Aspergillus flavus yaitu jenis kapang yang dapat memproduksi berbagai
jenis aflatoksin. Yang menjadi perhatian utama berkaitan dengan aflatoksin adalah penyakit kanker hati, terutama bagi penderita yang telah
terinfeksi penyakit hepatitis B dan hepatitis C. Untuk itu diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai kajian paparan aflatoksin pada kelompok
berisiko tinggi yang dihubungkan dengan konsumsi kacang tanah dan produk olahannya untuk mengetahui karakteristik risikonya. Elemen
penting yang diperlukan untuk kajian paparan aflatoksin ini adalah data prevalensi penyakit hepatitis B dan hepatitis C serta data konsumsinya di
daerah yang prevalensi penyakit hepatitis B dan hepatitis C tinggi Sparringa, personal communication. 2006.
2. Kualitas Data Kontaminan Pangan
Masalah utama dalam database konsentrasi kontaminan dalam pangan di Indonesia adalah kualitas data yang masih kurang memenuhi
kebutuhan software OPAL I. Data-data yang ada sebagian besar masih belum mencantumkan nilai LOD, bahkan nilai LOQ tidak dicantumkan
sama sekali. Kedua nilai ini menurut WHO 2004 sangat diperlukan dalam software OPAL I untuk membuat asumsi-asumsi hasil pengujian
yang “tidak terdeteksi”. Dengan tidak tersedianya kedua nilai tersebut akan sangat sulit menentukan beberapa parameter statistik seperti mean,
median, standar deviasi dan 90
th
percentile jika terdapat data yang “tidak
terdeteksi”. Parameter statistik tersebut sangat diperlukan dalam proses analisis data dengan pendekatan kajian risiko. Jumlah sampel yang diuji
belum cukup untuk menjamin validitas data, bahkan ada yang hanya terdiri dari satu sampel. Hal ini juga menyulitkan dalam hal penentuan parameter
statistiknya. Masalah lain berkaitan dengan kualitas data kontaminan adalah
data yang diperoleh bukan didasarkan atas kegiatan sampling tetapi kebanyakan menggunakan data pihak yang ingin mengujikan produknya,
sehingga pada saat entry data yang dimasukkan dalam periode sampling adalah waktu pada saat sampel diterima karena diasumsikan dekat dengan
waktu sampling. Data hasil monitoring ini belum bersifat representatif karena monitoring yang melibatkan perusahaan biasanya hanya bertujuan
untuk pengawasan mutu produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang bersangkutan dan hal ini belum cukup akurat untuk digunakan sebagai
penyedia data dalam kajian paparan Leparulo-Loftus, 1992. Oleh karena itu diperlukan kajian lebih lanjut mengenai hasil monitoring kontaminan
pangan baik pada pangan segar maupun semi olahan yang melibatkan stakeholder
terkait secara terpadu sehingga dapat dihasilkan database kontaminan pangan secara nasional. Seperti halnya pada data BTP,
keterpaduan tersebut perlu didukung dengan adanya protokol survei sehingga hasil monitoring dari masing-masing stakeholder nantinya dapat
diintegrasikan untuk selanjutnya dianalisis dan dihasilkan informasi yang berguna untuk kajian risiko.
C. DATABASE KONTAMINAN DENGAN GUIDELINE PRIORITAS