Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Pemerintahan Masa Meiji 1867 – 1912

hubungan Shinto dan negara serta kaitannya dengan Shinbutsu Bunrirei, Ōsei Fukko, dan Kazokukokkakan yang akan dijelaskan pada bab III.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memberikan pemahaman melalui deskripsi ataupun gambaran secara sistematis bahwa Shinto yang awalnya adalah hanya sebagai kepercayaan rakyat telah masuk kedalam sistem pemerintahan negara Jepang.

b. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan bermanfaat sebagai: 1. Menambah wawasan pengetahuan khususnya mengenai keberadaan Shinto dalam pemerintahan negara Jepang. 2. Memberikan informasi kepada masyarakat luas pada umumnya dan mahasiswa Sastra Jepang pada khususnya tentang Kokka Shinto atau Shinto Negara 3. Dapat dijadikan sebagai bahan acuan dan tambahan informasi atau data bagi peneliti selanjutnya.

1.6 Metode Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan Metode Deskriptif. Menurut Koentjaraningrat 1976:30 bahwa penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu dalam memecahkan masalah penelitian, Universitas Sumatera Utara mengumpulkan, menyusun, mengklasifikasikan, mengkaji dan menginterpretasikan data. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta hubungan antar fenomena – fenomena yang diselidiki Nazir, 1988:63. Dengan menggunakan metode deskriptif ini, penulis akan memberikan gambaran tentang keadaan pemerintahan pada masa Restorasi Meiji untuk mengetahui bagaimana kemunculan Kokka Shinto, serta mengumpulkan data untuk mengetahui konsep Shinto Negara pada periode Meiji. Dengan demikian, melalui penelitian ini penulis dapat membuat deskripsi yang digambarkan secara sistematis tentang Konsep Shinto Negara pada periode Meiji. Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan metode terjemahan atau translation method. Metode terjemahan adalah metode yang berkenaan dengan rencana pelaksanaan analisis, pengalihan dan penyerasian penerjemahan Machali 2000:48. Penulis menggunakan metode terjemahan ini dikarenakan masih kurangnya buku – buku mengenai Kokka Shinto pada masa Meiji yang ditulis dalam bahasa Indonesia. Untuk itu, dalam pelaksanaan penelitian ini, penulis melakukan terjemahan terhadap data – data yang diperoleh dalam bahasa asing, yaitu bahasa Inggris dan Jepang ke dalam bahasa Indonesia. Dalam hal pengumpulan data – data penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan Metode Penelitian Kepustakaan Library Research atau studi kepustakaaan. Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku – buku, literatur – literatur, catatan – catatan, dan laporan – laporan yang ada hubungannya dengan Universitas Sumatera Utara masalah yang dipecahkan Nazir, 1988:111. Penelitian kepustakaan dilakukan pada perpustakaan USU, perpustakaan Jurusan Sastra Jepang USU, serta mencari data melalui internet. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN UMUM MASA RESTORASI MEIJI DAN SEJARAH

SHINTO 2.1 Awal Restorasi Meiji Restorasi Meiji yang dikenal juga dengan sebutan Meiji Ishin 明治維 新atau Revolusi Meiji atau Pembaruan Meiji, adalah serangkaian kejadian yang berpuncak pada pengembalian kekuasaan di Jepang kepada Kaisar pada tahun 1868. Serangkaian kejadian itu sendiri terjadi pada tahun 1866 sampai 1869, tiga tahun yang mencakup akhir zaman Edo. Restorasi ini menyebabkan perubahan besar – besaran pada struktur politik dan sosial Jepang, yang berlangsung sejak zaman Edo pada akhir Keshogunan Tokugawa dan awal zaman Meiji. Restorasi ini adalah akibat dari Perjanjian Shimoda dan Perjanjian Towsen Harris yang dilakukan oleh Komodor Matthew Perry dari Amerika Serikat.

2.1.1 Berakhirnya Pemerintahan Tokugawa

Zaman Tokugawa atau yang biasa disebut dengan zaman Edo 1603-1868 merupakan zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa secara turun – temurun yang diawali oleh Tokugawa Ieyasu yang mampu mengalahkan Toyotomi Hideyoshi dalam perang Sekigahara tahun 1600. Kemudian menjadi seiitaishogun pada tahun 1603. Dalam Suryohadiprojo 1982: 15 dituliskan bahwa Shogun atau panjangnya seiitaishogun berarti jabatan militer tertinggi dalam negara. Disebut zaman Edo karena pemerintahan saat itu berpusat di kota Edo sekarang Tokyo. Selama zaman pemerintahan Tokugawa di Edo berlangsung kira – kira 260 tahun Situmorang, 2009:19. Universitas Sumatera Utara Menurut C.F Strong dalam Syafiie 2009:22 menyebutkan tentang defenisi pemerintahan sebagai berikut: “Government in the broader sense, is changed with the maintenance of the peace and security of state with in and with out. It must therefore, have first military power or the control of armed forces, secondly legislative power or the means of making laws, thirdly financial power or the ability to extract sufficient money from the community to defray the cost of defending of state and of enforcing the law it makes on the state behalf.” Maksudnya, pemerintahan dalam arti luas mempunyai kewenangan untuk memelihara kedamaian dan keamanan negara, ke dalam dan ke luar. Oleh karena itu, pertama, harus mempunyai kekuatan militer atau kemampuan untuk mengendalikan angkatan perang, yang kedua, harus mempunyai kekuatan legislatif atau dalam arti pembuatan undang – undang, yang ketiga harus mempunyai kekuatan finansial atau kemampuan untuk mencukupi keuangan masyarakat dalam rangka membiayai ongkos keberadaan negara dalam menyelenggarakan peraturan, hal tersebut dalam rangka penyelenggaraan kepentingan negara. Pemerintahan zaman Tokugawa zaman Edo adalah pemerintahan keshogunan, yaitu pemerintah pusat dipegang oleh shogun. Sedangkan sistem pemerintahannya disebut sistem bakuhantaisei, yaitu sistem pemerintahan bakufu dan han. Bakufu adalah pemerintahan pusat dan mempunyai wilayah sendiri, sedangkan han diperintah oleh daimyo dan urusan di dalamnya bebas tanpa campur tangan shogun. Namun demikian banyak sekali peraturan keshogunan yang memperlemah kedaimyoan atau wilayah han. Pemerintahan keshogunan telah berlangsung di Jepang sejak zaman Kamakura 1192 hingga zaman Edo 1867. Pemerintahan yang seperti ini juga disebut dengan Houkenseido sistem Universitas Sumatera Utara feodalisme. Martin dalam Situmorang 2009:79 menyebutkan bahwa “feodalisme adalah penguasaan tanah yang terpecah belah sebagai faktor produksi melalui kekuatan militer, dimana kaum feodal menyediakan keamanan bagi petani sehingga para petani dapat mengerjakan lahannya, sedangkan pembagian hasil ditentukan oleh Tuan Feodal sehingga petani tidak bisa hidup menjadi kuat, tetapi harus selalu tergantung pada tuannya”. Untuk memahami kemunduran pemerintahan Tokugawa, hal pertama yang harus dipahami adalah kekuatannya. Untuk mempertahankan kekuasaannya, Tokugawa membuat berbagai kebijaksanaan. Diantaranya, Sankinkoutai yaitu peraturan bahwa setiap daimyo harus membuat tempat tinggal keluarganya di Edo, sehingga para daimyo wajib tinggal di Edo sekitar 6 bulan, dan 6 bulan lagi tinggal di wilayah kekuasaannya; kemudian ada kebijaksanaan Sakoku yaitu kebijaksanaan menutup negara dari negara luar; juga ada peraturan Kugeshohatto yaitu larangan berkomunikasi dengan keluarga Kaisar, dan Bukeshohatto adalah larangan sesama daimyo membentuk ikatan maupun perkawinan. Oleh karena berbagai kebijaksanaan ini dilaksanakan secara ketat, maka pada zaman Tokugawa ini dalam negri Jepang sangat tenang dan kebudayaan terbentuk secara menyeluruh universal. Selama periode Tokugawa, lima belas anggota keluarga Tokugawa secara berturut – turut memegang posisi sebagai Shogun, menggunakan sedikit banyak kekuasaan yang meyakinkan pendatang Eropa untuk berpikir bahwa Shogun sebagai Kaisar dan Kaisar seperti Paus Beasley, 1972:13. Para shogun diberikan kekuasaan militer oleh Kaisar, dan mereka juga dibantu oleh para daimyo yang merupakan tuan tanah semenjak abad ke – 10 Universitas Sumatera Utara hingga awal abad ke – 19. Daimyo dalam Suryohadiprojo 1982:16 adalah pemimpin militer daerah yang independen. Sedangkan daimyo dalam Situmorang 2009:18 disebut juga hanshu 藩 主 adalah tuan penguasa wilayah di daerah. Para daimyo memiliki hak kepemilikan tanah secara turun – temurun dan bahkan tentara untuk melindungi tanah dan pekerjanya. Pada awal zaman Tokugawa zaman Edo perekonomian berpusat pada beras, sehingga banyak tanah merupakan lahan pertanian beras yang dikerjakan oleh para petani pekerja dan dijaga oleh pengawas daerah pertanian yang disebut Sakimori atau Tsuwamono atau Samurai yang kemudian dikenal dengan sebutan Bushi pada zaman Edo. Bakufu dan Han mengutamakan produksi beras karena beras merupakan pajak. Bushi juga menerima beras sebagai gaji dari Han. Shinzaburo dalam Situmorang 1995:41, membagi periode pemerintahan Tokugawa berdasarkan kemantapannya atas tiga periode: 1. Periode pertama tahun 1603 – 1632 Periode pertama adalah masa pemerintahan shogun Ieyashu 1603 – 1605 sampai pada masa pemerintahan shogun Hidetada 1605 – 1632. Pada periode ini berkembang aliran Konfusionis yang bertujuan demi kepentingan politik. 2. Periode kedua tahun 1633 – 1854 Periode kedua adalah masa kemantapan keshogunan Tokugawa, yang diperintah oleh sepuluh generasi Tokugawa, dari Iemitsu 1633 – 1651 sampai shogun Ieyoshi 1837 – 1853 Universitas Sumatera Utara 3. Periode ketiga tahun 1855 – 1867 Periode ketiga adalah masa kehancuran keshogunan Tokugawa hingga menyerahkan kekuasaan kepada Kekaisaran. Periode ketiga ini diperintah oleh tiga generasi Tokugawa yaitu shogun Iesada, Iemochi dan Yoshinobu. Pemerintahan Tokugawa mengalami masa jaya yang panjang, tetapi pada abad ke – 19, kekuasaan Tokugawa mulai mengalami kemunduran. Berakhirnya pemerintahan Tokugawa berakar dari pembukaan negara dan pelabuhan. Selama kurang lebih 250 tahun kekuasaan Tokugawa, Jepang menjalankan politik isolasi atau Sakoku, yaitu kebijakan menutup negara dari pengaruh luar. Adapun maksud Tokugawa melakukan politik isolasi untuk Jepang khususnya disebabkan oleh rasa khawatirnya akan kaum Kristen dan pengaruhnya. Sejak Tokugawa berkuasa agama Kristen dilarang dan semua orang asing dilarang masuk Jepang, kecuali orang Belanda yang masih boleh berdagang melalui pulau kecil Deshima di depan Nagasaki. Orang Jepang juga dilarang keluar negeri. Selama melakukan sakoku, Jepang tidak menyadari adanya kemajuan – kemajuan yang terjadi di bangsa barat, terutama dalam bidang industri. Dengan adanya revolusi industri di Inggris dan di Eropa Barat sehingga terjadi kemajuan perdagangan. Negara – negara Eropa berpikir bahwa negara Jepang adalah pasar komoditi yang baru. Sehingga menjelang akhir abad ke - 18, bangsa Eropa menuntut pembukaan negara kaikoku kepada Jepang yang melakukan Sakoku. Tahun 1853, Amerika mengirimkan utusan yang dipimpin oleh Komodor Matthew.C.Perry untuk melakukan ekspedisi ke Jepang. Perry tiba di Uraga pada 8 Juli 1853, datang langsung ke dekat ibukota untuk menuntut perundingan Universitas Sumatera Utara pembukaan negara Kaikoku kepada Bakufu melalui sebuah surat dari presiden Amerika kepada Kaisar yang bertahta pada saat itu, yaitu Kaisar Komei. Dan lagi, dalam surat yang ditulis secara pribadi oleh Perry, yang menyertai surat dari Presidan, mengatakan bahwa jika pendekatan yang santun dan damai tidak diterima maka ia akan kembali datang pada musim semi tahun berikutnya dengan kekuatan yang lebih besar. Tindakan Perry menyebabkan ketakutan besar bagi Jepang. Pemerintahan Bakufu memanfaatkan satu tahun tersebut untuk mempertimbangkan tuntutan Perry. Setahun kemudian, tahun 1854 dengan kedatangan Komodor Perry kedua kali dengan armada perang menggunakan kurofune kapal hitam, Bakufu harus menjalin perjanjian dengan Amerika. Bakufu tidaklah ingin berperang karena menyadari kekalahan China dari Inggris yang dalam anggapan Jepang pada saat itu bahwa negara barat lebih kuat daripada negara Asia. Dengan ketakutan Jepang akan kekuatan kurofune, maka Jepang selanjutnya melakukan Kaikoku. Pada tanggal 31 Maret 1854 pemerintah Tokugawa akhirnya menandatangani perjanjian dengan Amerika di Kanagawa. Lalu Amerika menempatkan Konsul Jendral pertama yang bernama Townsend Harris di Yokohama. Empat tahun setelah itu, tepatnya pada tahun 1858, Townsend Harris sebagai konsul jenderal Amerika, berhasil memaksa Jepang untuk menandatangani persetujuan yang isinya mirip persetujuan bangsa – bangsa barat dengan Cina pada waktu itu. Persetujuan itu menggambarkan keangkuhan bangsa – bangsa Barat terhadap Cina dan Jepang. Keadaan ini amat tidak disukai oleh rakyat Jepang pada umumnya dan para samurai khususnya. Juga lingkungan kekaisaran yang berada di Kyoto tidak setuju dengan perkembangan demikian. Sebab ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Jepang, bahwa bangsa asing dapat Universitas Sumatera Utara menunjukkan kekuasaannya di bumi Jepang. Mereka khawatir bahwa langkah demi langkah Jepang akan mengalami nasib yang sama seperti Cina atau bangsa – bangsa lain di Asia yang menurut pendengaran mereka dikuasai oleh bangsa – bangsa Eropa. Dengan perjanjian ini maka dibukalah pelabuhan Nagasaki, Hakodate, Yokohama dan lain – lain, dan sejak tahun1859 dimulailah dilakukan perdagangan bebas. Sehingga pada tahun 1867 pada masa Tokugawa Yoshinobu Keiki masih menjabat sebagai shogun, Hyogo Kobe modern terbuka bagi perdagangan luar negeri. Dengan pergerakan yang baru yaitu pembukaan negara dan pelabuhan, harga – harga kebutuhan masyarakat menjadi naik, maka bersamaan dengan itu kehidupan petani dan bushi level bawah menjadi lemah, demikian pula dengan kekuatan politik bakufu. Sejak terjadinya pembukaan negara, terjadi pemberontakan dalam negri karena rakyat Jepang tidak menginginkan perjanjian tersebut ditandatangani oleh pemerintahan Tokugawa, terutama pihak kekaisaran karena perjanjian itu belum memperoleh izin dari Kaisar. Akibat dari penandatanganan perjanjian tersebut, pemerintah Tokugawa tidak lagi memperoleh kepercayaan dari rakyat karena mereka menganggap bahwa ini semua dapat terjadi karena Tokugawa tidak memenuhi fungsinya sebagai shogun, yaitu tidak dapat memberikan perlindungan terhadap bangsa Jepang Suryohadiprojo, 1982:23. Alasan tersebut dimanfaatkan oleh beberapa pihak yang ingin menggulingkan kekuasaan Tokugawa. Sehingga oleh bakufu muncul gerakan penentangan yang sangat keras yang disebut Sonnojyoui. Dalam Beasley 1972:84, Sonnojyoui berarti “hormati Kaisar, usir orang asing”. Adapun pihak Universitas Sumatera Utara yang beraliran Sonnojyoui itu adalah daimyo dari Satsumahan dan dari Choshuhan dari barat daya Jepang. Mereka yang beraliran Sonnojyoui menyadari kekuatannya karena telah kalah perang dengan negara – negara maju, Eropa dan Amerika. Karena hal tersebut, para aliran Sonnojyoui merubah cara berpikirnya dan bermaksud menggulingkan Tokugawa Bakufu yang dianggap telah gagal mempertahankan Jepang atas negara – negara asing. Tahun 1867, Kekaisaran di Kyoto mengeluarkan surat keputusan rahasia yang memberikan kuasa kepada Sachou Satsuma dan Choshu untuk menggulingkan Bakufu. Bertepatan pada hari yang sama pada saat Sachou ingin menyerang Bakufu, Shogun yang terakhir dari keluarga Tokugawa yaitu Tokugawa Yoshinobu muncul di Kekaisaran di Kyoto untuk mengembalikan kekuasaan pada istana. Keshogunan Tokugawa secara resmi berakhir pada 9 November 1867 ketika Shogun Tokugawa ke – 15 yaitu Tokugawa Yoshinobu menyerahkan kekuasaan prerogatifnya kepada Kaisar. Sepuluh hari kemudian Yoshinobu mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala negara. Kemudian istana menyatakan menerima kembali kekuasaan tertinggi yang pernah dimilikinya pada periode kuno. Maka dengan demikian berakhirlah Edo Bakufu yang berlangsung 265 tahun.

2.1.2 Pemulihan Jepang

Setelah berakhirnya masyarakat feodal yang panjang maka masuklah zaman yang baru yang disebut masyarakat modern atau kindai shakai. Memasuki zaman yang baru atau Kindai Shakai, berbagai tindakan dilakukan Jepang untuk memulihkan keadaan negaranya. Universitas Sumatera Utara Pemerintah Oligarki Meiji yang bertindak atas nama kekuasaan Kaisar memperkenalkan upaya – upaya mengonsolidasi kekuasaan untuk menghadapi sisa – sisa pemerintahan zaman Edo, keshogunan, daimyo dan kelas samurai. Setelah Restorasi Meiji, Jepang memperoleh kesempatan yang baik untuk mulai berkembang dengan melakukan pembaharuan – pembaharuan. Pembaharuan yang paling utama adalah penghapusan sistem feodal yang diterapkan oleh Tokugawa. Pada tahun1868, semua tanah feodal milik keshogunan Tokugawa disita dan dialihkan di bawah kendali kekaisaran. Tindakan ini sekaligus menempatkan mereka di bawah kekuasaan pemerintahan baru Meiji. Pada tahun 1869, daimyo Tosa, daimyo Hizen, Daimyo Satsuma dan daimyo Chosu yang telah berjasa melawan keshogunan, dibujuk untuk mau mengembalikan domain mereka kepada Kaisar. Daimyo lainnya juga selanjutnya diperintahkan untuk melakukan hal yang sama. Dengan adanya penghapusan wilayah domain, maka untuk pertama kalinya tercipta pemerintahan Jepang yang terpusat dan berkuasa di semua wilayah negeri. Pada tahun 1871, semua daimyo dan mantan daimyo dipanggil untuk menghadap Kaisar untuk menerima perintah pengembalian semua domain kepada Kaisar. Sekitar 300 han bentuknya menjadi prefektur yang dipimpin oleh gubernur yang ditunjuk oleh negara. Kemudian beberapa prefektur telah berhasil dilebur menjadi satu sehingga jumlah prefektur menyusut menjadi 75 prefektur dan sistem pertuanan wilayah diganti menjadi provinsi. Wilayah – wilayah kekuasaan dari tempat – tempat suci dan kuil – kuil juga disita. Kepada mantan daimyo, pemerintah berjanji untuk menggaji mereka sebesar 110 dari pendapatan bekas wilayah mereka sebagai penghasilan pribadi. Selanjutnya, utang – utang mereka berikut pembayaran gaji serta tunjangan untuk samurai diambil alih oleh Universitas Sumatera Utara negara. Para kelompok bushi juga tidak selamanya menjadi bushi lagi karena kebijakan pemerintah membuat peraturan Heimin Byoudo, yaitu persamaan kedudukan di dalam masyarakat. Di zaman yang baru ini, Edo dinamakan Tokyo kembali. Tepat pada tahun 1868, nama era diubah menjadi “Meiji” dengan maksud membuat semua nama era pada masa depan sesuai dengan masa pemerintahan kerajaan. Pada 1870 rakyat biasa mulai diizinkan mempunyai nama diri bukan nama keluarga besarmarga. Dan setahun kemudian, pada tahun 1871, pemerintah mengeluarkan undang – undang pendaftaran anggota keluarga. Perubahan juga terjadi dikalangan masyarakat bekas samurai. Para bekas samurai dipecah menjadi 2, yaitu samurai tingkat atas yang dinamakan shizoku, dan samurai tingkat rendah yang dinamakan sotsu. Namun pada tahun 1872, kelas sotsu dihapuskan dan eselonnya yang lebih tinggi berpadu menjadi satu dengan kelas shizoku, sisanya turun kelas menjadi rakyat biasa. Para bekas samurai tersebut diberi kebebasan oleh pemerintah untuk memilih menyandang pedang atau tidak. Sebaliknya bagi rakyat biasa dilarang menyandang pedang. Pada zaman Tokugawa, pasukan militer hanya terdiri dari bushi tapi pada zaman Meiji ini laki – laki yang berusia 20 tahun ke atas semua harus menjadi pasukan tentara. Dengan begitu mulailah sistem wajib militer di Jepang. Dibidang pertanahan juga mengalami perubahan. Misalnya saja, para pemilik tanah telah diperbolehkan untuk menanam apa saja yang mereka kehendaki. Keputusan mengenai tanah sertifikat tanah pada awalnya dikeluarkan pemerintah hanya bagi tanah yang letaknya di wilayah ibukota Tokyo, tetapi pada tahun 1872, pemerintah memutuskan untuk memberikan surat sertifikat tanah Universitas Sumatera Utara kepada semua orang yang memiliki shoji tanah. Pada tahun yang sama, sistem pendidikan umum dimulai, dan terbukalah peluang untuk rakyat Jepang terhadap pendidikan yang meniru sistem pendidikan Barat dan penanggalan Gregorian pun mulai diterima.

2.2 Pemerintahan Masa Meiji 1867 – 1912

Runtuhnya pemerintahan Tokugawa merupakan berakhirnya zaman Edo yang ditandai dengan penyerahan kekuasaan Shogun Keiki Tokugawa Yoshinobu kepada Kaisar Meiji. Zaman baru ini disebut zaman Meiji yang berarti ‘kekuasaan pencerahan’, yang berlangsung antara 1868 – 1912. Kaisar yang bertahta pada zaman ini disebut sebagai Kaisar Meiji atau Meiji Tenno 明治 天皇, Meiji Agung atau Meiji Taitei 明治 大帝. Dan nama pribadinya adalah Mutsuhito 睦仁. Wikipedia. Pada umumnya, rezim baru ini menekankan pentingnya Kaisar memerintah bangsa. Maka setelah wafatnya Kaisar Komei pada tahun 1866, anak laki – lakinya yang baru berumur empat belas tahun, yaitu Mutsuhito menggantikannya. Semua pengumuman resmi pemerintahan yang baru, dibuat atas namanya. Pada tahun 1868, Meiji Tenno sebagai pemerintah baru mengutarakan janji Situmorang, 2009:21. Tepatnya tanggal 6 April 1868 Kaisar mengeluarkan Sumpah Jabatan 五箇条の御誓文 Gokajō no Goseimon yang terdiri dari lima pasal, yang menggambarkan garis besar azas – azas yang harus dianut oleh pemerintahnya. Isi dari lima pasal tersebut adalah: Universitas Sumatera Utara 1. Dewan – dewan musyawarah akan dibentuk secara luas dan tiap – tiap kebijaksanaan akan ditetapkan berdasarkan musyawarah; 2. Golongan tinggi dan rendah harus bersatu dalam melaksanakan rencana – rencana bangsa dengan penuh gairah; 3. Semua warga sipil dan pejabat militer dan rakyat diijinkan untuk memenuhi cita – cita mereka, dengan demikian tidak ada ketidakpuasan antara mereka; 4. Adat istiadat masa lalu yang tidak baik harus dihapus, dan azas – azas yang adil dan wajar haruslah menjadi dasar kebijaksanaan kita; 5. Pengetahuan harus dicari keseluruh dunia dan dengan demikian kesejahteraan kerajaan dapat ditingkatkan. Sumpah tersebut menguatkan asas politik yang baru berupa mendengarkan pendapat umum, pemerintahan terpusat, wajib militer yang universal dan penciptaan suatu sistem pendidikan di seluruh negara. Struktur pemerintahan pusat atau daijoukan 太政官 yang dibentuk pada tahun 1868, merupakan kombinasi antara struktur pemerintahan pada periode Nara dan Heian dan sistem pemerintahan di barat. Daijoukan terdiri dari lembaga legislatif, lembaga eksekutif, urusan Shinto, keuangan, militer, hubungan luar negeri, dan urusan dalam negeri. Kementerian Kehakiman dibuat terpisah, sama seperti yang diterapkan di barat. Adapun pemerintah pusat mengadakan reorganisasi pada tahun 1869 untuk memperkuat kekuasaan pusat, dengan membentuk Majelis Nasional sebagai lembaga tertinggi, membentuk Dewan Penasihat atau sangi 参議 dan delapan kementrian yaitu, Kementrian Dalam Negeri, Kementrian Luar Negeri, Keuangan, Universitas Sumatera Utara Angkatan Darat, Angkatan Laut, Urusan Rumah Tangga Kekaisaran, Kehakiman, Pekerjaan Umum, dan Pendidikan. Kepemimpinan Meiji sangat terpengaruh oleh gagasan untuk mengembalikan sistem pemerintahan Kekaisaran yang kuno di Jepang, dan karena itu cenderung untuk menegakkan kembali praktek – praktek hukum yang lebih lama lagi. Praktek hukum yang dimaksud bukanlah hukum feodal melainkan pola – pola Ritsuryo dan sistem hukum Cina yang dihasilkan dalam jumlah besar. Dalam Situmorang 2009:81 menyebutkan bahwa sistem Ritsuryou lahir pada abad ke 7 pada masa pemerintahan Shotokutaishi. Dalam struktur Ritsuryou melahirkan masyarakat “Shisei” sistem keluarga. Sistem pemerintahan Ritsuryou diperkenalkan kepada Jepang selama periode purba tahun 603 – 967 M. Dalam sistem Ritsuryou, Kaisar Tenno adalah penguasa administrasi pemerintahan tertinggi. Saudara – saudara Kaisar adalah menjadi bangsawan. Para bangsawan kerabat Tenno ini bertugas melaksanakan pekerjaan birokrasi di istana maupun di daerah. Pemerintahan masa Meiji berusaha menghilangkan ajaran Konfusius melalui penghapusan sistem status dalam masyarakat. Pemerintah secara perlahan – lahan menuju penghapusan berbagai pembatasan feodal dan ajaran Konfusius yang menggolongkan masyarakat ke dalam samurai, petani, tukang, dan pedagang. Meskipun alam pikiran feodalisme masih merupakan suatu segi yang tidak dapat disangkal pada masa Meiji khususnya dalam hukum. Misalnya, untuk kejahatan yang sama dikenai hukuman yang berbeda – beda tergantung dari apakah pihak yang bersalah itu dari kelompok kazoku, shizoku, heimin atau seorang pejabat pemerintah. Praktek – praktek diskriminasi semacam ini Universitas Sumatera Utara dibenarkan secara hukum oleh intisari Kitab Undang – undang Hukum Pidana Baru tahun 1870 dan Kitab Undang – undang Pidana dan Undang – undang Dasar yang disempurnakan tahun 1873. Sehingga tahun – tahun awal Meiji dicirikan oleh suatu rezim Ritsuryo bergaya Cina yang terpusat dan otoriter, yang dibangun di atas dasar feodal. Tentara wajib militer dianggap sebagai tentara Kaisar, dan pejabat – pejabat pemerintah sebagai pejabat – pejabat Kaisar. Inilah pemerintah yang menyebabkan Jepang bertanggungjawab untuk membangun suatu “negeri yang kaya raya dan militer yang kuat” fukoku kyohei dan suatu masyarakat yang modern.

2.2.1 Susunan Administrasi

Jepang pada masa Meiji merupakan negara dengan bentuk pemerintahan kekaisaran negara kerajaan. Dalam Syafiie 2009:85, negara kerajaan adalah suatu negara dimana kepala negaranya adalah seorang raja, sultan atau kaisar bila kepala negaranya laki – laki dan matahari atau ratu bila kepala negaranya perempuan. Kepala negara dinobatkan secara turun – temurun dengan memilih putraputri tertua dari istri yang sah permaisuri. Pada masa Meiji pemerintah mengakhiri seluruh Jepang yang dibagi dalam han dan mengubahnya dengan ken prefektur dalam administrasi pusat karena dianggap perlunya menghilangkan kekuatan ekonomi han dan kekuatan militer han. Dengan demikian pemerintah Meiji telah membuat sistem negara yang sentralisasi. Dalam Syafiie 2009:45, sentralisasi adalah pemusatan kekuasaan pada pemerintah pusat, dalam hubungan pusat dan daerah, pada suatu sistem pemerintahan. Universitas Sumatera Utara Tahun 1869, pemerintah Meiji menciptakan silsilah kekeluargaan dalam kekaisaran dan kebangsawanan di Jepang, dengan menyatukan para bangsawan istana kuge=公家 dan para keluarga daimyo menjadi sebuah kelas bangsawan yang dikenal sebagai kazoku 家 族 . Kemudian pada tahun 1884, sambil menunggu pembukaan dewan tinggi, maka diundangkanlah Kazoku Rei Undang – Undang Kebangsawanan yang membagi kazoku 家族 menjadi lima golongan yang mirip dengan pembagian strata kerajaan di Inggris. Undang – undang tersebut menetapkan lima gelar kebangsawanan dari urutan yang tertinggi sampai terendah yaitu: prince, marquis, count, viscount, dan baron. Pada tahun 1885 daijokan dihapuskan dan wewenangnya dialihkan kepada sebuah kabinet naikaku menurut model Eropa. Di bawah sistem dajokan maka daijodaijin bersama dengan sadaijin dan udaijin dianggap sebagai membantu Kaisar dalam menangani masalah – masalah negara, sedangkan yang membantu kepala – kepala berbagai kementrian hanya merupakan pegawai – pegawai bawahan saja. Kabinet baru itu merupakan sebuah badan pembuat keputusan dan terdiri dari seorang perdana menteri dan menteri – menteri luar negri, dalam negeri, keuangan, angkatan darat, angkatan laut, kehakiman, pendidikan, pertanian, perdagangan, dan perhubungan. Di dalam kabinet, semua menteri ini mengambil bagian dalam menentukan politik negara di luar kabinet, tiap menteri menjalankan kewajibannya menurut bidangnya. Sistem baru itu juga menetapkan perbedaan yang jelas antara pemerintah dan takhta Kekaisaran. Suatu kementerian tambahan yang mengurusi rumah tangga istana kunai dibentuk di luar kabinet. Dan pada masa itu, dalam tahun 1885, Sanjo Sanetomi, yang sudah menjadi dajodaijin, diberi gelar menteri naidaijin. Dengan demikian Sanjo menjabat Universitas Sumatera Utara sebagai penghubung antara istana dan pemerintah. Sejumlah besar kekayaan negara juga dialihkan kepada kepala rumah tangga istana Ishii, 1989:148. Berikutnya dalam administrasi negara didirikan berbagai dewan dan dikeluarkan undang – undang. Sebelumnya pada 1869 telah dibuka kogisho Dewan Pertimbangan, dan pada tahun 1888 didirikan Dewan Pertimbangan Agung Sumitsuin. Kemudian pada tanggal 11 Februari 1889 Konstitusi diundangkan dan mulai berlaku tanggal 29 November 1890 yaitu hari pembukaan Sidang Perdana dari Teikoku Gikai 帝国議会 atau Parlemen Kekaisaran sebagai badan legislatif. Menurut Konstitusi ini, kekaisaran Jepang harus diperintah oleh Kaisar dari garis keturunan yang tak terputus sejak berabad – abad. Ketiga cabang pemerintahan, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif dipimpin oleh Kaisar sendiri. Dan perubahan – perubahan terhadap konstitusi hanya dapat diusulkan oleh Kaisar. Kaisar juga diberi kekuasaan yang besar untuk mengeluarkan peraturan – peraturan pelengkap yang berdiri sendiri dokuritsu meirei dan peraturan – peraturan pelengkap yang mendelegasikan wewenangnya kepada para bawahannya inin meirei. Ishii, 1989: 151 Konstitusi yang diundangkan pada 11 Februari 1889 tersebut adalah Konstitusi Kekaisaran Jepang 大日本帝國憲法 Dainihon Teikoku Kenpō yang umumnya dikenal sebagai Konstitusi Meiji. Konstitusi Meiji adalah undang – undang Kekaisaran Jepang dari tahun 1889 hingga tahun 1947. Undang – Undang Dasar ini mengizinkan adanya sebuah monarki konstitusional yang berdasarkan model Prusia yang menempatkan Kaisar Jepang sebagai penguasa aktif dan mempunyai kekuasaan politik yang besar, namun membaginya dengan anggota Universitas Sumatera Utara parleman yang dilantik. Dampak langsung dari Konstitusi ini adalah dibukanya pemerintah parlementer pertama di Asia.Konstitusi Meiji menetapkan batasan yang jelas antara kekuasaan badan eksekutif dan kekuasaan mutlak Kaisar. Pada tahun 1947, seiring kekalahan Jepang pada akhir Perang Dunia II, Konstitusi Meiji digantikan dengan dokumen baru yang disebut 日本国憲法 Nihon Koku Kenpō atau Konstitusi Jepang. Parlemen kekaisaran terdiri dari dua bagian yaitu Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih seluruh rakyat, dan Dewan Bangsawan Kizokuin=貴族院 yang terdiri dari kazoku atau golongan bangsawan, yang merupakan kubu keluarga besar Kaisar. Adapun anggota dari Kizokuin 貴族院 adalah: 1. Putra Mahkota dari usia 18 tahun; 2. Semua pangeran shinnou dan pangeran yang memiliki darah kekaisaran yang berusia di atas 20 tahun; 3. 150 orang wakil yang dipilih berdasarkan urutan counts, viscounts dan baron, yang berusia di atas 25 tahun; 4. 150 orang anggota tambahan yang dipilih oleh Kaisar; 5. 66 orang yang dipilih untuk mewakili 6000 orang pembayar pajak tertinggi. Bersamaan dengan konstitusi, dikeluarkan pula Undang – Undang Rumah Tangga Kaisar Koshitsu Tenpan, Undang – Undang Parlemen, Undang – Undang Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat, dan Peraturan Kerajaan tentang Majelis Bangsawan.

2.2.2 Ideologi Negara

Kata ideologi berasal dari bahasa Yunani, idein dan logos. Idein berarti ide, gagasan atau konsep dan logos yang berarti ilmu dan ajaran. Jika digabungkan Universitas Sumatera Utara antara keduanya maka kita dapatkan pengertian ideologi sebagai kumpulan gagasan, ide, keyakinan, kepercayaan, yang bersifat menyeluruh dan sistematis. Ideologi ini menyangkut seluruh bidang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara seperti politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan keagamaan. Ideologi dalam Syafiie 2009:78 adalah sistem pedoman hidup dan cita – cita yang ingin dicapai oleh banyak individu dalam sebagian besar masyarakat yang bersifat khusus disusun secara sadar oleh para pemikir di daerah tersebut. Menurut Jean Bodin dalam Syafiie 2009:78 negara adalah persekutuan daripada keluarga – keluarga dengan segala kepentingannya yang dipimpin oleh akal dari suatu kuasa yang berdaulat. Ideologi suatu bangsa mencerminkan cara berpikir masyarakatnya dan mengarahkan suatu bangsa untuk mencapai tujuan nasional negaranya. Ideologi juga merupakan sebuah landasan semangat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ciri – ciri ideologi suatu negara antara lain adalah ideologi berada di posisi tertinggi sebagai nilai hidup berbangsa dan bernegara; serta ideologi mewujudkan asas kerohanian, pandangan dunia, pandangan hidup, pedoman hidup, pegangan hidup yang dipelihara, dikembangkan, diamalkan, dan dilestarikan kepada generasi berikutnya, diperjuangkan dan dipertahankan dengan kesediaan berkorban Simanjuntak, 2007. Sebelum periode Meiji, ketika masih pada masa pemerintahan Tokugawa, ideologi negara Jepang berdasarkan kesetiaan atas bawah. Hal ini disebabkan adanya pengaruh ajaran Neo-Konfusius dan Budha yang pada saat itu lebih diterima daripada Shinto. Dimasa pemerintahan Tokugawa Ieyasu tercipta struktur kekuasaan dimana shogun berada pada posisi tertinggi, juga sebagai pusat Universitas Sumatera Utara pengabdian seluruh masyarakat Jepang. Hal ini karena Tokugawa Ieyasu memilih konfusionisme sebagai dasar filosofisnya untuk usaha menanamkan penghormatan bawahan terhadap atasan. Namun pada periode Meiji, dengan kembalinya keberadaan Shinto, maka ideologi negara berlandaskan kepercayaan Shinto. Kepercayaan Shinto mengajarkan kesetiaan kepada yang berkuasa, sehingga menetralisasi kemungkinan sifat sombong seorang pejuang militer. Kepercayaan Shinto menekankan kesetiaan dan kecintaan kepada Negara dan Tenno. Shinto tidak mengenal ajaran dosa, tetapi lebih menekankan soal kehormatan dan harga diri Suryohadiprojo, 1982:49. Selama periode Meiji, melalui doktrin Shinto disebarkanlah ideologi militeristik yang mencakup ajaran – ajaran, keyakinan, dan teori, yang menganjurkan atau membenarkan misi Jepang untuk memperluas kekuasaannya atas bangsa – bangsa dan orang lain. Hal ini dilakukan dengan alasan bahwa Kaisar Jepang lebih unggul dari kepala negara lain karena asal keturunannya yang istimewa, juga menganggap bahwa pulau – pulau Jepang lebih unggul daripada negeri lain karena sejarah asal mulanya yang istimewa. Tetapi pemikiran seperti ini dihentikan melalui dikeluarkannya Instruksi Shinto Shinto Shirei atas perintah SCAP Supreme Commander Allians Powers Amerika kepada Pemerintah Jepang pada 15 Desember 1945 yang melarang propagasi dan penyebaran ideologi militeristik dalam doktrin Shinto beserta filsafatnya.

2.3 Sejarah Shinto dan Karakteristik Shinto