Penyakit alergi dan Kuesioner Mekanisme respons imun terhadap alergen

5 diduga ada alergi berdasarkan anamnesis dan gejala klinis, skrining untuk predisposisi penyakit alergi, juga untuk studi epidemiologi dalam menentukan kecenderungan angka sensitisasi dan membantu standarisasi ekstrak alergen. 11 Sensitivitas uji tusuk kulit mencapai 90. Uji tusuk kulit bisa dilakukan mulai usia satu bulan dan tetap valid sampai usia 65 tahun. 12 Penelitian tentang sensitisasi alergen dengan pemeriksaan uji tusuk kulit banyak dilakukan di Indonesia, salah satunya penelitian tahun 2011 pada 35 anak dermatitis atopi di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo didapatkan uji tusuk kulit positif pada 29 subjek, dengan alergen inhalan dan alergen makanan tersering masing- masing adalah bulu anjing dan maizena. 13

2.2. Penyakit alergi dan Kuesioner

The International Study of Asthma and Allergies in Childhood ISAAC Atopi merupakan predisposisi menjadi penyakit alergi seperti asma, RA, DA dan alergi makanan. 14 Beberapa dekade terakhir prevalensi penyakit alergi meningkat dengan cepat dan mempengaruhi sekitar 20 populasi di negara berkembang. 15 Diagnosis penyakit alergi ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang timbul akibat alergen dan pemeriksaan immunoglobulin E IgE spesifik yang sesuai dengan alergen pencetus penyakit alergi. 16 Universitas Sumatera Utara 6 The international study of asthma and allergies in childhood ISAAC telah membuat kuesioner yang terstandarisasi pada tahun 1990 untuk memaksimalkan penelitian epidemiologi tentang asma dan penyakit alergi lainnya. Tujuan ISAAC adalah untuk menilai prevalensi dan tingkat keparahan asma, RA dan DA pada anak yang tinggal di tempat berbeda dan membuat perbandingan di dalam dan di luar negeri, menilai kecenderungan prevalensi dan tingkat keparahan penyakit di masa depan, serta mempersiapkan kerangka kerja untuk penelitian etiologi lebih lanjut dalam hal genetik, gaya hidup, perawatan medis dan faktor lingkungan yang mempengaruhi penyakit ini. 17,18

2.3. Mekanisme respons imun terhadap alergen

Penyakit alergi terjadi akibat adanya gangguan mekanisme respons imun, sehingga terjadi inflamasi kronis dengan dasar kelainan hipersensitivitas IgE dan infiltrasi eosinofil dan limfosit ke dalam jaringan. 16,19 Di antara sel-sel sistem imun, sel T memainkan peran utama dalam respons inflamasi. Sel T diaktifkan saat antigen presenting cells APC menangkap antigen dan menampilkan fragmen antigen yang terikat dengan molekul major histocompatibility complex MHC. Proses presentasi antigen ini, merangsang sel T berdiferensiasi menjadi sel T sitotoksik atau sel T helper Th. Sel T helper Th, dapat dibedakan menjadi dua subtipe berdasarkan sitokin yang Universitas Sumatera Utara 7 dihasilkannya yaitu sel Th 1 dan Th 2 . 20 Sel Th 1 memproduksi interleukin IL-2, interferon- γ IFN-γ, dan tumor necrosis factor-β TNF-β, sedangkan Th 2 akan memproduksi IL-4, IL-5, IL-9 dan IL-13. 10 Alergen yang masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan respons imun. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen. 19 Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptida dan bergabung dengan molekul human leukocyte antigen HLA kelas II membentuk komplek peptida major histocompatibility complex MHC kelas II yang kemudian dipresentasikan kepada sel Th. 20 Kemudian APC akan melepas sitokin seperti IL-1 yang akan mengaktifkan sel Th untuk berproliferasi menjadi sel Th 1 atau Th 2 serta memproduksi IL-2 yang menstimulasi sel Th 2 memproduksi IL lain. Aktivasi ini diperkuat oleh IL-5 dan IL-9. Interleukin-4 IL-4 dan IL-13 berikatan dengan reseptornya di permukaan sel limfosit B Fc, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. Kemudian IgE akan berikatan dengan sel mast atau basofil FcεR sehingga kedua sel ini menjadi aktif. 10,19 Bila individu tersensitisasi dengan alergen yang sama, maka IgE spesifik akan mengikat alergen tersebut dan terjadi degranulasi sel mast dan basofil, mengakibatkan terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk Performed Mediators terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Universitas Sumatera Utara 8 Newly Formed Mediators, antara lain prostaglandin, leukotrien, bradikinin, Platelet Activating Factor PAF, berbagai sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, GM-CSF Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor. Mediator- mediator ini akan menimbulkan manifestasi penyakit alergi. 10,19 Penyakit alergi dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. 18 Studi genetik pada keluarga dengan atopi, telah diidentifikasi kromosom 11q dan 5q mempengaruhi produksi IgE. 21 Kromosom 5q23-35 terdiri dari beberapa gen yang berperan dalam patogenesis alergi, termasuk gen yang mengkode sitokin Th2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-9, IL-13 dan granulocyte-macrophage colony- stimulating factor GM-CSF. Kromosom 11q13 mengkode the β subunit of the high-affinity IgE receptor FcεR1-β. 10 Meskipun komponen genetik sangat penting dalam penyakit alergi, tetapi faktor-faktor lingkungan termasuk paparan dari lingkungan alergen, polusi dan infeksi dapat menjelaskan terjadinya peningkatan penyakit alergi. 18

2.4. Sindrom nefrotik idiopatik dan imunopatogenesis