Beban Belajar Pendekatan Humanis Dalam Pengembangan Kurikulum Pendidikan

keragaman itu, bukan keseragaman, adalah bahan utama untuk pedagogi yang baik]. 42 Kutipan Eisner di atas membuktikan bahwa seluruh anak adalah unik dan termasuk kepada pembelajaran sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bila dikaitkan dengan pendekatan humanis kurikulum 2013 penekanannya pada konten bahwa peserta didik itu dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi sosial dan dapat dikontrol sesuai dengan perkembangan psikologis dan emosional sehingga tercipta pedagogis humanistik yang baik. Pedagogis humanis yang baik berorientasi bahwa peserta didik aktif belajar dengan berbagai latihan. Latihan berdasarkan komunikasi, asosiasi dan respon positif guna melakukan penilaian proses untuk mencapai hasil belajar. Hasil belajar yang ideal adalah menuju arah cita-cita yang tinggi sehingga tercapai perkembangan yang terpuji. Perkembangan yang terpuji ialah yang membawa manusia ke arah tingkat yang lebih baik dan lebih sempurna. Omar Muhammad Al-Toumy As-Syaibany menyebutkan bahwa perkembangan yang membawa manusia ke arah yang lebih sempurna adalah usaha untuk mencapai ketinggian yang spritual, moral, sosial dan intelektual yang merupakan inti pendidikan Islam. 43 Dengan demikian beban belajar Pendidikan Agama Islam membutuhkan pendistribusian mulai meningkatkan spritual peserta didik, membina moral, mengontrol sosial dan menggali intelektual yang merupakan keseluruhan kegiatan yang harus diikuti peserta didik dalam satu minggu, satu semester, dan satu tahun pembelajaran. Beban belajar tersebut dapat disusun secara sistematis yang dirangkum dalam organisasi kompetensi mata pelajara Pendidikan Agama Islam. 42 Eisner, The Arts and The Creation of Mind New Haven, CT: Yale University Press,2002.h. 35. 43 Omar Muhammad Al-Toumy Al-Syaibany, Falsafah Pendidikan Islam Jakarta: Bulan Bintang, 1979, h. 43.

c. Organisasi Kompetensi Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam

Sekolah Menengah Pertama SMPMadrasahTsanawiyahMTs memiliki organisasi kompetensi mata pelajaran. Demikian adanya untuk mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Mata pelajaran adalah unit organisasi terkecil dari kompetensi dasar. Unit organisasi terkecil merinci kompetensi inti dan kompetensi dasar mata pelajaran. Untuk kurikulum Sekolah Menengah Pertama SMPMadrasah Tsanawiyah MTs, organisasi kompetensi dasar dilakukan dengan cara mempertimbangkan kesinambungan antar kelas dan keharmonisan antar mata pelajaran yang diikat dengan kompetensi inti. Berdasarkan pendekatan humanis terjadi reorganisasi kompetensi mata pelajaran. Reorganisasi kompetensi mata pelajaran merupakan langkah dalam melakukan penambahan dan pengurangan materi pelajaran. Reorganisasi mata pelajaran berguna untuk membangun aktivitas baru dalam pembelajaran. Aktivitas baru yang dimaksud guna menjadikan pembelajaran lebih bersemangat dan bergairah kembali. Reorganisasi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dengan pendekatan humanis kurikulum 2013 dilakukan dengan memberikan nuansa-nuansa yang bersifat estetika dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam tersebut. Estetika yang dimaksud dalam bidang melibatkan peserta didik secara langsung dalam mendalami materi Pendidikan Agama Islam, seperti rihlah guna mereorganisasi materi syukur nikmat secara langsung berhadapan dengan alam. Reorganisasi ini dijadwalkan sedemikian rupa sesuai dengan kebutuhan dan struktur kurikulum serta beban belajar Pendidikan Agama Islam. Reorganisasi juga didukung dengan metode pembelajaran yang ada. Sebagaimana contoh tentang materi syukur nikmat dengan media pembelajaran rihlah karya wisata. Secara pendekatan humanis dicontohkan dengan kisah Nabi Musa a.s yang berguru kepada Nabi Khidhr sebagaimana tercantum dalam alquran surat al-Kahfi ayat 66-82, yang berbunyi:                                                                                                                                                                                                                     