Berakhirnya Pemerintahan Tokugawa TINJAUAN UMUM MASA RESTORASI MEIJI DAN SEJARAH

BAB II TINJAUAN UMUM MASA RESTORASI MEIJI DAN SEJARAH

SHINTO 2.1 Awal Restorasi Meiji Restorasi Meiji yang dikenal juga dengan sebutan Meiji Ishin 明治維 新atau Revolusi Meiji atau Pembaruan Meiji, adalah serangkaian kejadian yang berpuncak pada pengembalian kekuasaan di Jepang kepada Kaisar pada tahun 1868. Serangkaian kejadian itu sendiri terjadi pada tahun 1866 sampai 1869, tiga tahun yang mencakup akhir zaman Edo. Restorasi ini menyebabkan perubahan besar – besaran pada struktur politik dan sosial Jepang, yang berlangsung sejak zaman Edo pada akhir Keshogunan Tokugawa dan awal zaman Meiji. Restorasi ini adalah akibat dari Perjanjian Shimoda dan Perjanjian Towsen Harris yang dilakukan oleh Komodor Matthew Perry dari Amerika Serikat.

2.1.1 Berakhirnya Pemerintahan Tokugawa

Zaman Tokugawa atau yang biasa disebut dengan zaman Edo 1603-1868 merupakan zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa secara turun – temurun yang diawali oleh Tokugawa Ieyasu yang mampu mengalahkan Toyotomi Hideyoshi dalam perang Sekigahara tahun 1600. Kemudian menjadi seiitaishogun pada tahun 1603. Dalam Suryohadiprojo 1982: 15 dituliskan bahwa Shogun atau panjangnya seiitaishogun berarti jabatan militer tertinggi dalam negara. Disebut zaman Edo karena pemerintahan saat itu berpusat di kota Edo sekarang Tokyo. Selama zaman pemerintahan Tokugawa di Edo berlangsung kira – kira 260 tahun Situmorang, 2009:19. Universitas Sumatera Utara Menurut C.F Strong dalam Syafiie 2009:22 menyebutkan tentang defenisi pemerintahan sebagai berikut: “Government in the broader sense, is changed with the maintenance of the peace and security of state with in and with out. It must therefore, have first military power or the control of armed forces, secondly legislative power or the means of making laws, thirdly financial power or the ability to extract sufficient money from the community to defray the cost of defending of state and of enforcing the law it makes on the state behalf.” Maksudnya, pemerintahan dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, ke dalam dan ke luar. Oleh karena itu, pertama, harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, yang kedua, harus mempunyai kekuatan legislatif atau dalam arti pembuatan undang – undang, yang ketiga harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberadaan negara dalam menyelenggarakan peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan negara. Pemerintahan zaman Tokugawa zaman Edo adalah pemerintahan keshogunan, yaitu pemerintah pusat dipegang oleh shogun. Sedangkan sistem pemerintahannya disebut sistem bakuhantaisei, yaitu sistem pemerintahan bakufu dan han. Bakufu adalah pemerintahan pusat dan mempunyai wilayah sendiri, sedangkan han diperintah oleh daimyo dan urusan di dalamnya bebas tanpa campur tangan shogun. Namun demikian banyak sekali peraturan keshogunan yang memperlemah kedaimyoan atau wilayah han. Pemerintahan keshogunan telah berlangsung di Jepang sejak zaman Kamakura 1192 hingga zaman Edo 1867. Pemerintahan yang seperti ini juga disebut dengan Houkenseido sistem Universitas Sumatera Utara feodalisme. Martin dalam Situmorang 2009:79 menyebutkan bahwa “feodalisme adalah penguasaan tanah yang terpecah belah sebagai faktor produksi melalui kekuatan militer, dimana kaum feodal menyediakan keamanan bagi petani sehingga para petani dapat mengerjakan lahannya, sedangkan pembagian hasil ditentukan oleh Tuan Feodal sehingga petani tidak bisa hidup menjadi kuat, tetapi harus selalu tergantung pada tuannya”. Untuk memahami kemunduran pemerintahan Tokugawa, hal pertama yang harus dipahami adalah kekuatannya. Untuk mempertahankan kekuasaannya, Tokugawa membuat berbagai kebijaksanaan. Diantaranya, Sankinkoutai yaitu peraturan bahwa setiap daimyo harus membuat tempat tinggal keluarganya di Edo, sehingga para daimyo wajib tinggal di Edo sekitar 6 bulan, dan 6 bulan lagi tinggal di wilayah kekuasaannya; kemudian ada kebijaksanaan Sakoku yaitu kebijaksanaan menutup negara dari negara luar; juga ada peraturan Kugeshohatto yaitu larangan berkomunikasi dengan keluarga Kaisar, dan Bukeshohatto adalah larangan sesama daimyo membentuk ikatan maupun perkawinan. Oleh karena berbagai kebijaksanaan ini dilaksanakan secara ketat, maka pada zaman Tokugawa ini dalam negri Jepang sangat tenang dan kebudayaan terbentuk secara menyeluruh universal. Selama periode Tokugawa, lima belas anggota keluarga Tokugawa secara berturut – turut memegang posisi sebagai Shogun, menggunakan sedikit banyak kekuasaan yang meyakinkan pendatang Eropa untuk berpikir bahwa Shogun sebagai Kaisar dan Kaisar seperti Paus Beasley, 1972:13. Para shogun diberikan kekuasaan militer oleh Kaisar, dan mereka juga dibantu oleh para daimyo yang merupakan tuan tanah semenjak abad ke – 10 Universitas Sumatera Utara hingga awal abad ke – 19. Daimyo dalam Suryohadiprojo 1982:16 adalah pemimpin militer daerah yang independen. Sedangkan daimyo dalam Situmorang 2009:18 disebut juga hanshu 藩 主 adalah tuan penguasa wilayah di daerah. Para daimyo memiliki hak kepemilikan tanah secara turun – temurun dan bahkan tentara untuk melindungi tanah dan pekerjanya. Pada awal zaman Tokugawa zaman Edo perekonomian berpusat pada beras, sehingga banyak tanah merupakan lahan pertanian beras yang dikerjakan oleh para petani pekerja dan dijaga oleh pengawas daerah pertanian yang disebut Sakimori atau Tsuwamono atau Samurai yang kemudian dikenal dengan sebutan Bushi pada zaman Edo. Bakufu dan Han mengutamakan produksi beras karena beras merupakan pajak. Bushi juga menerima beras sebagai gaji dari Han. Shinzaburo dalam Situmorang 1995:41, membagi periode pemerintahan Tokugawa berdasarkan kemantapannya atas tiga periode: 1. Periode pertama tahun 1603 – 1632 Periode pertama adalah masa pemerintahan shogun Ieyashu 1603 – 1605 sampai pada masa pemerintahan shogun Hidetada 1605 – 1632. Pada periode ini berkembang aliran Konfusionis yang bertujuan demi kepentingan politik. 2. Periode kedua tahun 1633 – 1854 Periode kedua adalah masa kemantapan keshogunan Tokugawa, yang diperintah oleh sepuluh generasi Tokugawa, dari Iemitsu 1633 – 1651 sampai shogun Ieyoshi 1837 – 1853 Universitas Sumatera Utara 3. Periode ketiga tahun 1855 – 1867 Periode ketiga adalah masa kehancuran keshogunan Tokugawa hingga menyerahkan kekuasaan kepada Kekaisaran. Periode ketiga ini diperintah oleh tiga generasi Tokugawa yaitu shogun Iesada, Iemochi dan Yoshinobu. Pemerintahan Tokugawa mengalami masa jaya yang panjang, tetapi pada abad ke – 19, kekuasaan Tokugawa mulai mengalami kemunduran. Berakhirnya pemerintahan Tokugawa berakar dari pembukaan negara dan pelabuhan. Selama kurang lebih 250 tahun kekuasaan Tokugawa, Jepang menjalankan politik isolasi atau Sakoku, yaitu kebijakan menutup negara dari pengaruh luar. Adapun maksud Tokugawa melakukan politik isolasi untuk Jepang khususnya disebabkan oleh rasa khawatirnya akan kaum Kristen dan pengaruhnya. Sejak Tokugawa berkuasa agama Kristen dilarang dan semua orang asing dilarang masuk Jepang, kecuali orang Belanda yang masih boleh berdagang melalui pulau kecil Deshima di depan Nagasaki. Orang Jepang juga dilarang keluar negeri. Selama melakukan sakoku, Jepang tidak menyadari adanya kemajuan – kemajuan yang terjadi di bangsa barat, terutama dalam bidang industri. Dengan adanya revolusi industri di Inggris dan di Eropa Barat sehingga terjadi kemajuan perdagangan. Negara – negara Eropa berpikir bahwa negara Jepang adalah pasar komoditi yang baru. Sehingga menjelang akhir abad ke - 18, bangsa Eropa menuntut pembukaan negara kaikoku kepada Jepang yang melakukan Sakoku. Tahun 1853, Amerika mengirimkan utusan yang dipimpin oleh Komodor Matthew.C.Perry untuk melakukan ekspedisi ke Jepang. Perry tiba di Uraga pada 8 Juli 1853, datang langsung ke dekat ibukota untuk menuntut perundingan Universitas Sumatera Utara pembukaan negara Kaikoku kepada Bakufu melalui sebuah surat dari presiden Amerika kepada Kaisar yang bertahta pada saat itu, yaitu Kaisar Komei. Dan lagi, dalam surat yang ditulis secara pribadi oleh Perry, yang menyertai surat dari Presidan, mengatakan bahwa jika pendekatan yang santun dan damai tidak diterima maka ia akan kembali datang pada musim semi tahun berikutnya dengan kekuatan yang lebih besar. Tindakan Perry menyebabkan ketakutan besar bagi Jepang. Pemerintahan Bakufu memanfaatkan satu tahun tersebut untuk mempertimbangkan tuntutan Perry. Setahun kemudian, tahun 1854 dengan kedatangan Komodor Perry kedua kali dengan armada perang menggunakan kurofune kapal hitam, Bakufu harus menjalin perjanjian dengan Amerika. Bakufu tidaklah ingin berperang karena menyadari kekalahan China dari Inggris yang dalam anggapan Jepang pada saat itu bahwa negara barat lebih kuat daripada negara Asia. Dengan ketakutan Jepang akan kekuatan kurofune, maka Jepang selanjutnya melakukan Kaikoku. Pada tanggal 31 Maret 1854 pemerintah Tokugawa akhirnya menandatangani perjanjian dengan Amerika di Kanagawa. Lalu Amerika menempatkan Konsul Jendral pertama yang bernama Townsend Harris di Yokohama. Empat tahun setelah itu, tepatnya pada tahun 1858, Townsend Harris sebagai konsul jenderal Amerika, berhasil memaksa Jepang untuk menandatangani persetujuan yang isinya mirip persetujuan bangsa – bangsa barat dengan Cina pada waktu itu. Persetujuan itu menggambarkan keangkuhan bangsa – bangsa Barat terhadap Cina dan Jepang. Keadaan ini amat tidak disukai oleh rakyat Jepang pada umumnya dan para samurai khususnya. Juga lingkungan kekaisaran yang berada di Kyoto tidak setuju dengan perkembangan demikian. Sebab ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Jepang, bahwa bangsa asing dapat Universitas Sumatera Utara menunjukkan kekuasaannya di bumi Jepang. Mereka khawatir bahwa langkah demi langkah Jepang akan mengalami nasib yang sama seperti Cina atau bangsa – bangsa lain di Asia yang menurut pendengaran mereka dikuasai oleh bangsa – bangsa Eropa. Dengan perjanjian ini maka dibukalah pelabuhan Nagasaki, Hakodate, Yokohama dan lain – lain, dan sejak tahun1859 dimulailah dilakukan perdagangan bebas. Sehingga pada tahun 1867 pada masa Tokugawa Yoshinobu Keiki masih menjabat sebagai shogun, Hyogo Kobe modern terbuka bagi perdagangan luar negeri. Dengan pergerakan yang baru yaitu pembukaan negara dan pelabuhan, harga – harga kebutuhan masyarakat menjadi naik, maka bersamaan dengan itu kehidupan petani dan bushi level bawah menjadi lemah, demikian pula dengan kekuatan politik bakufu. Sejak terjadinya pembukaan negara, terjadi pemberontakan dalam negri karena rakyat Jepang tidak menginginkan perjanjian tersebut ditandatangani oleh pemerintahan Tokugawa, terutama pihak kekaisaran karena perjanjian itu belum memperoleh izin dari Kaisar. Akibat dari penandatanganan perjanjian tersebut, pemerintah Tokugawa tidak lagi memperoleh kepercayaan dari rakyat karena mereka menganggap bahwa ini semua dapat terjadi karena Tokugawa tidak memenuhi fungsinya sebagai shogun, yaitu tidak dapat memberikan perlindungan terhadap bangsa Jepang Suryohadiprojo, 1982:23. Alasan tersebut dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang ingin menggulingkan kekuasaan Tokugawa. Sehingga oleh bakufu muncul gerakan penentangan yang sangat keras yang disebut Sonnojyoui. Dalam Beasley 1972:84, Sonnojyoui berarti “hormati Kaisar, usir orang asing”. Adapun pihak Universitas Sumatera Utara yang beraliran Sonnojyoui itu adalah daimyo dari Satsumahan dan dari Choshuhan dari barat daya Jepang. Mereka yang beraliran Sonnojyoui menyadari kekuatannya karena telah kalah perang dengan negara – negara maju, Eropa dan Amerika. Karena hal tersebut, para aliran Sonnojyoui merubah cara berpikirnya dan bermaksud menggulingkan Tokugawa Bakufu yang dianggap telah gagal mempertahankan Jepang atas negara – negara asing. Tahun 1867, Kekaisaran di Kyoto mengeluarkan surat keputusan rahasia yang memberikan kuasa kepada Sachou Satsuma dan Choshu untuk menggulingkan Bakufu. Bertepatan pada hari yang sama pada saat Sachou ingin menyerang Bakufu, Shogun yang terakhir dari keluarga Tokugawa yaitu Tokugawa Yoshinobu muncul di Kekaisaran di Kyoto untuk mengembalikan kekuasaan pada istana. Keshogunan Tokugawa secara resmi berakhir pada 9 November 1867 ketika Shogun Tokugawa ke – 15 yaitu Tokugawa Yoshinobu menyerahkan kekuasaan prerogatifnya kepada Kaisar. Sepuluh hari kemudian Yoshinobu mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala negara. Kemudian istana menyatakan menerima kembali kekuasaan tertinggi yang pernah dimilikinya pada periode kuno. Maka dengan demikian berakhirlah Edo Bakufu yang berlangsung 265 tahun.

2.1.2 Pemulihan Jepang