Periode Jomon Periode Yayoi Periode Kofun

keturunan Amaterasu Omikami yang diyakini sebagai dewa matahari. Dalam Kojiki juga terdapat dongeng dan silsilah para dewa. Dalam catatan sejarah tersebut dituliskan bahwa dewi matahari Amaterasu Omikami mengutus cucunya yang bernama Ninigi no mikoto ke bumi Jepang untuk memerintah Jepang, dan Jimmu Tenno adalah anak dari Ninigi no mikoto, menjadi kaisar pertama Jepang dari klan Yamato. Ketika klan Yamato mulai berkuasa di Jepang pada abad 3 M, klan ini tidak hanya berperan dalam pemerintahan tetapi juga berperan sebagai pendeta yang menjalankan ritual – ritual keagamaan sehubungan dengan pengakuannya sebagai titisan dewa matahari. Pada masa Jimmu Tenno belum muncul istilah Shinto. Istilah Shinto baru muncul dan dikenal luas dalam kehidupan masyarakat Jepang setelah masuk dan diterimanya agama Budha dalam pemerintahan dan kehidupan masyarakat Jepang. Untuk membedakan agama Budha dengan agama yang sudah dipercayai dan dijalankan oleh rakyat Jepang maka dibuatlah istilah Shinto.

a. Periode Jomon

Pada akhir periode Jomon, pendatang baru dari benua lain menginvasi Jepang wilayah barat, dengan membawa teknologi baru seperti pertanian beras. Para pendatang baru hidup berdampingan dengan orang – orang Jomon untuk beberapa waktu sehingga memberikan pengaruh. Maka budidaya baru dari Jomon berkembang canggih seperti sawah pertanian dan kontrol pemerintah. Banyak elemen lain dari budaya Jepang dari periode ini dan mencerminkan migrasi bercampur dari benua Asia utara dan wilayah Pasifik Selatan. Di antara elemen tersebut seperti mitologi Shinto, adat pernikahan, gaya arsitektur, teknologi tekstil, logam dan pembuatan kaca. Universitas Sumatera Utara

b. Periode Yayoi

Budaya Jepang mulai berkembang karena pengaruh dari perdagangan daratan dan imigrasi dari Cina. Selama masa ini, dalam sejarah zaman pra-tulisan, benda – benda dari daratan Cina mulai muncul dalam jumlah besar, khususnya cermin, pedang, dan perhiasan. Ketiganya memiliki kaitan langsung bagi status ilahi kekaisaran karena benda – benda tersebut adalah simbol ketuhanan kekaisaran dan benda kehormatan Shinto. Juga budaya padi mulai mekar di seluruh Jepang dan ini menyebabkan perkampungan masyarakat serta ketergantungan terhadap tanaman musiman. Kedua perubahan ini sangat berpengaruh pada hubungan masyarakat Jepang dengan alam, dan memungkinkan adanya pengembangan sistem agama yang lebih kompleks. Periode ini juga dirujuk sebagai awal dari keilahian keluarga kekaisaran. Budaya Yayoi merupakan budaya berbasis klan yang hidup secara tergabung dengan pemimpinnya yang juga ditetapkan sebagai imam kepala. Para pemimpin klan bertanggung jawab atas hubungan klannya dengan Kami. Perkembangan festival panen Shinto adalah juga disebabkan periode ini sebagai persembahan untuk panen yang baik.

c. Periode Kofun

Periode ini merupakan periode perkembangan negara feodal, dan budaya Yamato dan Izumo. Kedua budaya yang dominan ini memiliki sebuah kuil besar dan merupakan pusat yang masih ada hingga sekarang ini, seperti Kuil Ise di Barat daya dan Izumo Taisha di timur laut. Terdapat peningkatan pengaruh budaya Cina yang mengubah jalannya struktur pemerintahan, struktur sosial, praktek penguburan, dan peperangan. Kerajaan Paekche dari Korea memiliki Universitas Sumatera Utara aliansi politik dengan Yamato, dan pada abad ke 5 diterima sistem tulisan Cina untuk mencatat nama – nama Jepang serta kegiatan perdagangan dan catatan politik. Pada tahun 513 Paekche mengirimkan seorang sarjana Konfusius ke istana untuk membantu pengajaran dalam pemikiran Konfusius. Kemudian patung Budha diberikan kepada pemimpin Yamato sehingga hal ini sangat mengubah jalannya sejarah agama Jepang, terutama dalam kaitannya dengan pencampuran agama berkembang pribumi yaitu Shinto. Namun pada akhir abad ke 6, terjadi gangguan hubungan antara Jepang dengan Paekche, pengaruhnya menyebabkan penetapan Shinto sebagai agama asli sebagai upaya dalam menentang pengaruh luar yang ekstrim.

d. Periode Asuka