Periode Asuka Periode Hakuho

aliansi politik dengan Yamato, dan pada abad ke 5 diterima sistem tulisan Cina untuk mencatat nama – nama Jepang serta kegiatan perdagangan dan catatan politik. Pada tahun 513 Paekche mengirimkan seorang sarjana Konfusius ke istana untuk membantu pengajaran dalam pemikiran Konfusius. Kemudian patung Budha diberikan kepada pemimpin Yamato sehingga hal ini sangat mengubah jalannya sejarah agama Jepang, terutama dalam kaitannya dengan pencampuran agama berkembang pribumi yaitu Shinto. Namun pada akhir abad ke 6, terjadi gangguan hubungan antara Jepang dengan Paekche, pengaruhnya menyebabkan penetapan Shinto sebagai agama asli sebagai upaya dalam menentang pengaruh luar yang ekstrim.

d. Periode Asuka

Secara khusus para penguasa Asuka dari tahun 552 – 645 melihat perselisihan antara keluarga yang lebih besar dalam klan keluarga Shinto. Ada perselisihan tentang siapa yang akan naik ke kekuasaan dan mendukung keluarga kekaisaran antara Soga dan Mononobe keluarga Nakatomi Shinto. Keluarga Soga akhirnya menang dan didukung Ratu Suiko dan Pangeran Shotoku, yang membantu pengaruh agama Budha ke Jepang. Namun, tidak sampai pada periode kekuasaan Hakuho tahun 645 – 710, Shinto ditempatkan dalam keyakinan kekaisaran bersamaan dengan Klan Fujiwara dan reformasi yang mengikutinya.

e. Periode Hakuho

Dimulai dengan kaisar Temmu 672-686, terus berlanjut sampai Kaisar Jito 686-697 dan Kaisar Mommu 697-707 tata cara Shinto diperkuat dan dibuat sejajar dengan keyakinan Budha dalam kehidupan istana. Sebelum masa Hakuho ini, klan Shinto telah mendominasi, dan penyusunan sistem Shinto Kekaisaran Universitas Sumatera Utara tidak ada. Keluarga Nakatomi dibuat sebagai kepala pendeta Shinto istana dan imam – imam kepala di Ise Daijingu yang berlangsung hingga 1892. Juga praktik pengiriman putri kekaisaran ke Kuil Ise dimulai. Hal ini menandai kebangkitan Ise Daijingu sebagai kuil kekaisaran utama dalam sejarah. Karena meningkatnya pengaruh dari Budha dan pemikiran daratan Asia, penyusunan sistem jalan religi Jepang The Japanese way of religion dan hukum dimulai dengan sungguh – sungguh. Hal ini menghasilkan tiga hal, yakni: Kitab Undang – Undang Taiho 701, Kojiki 712 dan Nihon Shoki 720. Kitab Undang – Undang Taiho atau yang disebut juga Ritsury ō 律令 merupakan upaya untuk menciptakan bentuk terhadap pengaruh luar dan menstabilkan masyarakat melalui kekuasaan Kekaisaran. Hal ini merupakan liturgi kekuasaan dan penyusunan sistem undang – undang, terutama difokuskan pada peraturan agama, susunan pemerintahan, undang – undang pertanahan, pidana dan hukum perdata. Semua imam, biarawan, dan biarawati harus terdaftar. Ritual Shinto dari garis kekaisaran disusun secara sistematis, terutama siklus musiman, ritual kalender lunar, festival panen, dan upacara penyucian. Pembuatan Jingi-kan kekaisaran atau kantor Kuil Shinto selesai pada masa ini.

f. Periode Nara