sebagai berikut:

a. Kualitas data konsentrasi bahan kimia

Salah satu kriteria penting untuk menentukan kualitas data adalah akreditas laboratorium yang melakukan analisis terhadap bahan kimia dalam pangan. Jika kriteria tersebut telah terpenuhi, kemudian diperlukan kriteria tambahan lain yakni: ƒ data harus terbaru up to date, ƒ metode analisis harus divalidasi dan berada dalam level yang cukup untuk dikuantifikasi, ƒ data yang dihasilkan berasal dari analisis sampel individu sampel tunggal, ƒ sampel dikumpulkan berdasarkan metode sampling secara statistik, ƒ data harus bersifat representatif, artinya mewakili suluruh wilayah, atau jika tidak memungkinkan, hanya mewakili sebagian wilayah, dan ƒ jumlah sampel yang dianalisis harus cukup untuk menjamin validitas data terutama jika akan digunakan untuk menentukan nilai percentile . Jika semua kriteria telah terpenuhi, maka akan mudah mencari nilai median yang nantinya digunakan untuk memperkirakan total asupan bahan kimia dalam tubuh. Penggunaan nilai median ini mempunyai keuntungan jika dibandingkan dengan penggunaan nilai mean yakni tidak dipengaruhi oleh data dari sampel yang nilai konsentrasinya di bawah LOQ Limit of Quantification.

b. Nilai di bawah LOQ

Jika proporsi data yang di bawah LOQ tinggi, terdapat beberapa cara untuk mengasumsikan nilai di bawah LOQ tersebut yakni diasumsikan sebesar LOQ, nol atau ½ LOQ.

c. Target data

Data yang dikumpulkan berdasarkan metode sampling bukan acak tidak dapat digunakan untuk memperkirakan rata-rata paparan bahan kimia dalam pangan. Bagaimanapun, data ini masih bisa digunakan jika tidak ada data lain yang tersedia. Namun harus dipahami bahwa penggunaan data tersebut akan menghasilkan perkiraan paparan yang berlebih.

d. Nilai mean dan median

Nilai median hanya digunakan jika tersedia data dari hasil pengujian sampel pangan tunggal. Jika data diperoleh dari pengujian sampel pangan campuran aggregated maka dianjurkan menggunakan nilai mean. Keterbatasan penggunaan nilai mean dibandingkan nilai median adalah sangat dipengaruhi proporsi hasil pengujian yang dibawah LOQ. Ketika proporsi hasil pengujian di bawah LOQ kecil, nilai mean dapat digunakan dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi, begitupun sebaliknya. Terdapat beberapa sumber untuk memperoleh data konsentrasi bahan kimia dalam pangan, diantaranya adalah penggunaan asumsi maksimum level yang diijinkan, penggunaan data hasil monitoring keamanan pangan dan studi diet total WHO, 1997 a ; Sparringa et al., 2004.

a. Asumsi maksimum level yang diijinkan

Penggunaan asumsi maksimum level yang diijinkan boleh diaplikasikan dalam kajian paparan apabila data penggunaan bahan kimia yang sesungguhnya tidak tersedia, namun harus dipahami bahwa tidak semua orang mengkonsumsi pangan yang mengandung bahan kimia dengan konsentrasi tertinggi. Data tersebut kemudian digabungkan dengan data konsumsi untuk memperkirakan asupan bahan kimia dalam tubuh. Pada pendekatan ini biasanya menghasilkan perkiraan yang lebih tinggi karena diasumsikan bahwa semua pangan mengandung bahan kimia dalam jumlah maksimum WHO, 1997 a ; Sparringa et al., 2004.

b. Data hasil monitoring keamanan pangan

Banyak tipe data monitoring yang dikumpulkan untuk berbagai tujuan. Program monitoring tersebut meliputi kegiatan monitoring yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang untuk menetapkan suatu peraturan, monitoring oleh industri swasta dalam rangka pengawasan mutu, monitoring oleh suatu kelompok yang mempunyai kepentingan tertentu dan survei pangan yang bersifat representatif. Monitoring tersebut biasanya dilakukan pada area pertanian, pabrik pengolahan pangan, pedagang perantara wholesaler, pelabuhan dan supermarket. Monitoring oleh industri swasta biasanya hanya dilakukan untuk kepentingan pengawasan mutu produk yang dihasilkan oleh industri yang bersangkutan. Begitu juga monitoring oleh kelompok yang mempunyai kepentingan tertentu sehingga data yang diperoleh belum representatif dan belum cukup akurat untuk digunakan dalam kajian paparan. Data hasil monitoring yang paling lazim digunakan adalah data hasil survei pangan secara nasional. Walaupun sulit dan membutuhkan biaya yang sangat mahal, dengan penerapan metode survei yang benar maka akan dihasilkan data yang valid dan representatif untuk menggambarkan tingkat atau level bahan kimia yang dikonsumsi oleh masyarakat suatu negara Leparulo-Loftus et al., 1992.

c. Studi diet total

Studi diet total melibatkan analisis campuran pangan atau jenis pangan tunggal yang merepresentasikan diet harian yang spesifik untuk populasi umum atau kelompok populasi terpilih. Total asupan per hari bahan kimia diperkirakan dengan mengalikan tingkat bahan kimia yang ditetapkan pada setiap kelompok pangan dengan rerata konsumsi grup tersebut dan kemudian dengan menjumlahkan asupan yang dihitung untuk semua grup. Pelaksanaan kajian paparan secara faktual di Indonesia saat ini, untuk setiap komponen dan sumber data disajikan pada Tabel 3.

E. PROGRAM GEMSFOOD

The Global Environment Monitoring SystemFood Contamination Monitoring and Assessment Programme , atau lebih dikenal dengan GEMSFOOD dibentuk pada tahun 1976. GEMSFOOD memulai proyek kerjasama dengan FAO, UNEP dan WHO dengan WHO sebagai agen pelaksananya. Sampai akhir tahun 1994, WHO telah melaksanakan program GEMSFOOD di lebih dari 70 negara di dunia. GEMSFOOD memberikan informasi yang telah dikumpulkan kepada pemerintah, lembaga internasional dan lembaga antar pemerintahan seperti Codex Alimentarius Commission tentang tingkat dan kecenderungan kontaminan dalam pangan, kontribusinya terhadap paparan pada manusia serta signifikansinya terhadap kesehatan publik dan perdagangan WHO, 1999; WHO, 2002; WHO, 2003 a . Beberapa tujuan utama GEMSFOOD antara lain : • mengumpulkan data kontaminan dalam pangan dan mengevaluasinya serta meninjau kembali kecenderungan kontaminan dalam pangan dan memberikan ulasannya, • menghasilkan suatu perkiraan asupan bahan kimia dengan mengkombinasikan data konsumsi pangan dengan tingkat kontaminan pada kelompok pangan tertentu, • membuka kerjasama dengan negara-negara yang ingin memprakarsai program monitoring kontaminan pangan, • Tabel 3. Peta pelaksanaan kajian paparan di Indonesia Komponen Sumber Data Kondisi di Indonesia Data konsumsi Data survei konsumsi pangan berskala nasional Data tersedia dalam bentuk Food Balance Sheet. Data ini digunakan untuk menghitung rata-rata ketersediaan energi per kapita, makronutrien dan paparan bahan kimia dalam komoditi segar dan pangan semi olahan sehingga hanya bisa diaplikasikan untuk kontaminan pangan. Data yang ada belum diaplikasikan untuk kajian paparan di Indonesia Data survei konsumsi pangan berbasis rumah tangga Data telah tersedia di Indonesia dan digunakan untuk memperkirakan rata-rata paparan kontaminan dalam pangan. Sumber informasi diperoleh dari data hasil survei oleh HKI Hellen Keller Indonesia, Perguruan Tinggi, Puslitbang Gizi dan Makanan, serta data hasil survei sosial ekonomi nasional SUSENAS. Akan tetapi untuk BTP belum tersedia, salah satu peluangnya adalah melakukan analisis dari data SUSENAS Ψ Data survei konsumsi pangan berbasis individu Masih dalam skala pilot project yakni survei konsumsi pangan individu terpadu untuk kajian paparan dan gizi yang dilaksanakan di 10 kecamatan di kota Bogor. Survei dilaksanakan selama 3 hari berturut-turut dengan menggunakan metode mengingat-ingat konsumsi pangan 24 h food dietary recall dan buku harian konsumsi pangan food diary methods. Hasil survei menunjukkan bahwa pengkonsumsi tinggi benzoat 95th berdasarkan GSFA: 13.48mgkgbb 270 JECFA ADI dan kelompok pasta dan mie, roti dan minuman tidak beralkohol memberikan kontribusi besar terhadap paparan. Pengkonsumsi tinggi siklamat 95th berdasarkan standar nasional max: 33 mgkgbb 304 JECFA ADI dan kelompok minuman tidak beralkohol memberikan kontribusi besar terhadap paparan ¶ Tabel 3. Peta pelaksanaan kajian paparan di Indonesia lanjutan Komponen Sumber Data Kondisi di Indonesia Data konsentrasi Asumsi maksimum level yang diijinkan Telah dilakukan pengembangan metode kajian paparan berdasarkan batas maksimum yang diijinkan. Proyek ini telah dilaksanakan pada Oktober-Desember 2002 dengan menggunakan 192 responden di 15 propinsi di Indonesia. Hasil kajian paparan menunjukkan asupan benzoat rata-rata 0.96mgkgbb 19.2 JECFA ADI dengan pengkonsumsi tinggi 95th: 3.08 mgkg bb 61.6 JECFA ADI. Rata-rata asupan pengkonsumsi tinggi benzoat untuk anak-anak 2-12 hampir melebihi JECFA ADI 5mgkgbb § Data hasil monitoring keamanan pangan Database belum tersedia di Indonesia, akan dibahas dalam skripsi ini Ψ Studi diet total Pilot project kajian paparan BTP pada murid SD dengan metode TDS Desember 2002- Desember 2003. Jumlah responden yang terlibat sebanyak 72 orang usia 6-12 tahun dan dipilih secara random dari 3 SD di kota Malang. Hasil kajian menunjukkan bahwa pangan siap saji mempunyai kontribusi tertinggi terhadap pangan yang dikonsumsi murid SD 70 dari berat total. Paparan siklamat rerata tertinggi berasal dari minuman dan kudapan terutama dari serealia dan kelompok lain-lain total paparan 240 ADI, sedangkan paparan rerata benzoat dan sakarin total masih dibawah nilai ADI Φ Sumber: Sparringa et al. 2004 Ψ Sparringa, personal communication. 2005 ¶ Syarifudin 2004 Φ Slamet 2004 § BADAN POM 2005 b • mempersiapkan perkiraan pola konsumsi pangan regional, dan • mendukung dan memfasilitasi penyusunan Standar Internasional untuk pangan yang dilakukan oleh Codex Alimentarius Commission dengan memberikan informasi tingkat kontaminan dalam pangan. Salah satu aktivitas GEMSFOOD adalah melakukan monitoring keamanan pangan dengan cara mengumpulkan, menganalisis dan menyebarluaskan data kontaminan dalam pangan dan total diet. Untuk membantu kegiatan monitoring tersebut, maka dikembangkan daftar prioritas pangan dan kontaminan. Daftar GEMSFOOD tersebut digunakan dalam rangka harmonisasi untuk mendukung pelaksanaan program Total Diet Study TDS. Terdapat tiga daftar prioritas pangan dan kontaminan menurut GEMSFOOD yakni core list, intermediate list dan comprehensive list. Core list direkomendasikan untuk digunakan di negara berkembang seperti Indonesia, intermediate list digunakan di negara yang industrinya sedang berkembang dan untuk negara maju atau negara yang telah berkembang direkomendasikan untuk menggunakan comprehensive list WHO, 1999. Selain itu untuk memudahkan dalam proses pengklasifikasian data maka dikembangkan sistem kategori pangan GEMSFOOD Regional diets WHO, 2003 b . Terdapat 15 kategori pangan segar dan semi olahan berdasarkan GEMSFOOD Regional Diets. Kategori pangan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Sistem dan prosedur juga telah dikembangkan untuk memungkinkan pengumpulan data elektronik dari berbagai negara yang terlibat. Bagi negara- negara yang memiliki sistem monitoring yang canggih, data-data akan ditransfer ke WHOHQ sebagai sentral database secara otomatis electronic reporting . Sedangkan bagi negara yang belum memiliki sistem monitoring yang canggih, untuk membantu pengumpulan data kontaminan dalam pangan ini maka dikembangkan OPAL Operational Programs for Analytical Laboratories . OPAL adalah suatu sistem informasi berbasis komputer yang dikembangkan oleh WHO untuk membantu program GEMSFOOD. Terdapat dua komponen OPAL yakni OPAL I yang digunakan untuk data kontaminan Tabel 4. Kategori pangan untuk pangan segar dan semi olahan menurut GEMSFOOD Regional Diets No. Komoditi 1. Serealia 2. Akar-akaran dan Umbi-umbian 3. Kacang-kacanganPulses 4. Gula dan Madu 5. Kacang-kacangan dan Minyak Biji-bijian 6. Minyak dan Lemak Nabati 7. Stimulan 8. Spices Rempah-rempah 9. Sayur-sayuran 10. Ikan dan Seafood 11. Telur 12. Buah-buahan 13. Susu dan Produk Susu 14. Daging dan Jerohan 15. Minyak dan Lemak Hewani Sumber : Diadaptasi dari WHO 2003 b dalam pangan dan OPAL II yang digunakan untuk hasil TDS Total Diet Study WHO, 1999. Data dalam bentuk database hasil olahan software OPAL tersebut akan sangat berguna untuk mengkaji risiko kontaminan pangan bagi kesehatan manusia. Database kontaminan GEMSFOOD ini dapat diakses secara mudah melalui internet yakni di Website WHO SIGHT http:sight.who.int. Akan tetapi untuk data yang bersifat rahasia tidak dipublikasikan tanpa seijin submitter . Untuk kasus ini WHO SIGHT hanya akan menampilkan nama negara, nama kontaminan dan jumlah data yang dimasukkan WHO, 2003 a . F. GSFA GENERAL STANDARD FOR FOOD ADDITIVES GSFA merupakan standar internasional untuk BTP. Ruang lingkup GSFA meliputi kelompok BTP yang telah dievaluasi oleh JECFA, penggunaan BTP yang diijinkan dalam setiap kategori pangan serta batas maksimum penggunaan BTP dalam setiap kategori pangan. Untuk mempermudah pengalokasian BTP ke dalam kategori pangan tertentu maka dikembangkan sistem kategori pangan. Terdapat 16 kategori pangan yang ada di GSFA. Di Indonesia kategori pangan yang digunakan mengacu pada kategori pangan yang ada di GSFA, akan tetapi telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Terdapat 16 kategori pangan di Indonesia yang belum semuanya selesai dibahas Tabel 5. Uraian dalam tinjauan pustaka ini sangat penting terutama karena database konsentrasi BTP dan kontaminan hasil monitoring sebagai penyedia data dalam kajian risiko belum tersedia di Indonesia. Yang menjadi bahasan utama adalah kelemahan database kontaminan dan BTP khususnya yang berkaitan dengan kualitas data, sehingga kedepannya diharapkan kelemahan- kelemahan tersebut bisa lebih diantisipasi. Kelemahan tersebut akan diidentifikasi dalam penelitian ini, untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar untuk membuat suatu rekomendasi. Dengan pendekatan serupa bisa dilakukan pertukaran informasi dalam forum Jejaring Intelijen Pangan untuk berbagi pengalaman antar stakeholder. Tabel 5. Kategori pangan untuk pangan olahan menurut GSFA yang telah disesuaikan dengan kondisi di Indonesia Kode Kategori Pangan

01.0 Produk-Produk Susu, Kecuali yang Termasuk Kategori 02.0

02.0 Lemak, Minyak, dan Emulsi Minyak tipe emulsi air dalam minyak

03.0 Edible Ices Es yang dapat dimakan

04.0 Buah-Buahan dan Sayuran Termasuk Jamur, Umbi, Kacang-Kacangan Termasuk Kacang Kedelai, dan Lidah Buaya, Rumput Laut, Biji-Bijian 05.0 Confectionery 06.0 Serealia dan Produk-Produk Serealia yang Merupakan Produk Turunan Dari Biji Serealia, Akar-Akaran dan Umbi-Umbian, Kacang-Kacangan, Polong-Polongan dan Empulur Bagian dalam Batang Tanaman, Selain Produk-Produk Bakeri Pada Kategori Pangan 07.0

07.0 Produk Bakeri

08.0 Daging dan olahan daging, termasuk daging unggas dan daging hewan buruan 09.0 Ikan dan Produk Perikanan Termasuk Moluska, Kerang, Bekicot atau Siput Laut, Crustacea Kepiting dan Udang dan Echinoderma Teripang 10.0 Telur dan Produk-produk Telur 11.0 Pemanis, Termasuk Madu 12.0 Garam, Rempah-Rempah, Sup, Saus, Salad, Produk-Produk Protein 13.0 Produk Pangan Untuk Keperluan Gizi Khusus 14.0 Minuman, Tidak Termasuk Produk Susu 15.0 Makanan Ringan Siap - Santap 16.0 Pangan komposit pangan yang tidak termasuk kategori 1-15 Sumber: Badan POM 2005 d

III. METODOLOGI

A. WAKTU DAN TEMPAT Penelitian ini merupakan tugas khusus yang diberikan dalam kegiatan magang di Sub Direktorat Surveilan dan Penanggulangan Keamanan Pangan, Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan Badan POM-RI Jakarta. Kegiatan magang ini dimulai pada bulan Februari sampai Juni 2005. Kegiatan pengumpulan data kontaminan pangan dan BTP dilakukan di PPOMN Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Badan POM RI.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai beberapa tahapan utama yaitu mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMSFOOD, pengumpulan data konsentrasi kontaminan pangan dari data hasil pengujian tahun 1999-2004 dan BTP tahun 2004 yang telah dilakukan oleh Badan POM RI, klasifikasi data berdasarkan kategori pangan tertentu dan jenis kontaminan serta BTP tertentu menurut GEMSFOOD untuk kontaminan pangan serta GSFA untuk BTP dan pestisida, penggunaan software OPAL I untuk kontaminan pangan, identifikasi masalah, dan rekomendasi Gambar 4.

1. Mempelajari elemen data yang diperlukan dalam kajian paparan

dengan pedoman GEMSFOOD Pada tahap ini dilakukan studi pustaka mengenai elemen-elemen yang diperlukan dalam kajian paparan dengan pedoman GEMSFOOD.

2. Pengumpulan data konsentrasi kontaminan pangan dan BTP

Tahap awal yang dilakukan adalah komunikasi dengan pihak PPOMN sebagai penyedia data kontaminan pangan dan BTP di Indonesia. PPOMN merupakan laboratorium rujukan bagi 26 laboratorium pengawasan obat dan makanan di seluruh Indonesia, telah diakreditasi