Universitas Sumatera Utara
melakukan penelitian kita tidak mungkin tidak mengorganisasikan pengamatan dan persepsi kita dan hal ini tidak dapat kita hindarkan saat melakukan penelitian.
Penggunaan perspektif mewajibkan kita untuk toleran pada perbedaan cara pandang, juga telaten dalam menggunakan berbagai metode. Memilih suatu
perspektif sama artinya dengan memilih mengerjakan hal-hal menurut suatu cara pandang tertentu, tidak menurut satu cara yang lain, yang serta merta berlaku
secara universal Ardianto dan Q-Anees, 2007:78. Pada perspektif yang kita pilih terkandung semua keuntungan dan keterbatasan, akan tetapi kita tidak memiliki
hak untuk mengingkari nilai dan untuk mempermasalahkan validitas perspektif yang lain. Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah perspektif
konstruktivisme.
2.1.2 Perspektif Konstruktivisme
Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai
penyamapai pesan. Konstruktivisme justru mengaggangap subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek
memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami diatur dan dihidupkan oleh pernyataan-
pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri
sang pembicara. Oleh karena itu analisis dapat dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi Ardianto dan Q-Anees,
2007:151. Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi
merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah kontruksi yang dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material.
Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan bukan reproduksi kenyataan. Konstruktivisme menolak pengertian ilmu sebagai
yang terberi dari objek pada subjek yang mengetahui. Unsur subjek dan objek sama-sama berperan dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Konstruksi
membuat cakrawala baru dengan mengakui adanya hubungan antara pikiran yang
Universitas Sumatera Utara
membentuk ilmu pengetahuan dengan objek atau eksistensi manusia. Paradigma konstruktivis mencoba menjembatani dualisme objektivisme-subjektivisme
dengan mengafirmasi peran subjek dan objek dalam konstruksi ilmu pengetahuan. Menurut Von Glasersfelt 1989 konstruktivisme adalah salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi bentukan kita sendiri Ardianto dan Q-Anees, 2007:154. Dalam perspektif
konstruktivisme pengetahuan merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dan bahwa pengetahuan bukanlah tertentu dan deterministik, tetapi suatu proses
menjadi tahu. Pentingnya pengalaman dalam proses pengetahuan ini membuat proses konstruksi membutuhkan beberapa kemampuan sebagai berikut:
1 kemampuan mengingat dan mengungkapkan kembali pengalaman;
2 kemampuan membandingkan, mengambil keputusan justifikasi
mengenai persamaan dan perbedaan; 3
kemampuan untuk lebih menyukai pengalaman yang satu dari yang lain. Von Glasersfeld dan Kitchener 1987 membuat gagasan konstruktivisme
mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut: 1
Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.
2 Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur
yang perlu untuk pengetahuan. 3
Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang. Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu berlaku dalam
berhadapan dengan pengalaman-pengalaman seseorang. Pada perspektif konstruktivis, kebenaran bukan pada kecocokan dengan
realitas ontologis melainkan pada viabilitas, yaitu kemampuan suatu konsep atau pengetahuan dalam beroperasi. Pengetahuan yang kita kostruksikan itu dapat
digunakan dalam menghadapi macam-macam fenomena dan persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kajian Pustaka