Sejarah Shinto dan Karakteristik Shinto

pengabdian seluruh masyarakat Jepang. Hal ini karena Tokugawa Ieyasu memilih konfusionisme sebagai dasar filosofisnya untuk usaha menanamkan penghormatan bawahan terhadap atasan. Namun pada periode Meiji, dengan kembalinya keberadaan Shinto, maka ideologi negara berlandaskan kepercayaan Shinto. Kepercayaan Shinto mengajarkan kesetiaan kepada yang berkuasa, sehingga menetralisasi kemungkinan sifat sombong seorang pejuang militer. Kepercayaan Shinto menekankan kesetiaan dan kecintaan kepada Negara dan Tenno. Shinto tidak mengenal ajaran dosa, tetapi lebih menekankan soal kehormatan dan harga diri Suryohadiprojo, 1982:49. Selama periode Meiji, melalui doktrin Shinto disebarkanlah ideologi militeristik yang mencakup ajaran – ajaran, keyakinan, dan teori, yang menganjurkan atau membenarkan misi Jepang untuk memperluas kekuasaannya atas bangsa – bangsa dan orang lain. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa Kaisar Jepang lebih unggul dari kepala negara lain karena asal keturunannya yang istimewa, juga menganggap bahwa pulau – pulau Jepang lebih unggul daripada negeri lain karena sejarah asal mulanya yang istimewa. Tetapi pemikiran seperti ini dihentikan melalui dikeluarkannya Instruksi Shinto Shinto Shirei atas perintah SCAP Supreme Commander Allians Powers Amerika kepada Pemerintah Jepang pada 15 Desember 1945 yang melarang propagasi dan penyebaran ideologi militeristik dalam doktrin Shinto beserta filsafatnya.

2.3 Sejarah Shinto dan Karakteristik Shinto

Diantara beberapa agama yang dianut orang Jepang saat ini, Shinto adalah yang tertua dan dianggap sebagai agama pribumi orang Jepang. Berbeda dengan Universitas Sumatera Utara agama Budha, Konfusianisme, Katolik, Protestan dan Islam yang masuk kemudian Danandjaja, 1997. Sebagai agama tertua di Jepang, tentulah keberadaan Shinto memiliki sejarah yang panjang. Dan melalui sejarah panjang Shinto sehingga dapat melihat karakteristik Shinto tersebut. Bagaimana sejarah Shinto akan dibahas pada sub- bab berikut.

2.3.1 Sejarah Shinto

Dalam Shinto, tidak ada yang disebut dengan kitab suci sebagaimana Alkitab pada Kristen dan Qur’an pada Islam. Tetapi ada catatan - catatan tentang pengetahuan dan adat serta sejarah yang menuliskan riwayat dan latar belakang kepercayaan Shinto. Buku – buku tersebut antara lain adalah: - Kojiki, yaitu catatan rekaman tentang keadaan masa kuno. Inilah sebagai dasar penulisan sejarah Shinto. - Shoku Nihongi dan Nihon Shoki sambungan dari rentetan sejarah Jepang. Cenderung berisi sistem struktur pemerintahan, kebijakan luar negeri, hirarki agama, dan tatanan sosial luar negeri. - Rikkokushi, yaitu sejarah enam negri, termasuk didalamnya Shoku Nihongi dan Nihon Shoki - Jinno Shotoki, yaitu pembelajaran tentang Shinto dan politik Jepang dan sejarahnya. Ditulis pada abad 14. Shinto sudah berakar sejak jaman kuno bagi Jepang. Sejarah mencatat dalam Kojiki pada tahun 712 dan dalam Nihon Shoki pada tahun 720, tetapi para ahli arkeologi mencatat lebih jauh sebelumnya. Kojiki menuliskan bahwa keluarga Kekaisaran Jepang sebagai dasar kebudayaan orang Jepang, juga Universitas Sumatera Utara keturunan Amaterasu Omikami yang diyakini sebagai dewa matahari. Dalam Kojiki juga terdapat dongeng dan silsilah para dewa. Dalam catatan sejarah tersebut dituliskan bahwa dewi matahari Amaterasu Omikami mengutus cucunya yang bernama Ninigi no mikoto ke bumi Jepang untuk memerintah Jepang, dan Jimmu Tenno adalah anak dari Ninigi no mikoto, menjadi kaisar pertama Jepang dari klan Yamato. Ketika klan Yamato mulai berkuasa di Jepang pada abad 3 M, klan ini tidak hanya berperan dalam pemerintahan tetapi juga berperan sebagai pendeta yang menjalankan ritual – ritual keagamaan sehubungan dengan pengakuannya sebagai titisan dewa matahari. Pada masa Jimmu Tenno belum muncul istilah Shinto. Istilah Shinto baru muncul dan dikenal luas dalam kehidupan masyarakat Jepang setelah masuk dan diterimanya agama Budha dalam pemerintahan dan kehidupan masyarakat Jepang. Untuk membedakan agama Budha dengan agama yang sudah dipercayai dan dijalankan oleh rakyat Jepang maka dibuatlah istilah Shinto.

a. Periode Jomon