Biaya Marginal, yaitu kenaikan biaya produksi yang dikeluarkan untuk menambah produksi sebanyak satu unit. Biaya marginal dapat dituliskan dengan
rumus sebagai berikut :
MC
n
= TC
n
– TC
n
-
1
, dimana :
MC
n
= biaya marginal produksi ke n,
TC
n
= biaya total pada waktu jumlah produksi adalah n
TC
n-1
= biaya total pada waktu jumlah produksi adalah n-1
Atau dengan rumus :
MCn = Q
TC ∆
∆ , dimana :
MCn = biaya marginal produksi ke n
∆
TC = pertambahan jumlah biaya total
∆
Q = pertambahan jumlah produksi
2.7 Sejarah Perkebunan Kopi di Indonesia
Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia. Melainkan jenis tanaman berasal dari benua Afrika AAK: 1988. Tanaman kopi masuk ke Indonesia
pertama kali tahun 1696, bersamaan waktunya dengan digemarinya minuman kopi di kawasan Eropa. Di Jawa, tanaman kopi baru mendapat perhatian pada tahun
1699, karena setelah melewati taraf percobaan, tanaman tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
berkembang dan berproduksi dengan baik. Tanaman kopi yang didatangkan ke Indonesia adalah jenis kopi arabika yang berasal dari Yaman. Pada mulanya, kopi
ditanam di sekitar Jakarta. Setelah percobaaan-percobaan di daerah tersebut hasilnya baik, baru kemudian disebar dan dibagikan kepada para Bupati di Jawa
Barat, dan hasilnya pun baik. Hasil-hasil tersebut harus diserahkan kepada VOC dengan harga yang sangat rendah, dengan penyerahan secara paksa. Maka
tanaman yang semula hanya sebagai tanaman percobaan, akhirnya menjadi tanaman yang dipaksakan kepada petani.
Setelah diketahui bahwa tanaman tersebut hasilnya meningkat, maka perluasan tanaman terus ditingkatkan, terutama di pulau Jawa. Selanjutnya lebih
dipaksakan lagi dengan adanya sistem “Culturstelsel”. Mulai saat itulah banyak pengusaha yang perkebunan, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada
tanah-tanah usaha swasta. Sejarah mencatat bahwa untuk pertama kalinya pelelangan kopi asal Jawa di Amsterdam dilakukan tahun 1712 dan sejak itu
pasaran kopi Eropa mengenal baik “Java coffee” Siswoputranto, 1993 dikutip dalam jurnal Membangkitkan Kembali Peran Komoditas Kopi bagi Perekonomian
Indonesia-Re-Promoting Role of Coffee Commodity in Indonesian Economy oleh Herman.
Pada tahun 1878 timbul serangan penyakit karat daun yang diperkirakan berasal dari Sri Langka dan menyebar cepat ke seluruh perkebunan kopi di Jawa.
Karena sulit diberantas, maka sejak tahun 1900 dikembangkan kopi jenis robusta yang relatif tahan penyakit. Jenis kopi robusta ini kemudian berkembang pesat
hampir ke seluruh pelosok nusantara dan pada saat pecah perang dunia ke 2,
Universitas Sumatera Utara
Hindia Belanda Indonesia dikenal sebagai penghasil kopi ketiga terbesar setelah Brazil dan Kolombia. Pengembangan areal kopi terus berlanjut setelah Indonesia
merdeka, dan perkembangan yang paling pesat adalah yang terjadi pada periode 1975-1985. Areal perkebunan kopi Indonesia mencapai satu juta hektar pada
tahun 1988.
Tabel 2.1 Perkembangan Luas Pertanaman Kopi di Indonesia
Tahun Luas Lahan
Perkebunan Besar
Perkebunan Rakyat
Jumlah
1950 41.289
101 142.289
1955 48300
148.631 196.931
1960 47.092
230.766 277.858
1965 40.356
259.694 300.05
1970 43.777
351.096 394.373
1975 38.5
365000 403.5
1995 -
- 493
2000 -
- 632
2005 -
- 529
Sumber : Website Ditjenbun Perkebunan kopi Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dengan
total areal 1,06 juta ha atau 94,14, sementara areal perkebunan besar Negara dan perkebunan besar swasta masing-masing seluas 39,3 ribu ha 3,48 dan 26,8
ribu ha 2,38. Areal perkebunan rakyat tersebut dikelola oleh sekitar 2,12 juta kepala keluarga petani Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2001.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perkebunan kopi paling tidak telah menyediakan kesempatan kerja kepada lebih dari 2 juta kepala keluarga petani
dan ratusan ribu kesempatan kerja di perkebunan besar, pedagang pengumpul
Universitas Sumatera Utara
hingga eksportir. Di samping itu juga tercipta kesempatan kerja pada industri hilir kopi dan pedagang hasil olahan kopi.
2.7.1 Perkembangan Kopi Arabika di Indonesia Sebenarnya jenis kopi yang pertama kali dimasukkan ke Indonesia adalah
jenis kopi arabika. Kopi jenis tersebut masuk Indonesia pada tahun 1696. Akan tetapi tanaman tersebut mati karena terserang banjir yang melanda hebat.
Kemudian pada tahun 1699 didatangkan kembali bibit-bibit Arabika yang baru. Untuk pertama kalinya ditanam di daerah sekitar Jakarta dan Jawa Barat. Setelah
berhasil baik lalu disebarkan ke seluruh kepulauan Indonesia. Satu abad lebih jenis kopi ini telah membudaya menjadi tanaman rakyat. Dengan keberhasilan ini,
maka pada akhir abad 19 juga dibuka perkebunan kopi di Jawa Timur. Kebun itu terletak di Malang dan Kediri, setelah itu menjalar lagi sampai daerah Besuki.
Dapat dikatakan untuk tahun-tahun 1800 sampai 1900 lebih jenis kopi komersil yang ditanam adalah jenis ArabikaWahyu Muljana, 1982: 2.
Dalam sejarahnya, Indonesia bahkan pernah menjadi produsen kopi arabika terbesar di dunia, walaupun tidak lama akibat munculnya serangan hama
karat daun. Serangan hama yang disebabkan cendawan hemileia vastatrix tersebut menyerang tanaman kopi di Indonesia sekitar abad ke-19. Dengan adanya
penyakit ini maka kopi-kopi jenis Arabika hanya dapat bertahan di daerah-daerah dataran tinggi, yang lebih dari 1000 m dari atas permukaan laut. Maka dengan
demikian terjadilah zona gap yang berarti ada zona dengan jarak vertical 200 M sampai dengan 250 M yang tidak bisa ditanami kopi. Untuk menutup gap ini
maka telah diadakan penyelidikan dan dan kemudian pada tahun 1929
Universitas Sumatera Utara
dimasukkan varitas Abyssinica Coffea Arabica Veritas Abyssinica sedangkan yang telah ada di Indonesia adalah Arabika yang termasuk Coffea Arabica Veritas
typica.
Kemudian pada tahun 19551956, dapatlah dipilih dan setelah melalui proses penelitian serta penyelidikan terhadap varietas tersebut, ternyata jenis kopi
arabika varietas Abyssinica yang berasal dari India dapat tahan dari serangan karat daun. Selain kuat dari penyakit karat daun, jenis Arabika ini dapat tumbuh di
daerah yang tingginya 500 M dari permukaan laut.
Biasanya daerah-daerah yang ditanami jenis kopi Arabika adalah Jawa Timur dataran tinggi Ijen, Sumatera Utara Mandailing, Lintong dan
Sidikalang, Aceh dataran tinggi Gayo, Bali, dan Sulawesi Selatan.
2.7.2 Morfologi Tanaman Kopi Arabika Ateng
Untuk mengenal tanaman kopi, dapat dilihat dari berbagai sudut, antara lain:
• Akar
Perakaran dalam pohon kopi ini relatif dangkal. Dapat dikatakan bahwa lebih dari 90, akar-akar kopi ini terdapat di lapisan tanah yang
dalamnya hanya antara 0 – 30 cm. Oleh karena itu, tanaman kopi sangat peka terhadap kandungan bahan organik. Struktur tanah yang baik sangat
diperlukan bagi tanaman kopi, karena tanaman ini sangat membutuhkan oksigen. Bila pertumbuhan akar terhambat, maka akan mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
tanaman tersebut kelihatan kerdil. Hal itu biasanya terjadi karena kekurangan air atau kekurangan udara atau bahkan tergenang air.
• Batang dan Cabang
Kopi memperlihatkan dimorfisma dalam pertumbuhan vegetatifnya.
a. Pertumbuhan Ortotropik tegak
b. Pertumbuhan Plagiotropik ke samping
Batang dan tunas-tunas air atau yang sering disebut dengan nama wiwilan, tumbuhan ortotropik dan plagiotropik, sedangkan cabangnya tumbuh secara
plagiotropik. Bagian tanaman yang tumbuh ortotropik dapat menghasilkan pertumbuhan ortotropik dan plagiotropik dan tak dapat menghasilkan ortotropik.
Oleh karena itu, sambungan cabang atau stek cabang tidak dapat tumbuh ke atas, melainkan tumbuh ke samping.
Pada ketiak daun batang terdapat 2 macam kuncup tunas yaitu :
1. Kuncup tunas primair
: a. hanya satu di bagian atas
b. dapat tumbuh menjadi cabang primair cabang buah
Universitas Sumatera Utara
2. Kuncup tunas reproduksi
: a. berjumlah 4-5 buah, terletak di bawah kuncup-kuncup primair.b. dapat tumbuh menjadi tunas
reproduksi tunas airwiwilan.
Kemudian pada ketiak daun dapat tumbuh tunas reproduksi beberapa kali,akan tetapi cabang primair hanya terbentuk satu kali. Oleh karena buah
terbentuk pada cabang-cabang primair maka cabang ini sangat penting artinya. Kemudian susunan tunas semacam ini juga terdapat pada ketiak-ketiak daun
cabang primair dan dinamakan kuncup tunas sekunder dan kuncup tunas reproduksi. Berbeda dengan kuncup-kuncup tunas pada batang, kuncup-kuncup
ini dapat tumbuh menjadi bunga. Namun pada umumnya pada setiap ruas hanya sekali berbentuk bunga, kecuali pada kopi Ekselsa. Lalu pada cabang-cabang
primair kuat pertumbuhannya, kuncup-kuncup tunas ini sebagian dapat menjadi cabang.
- Kuncup tunas sekunder dapat tumbuh menjadi cabang sekunder
- Kuncup tunas reproduksi dapat tumbuh menjadi cabang reproduksi,
cabang cacing, atau cabang balik. •
Daun
Daun kopi ini tumbuh berhadapan dan berpasangan, baik itu yang tumbuh pada cabang maupun batang. Pada cabang, daun-daun itu berpasangan dan
terletak pada satu bidang. Kemudian stomata atau mulut daun ternyata berbeda- beda menurut jenis kopi. Pada kopi Arabika, jumlah stomata per mm
2
berkisar antara 148-185. Jumlah stomata per satuan luas daun juga dipengaruhi oleh
Universitas Sumatera Utara
intensitas cahaya. Semakin besar intensitas cahaya, makin besarbanyak mulut daunstomata. Daun kopi ini akan menjadi lebih lebar, tipis dan lembek apabila
intensitas cahaya terlalu sedikit. •
Bunga dan Buah
Bunga kopi ini akan terbentuk pada ketiak-ketiak daun dari cabang. Pada ketiak akan terdapat 3-5 tandan. Untuk itu masing-masing akan terdiri dari 3
sampai 5 bunga. Pada kopi Arabika, umumnya tandannya lebih sedikit. Mahkota bunga berwarna putih, dengan jumlah mahkota 5 daun mahkota. Panjang tangkai
putik Arabika lebih pendek dibandingkan dengan benang sarinya. Dalam hal penyerbukan, kopi Arabika melakukan penyerbukan sendiri self pollinator.
Penyerbukan pada tanaman kopi biasanya dibawa oleh angin. Pembawaan ini bisa sampai 100 meter dari pohon itu sendiri. Pada umumnya kopi akan mengeluarkan
bunga pada umur 3 tahun, dan mulai berbuah pada umur 4tahun. Namun untuk jenis Arabika bisa lebih cepat dari waktu tersebut, yakni 2,5 tahun. Buah kopi
Arabika akan masak dalam kurun waktu 9-10 bulan.
2.7.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kopi
Tanaman Kopi mempunyai sifat yang sangat khusus, karena masing – masing jenis kopi menghendaki lingkungan yang agak berbeda. Faktor – faktor
lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah.
Ketinggian tempat sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap tanaman kopi, tetapi berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya suhu. Faktor
Universitas Sumatera Utara
suhu inilah yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman kopi. Hujan merupakan faktor iklim terpenting setelah ketinggian tempat. Faktor ini
bisa dilihat dari curah hujannya dan waktu turunnya hujan. Curah hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air yang sangat dibutuhkan oleh tanaman kopi,
sedangkan waktu jatuhnya hujan terutama berpengaruh terhadap proses pembentukan bunga kopi dan buah kopi. Kopi Robusta dan Arabika sangat peka
terhadap pengaruh ini.
Kopi umumnya tidak menyukai sinar matahari langsung dalam jumlah banyak, tetapi menghendaki sinar matahari yang teratur. Sengatan sinar matahari
langsung dalam jumlah banyak akan meningkatkan penguapan dari tanah maupun daun yang dapat mengganggu keseimbangan proses fotosintesa, terutama pada
musim kemarau. Angin mempunyai pengaruh cukup besar terhadap jenis kopi yang bersifat self steril.
Peranan angin adalah membantu berpindahnya serbuk sari bunga dari tanaman kopi yang satu ke putik bunga kopi lain yang klon atau jenisnya berbeda
sehingga terjadi penyerbukan yang dapat menghasilkan buah. Tanah yang sangat cocok untuk kopi arabika dan robusta adalah andosol. Tanah rata lebih baik untuk
kopi, kelerengan yang terbaik untuk kopi 0 – 8, tetapi dapat ditanam hingga kelerengan 15 – 30. Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang
gembur, subur dan kaya bahan organik. Untuk itu tanah di sekitar tanaman harus sering ditambah dengan pupuk organik agar sistem perakarannya tetap tumbuh
baik dan dapat mengambil unsur hara sebagaimana mestinya. Selain tanah yang gembur dan kaya bahan organik, kopi juga menghendaki tanah yang agak asam.
Universitas Sumatera Utara
Beberapa sifat penting kopi Arabika adalah :
1. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700 - 1700m dpl dan suhu
16 - 20 derajat Celcius. 2.
Menghendaki daerah yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3 bulan tahun secara berturut - turut, yang sesekali mendapat hujan
kiriman. 3.
Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di
dataran rendah atau kurang dari 500m dpl.
4. Rata - rata produksi sedang tetapi mempunyai kualitas dan harga yang
relatif lebih tinggi dari kopi lainnya. 5.
Umumnya buah kopi ini menjadi masak dalam waktu 9 bulan – 10 bulan.
Kopi arabika memiliki banyak varietas. Beberapa varietas kopi arabika antara lain:
•
Kopi Kolombia Colombian coffee - pertama kali diperkenalkan di Kolombia pada awal tahun 1800. Saat ini kultivar Maragogype, Caturra,
Typica dan Bourbon ditanam di negeri ini. Jika langsung digoreng, kopi Kolombia memiliki rasa dan aroma yang kuat. Kolombia adalah penghasil
kopi kedua terbesar di dunia setelah Brasilia. Sekitar 12 kopi di dunia dihasilkan di negara ini
•
Colombian Milds — Varietas ini termasuk kopi dari Kolombia, Kenya dan Tanzania. Semuanya adalah jenis kopi arabica yang telah dicuci.
Universitas Sumatera Utara
•
Costa Rican Tarrazu — dari enSan Marcos de Tarrazu valley di pegunungan di luar San José, Costa Rica.
•
Guatemala Huehuetenango — Ditanam di ketinggian 5000 kaki di bagian utara Guatemala.
•
Ethiopian Harrar — dari Harar, Ethiopia
•
Ethiopian Yirgacheffe — dari daerah di kota Yirga Cheffe di provinsi Sidamo Oromia di Ethiopia.
•
Hawaiian Kona coffee — ditanam di kaki pegunungan Hualalai di distrik Kona di Hawaii. Kopi diperkenalkan pertama kali di kepulauan ini oleh
Chief Boki. Ia adalah gubernur Oahu pada tahun 1825.
•
Jamaican Blue Mountain Coffee — dari Blue Mountains di Jamaika. Kopi ini memiliki harga yang mahal karena kepopulerannnya.
•
Kopi Jawa Java coffee — dari pulau Jawa di Indonesia. Kopi ini sangatlah terkenal sehingga nama Jawa menjadi nama identitas untuk kopi.
•
Kenyan — terkenal karena tingkat keasamannya dan rasanya.
•
Mexico - memproduksi biji kopi yang keras.
•
Mocha — Kopi dari Yemen dahulunya diperdagangkan di pelabuhan Mocha di Yemen. Jangan disalahartikan dengan cara penyajian kopi
dengan coklat.
•
Santos - dari Brasilia. Memiliki tingkat keasaman yang rendah.
•
Sumatra Mandheling dan Sumatra Lintong — Mandheling dinamakan menurut suku Batak Mandailing di Sumatra utara di Indonesia. Kopi
Lintong dinamakan menurut nama tempat Lintong di Sumatra utara. Sedangkan Kopi Gayo berasal dari Dataran Tinggi Gayo — Gayo adalah
Universitas Sumatera Utara
nama Suku Asli di Aceh — yang meliputi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kopi Gayo disebut-sebut sebagai kopi organik terbaik di
dunia.
•
Sulawesi Toraja Kalosi — Ditanam di daerah pegunungan tinggi di Sulawesi. Kalosi adalah nama kota kecil di Sulawesi, yang merupakan
tempat pengumpulan kopi dari daerah sekitarnya. Toraja adalah daerah pegunungan di Sulawesi tempat tumbuhnya kopi ini. Kopi dari Sulawesi
ini memiliki aroma yang kaya, tingkat keasaman yang seimbang agak sedikit lebih kuat dari kopi Sumatra dan memiliki ciri yang
multidimensional. Warnanya coklat tua. Kopi ini cocok untuk digoreng hingga warnanya gelap. Karena proses produksinya, kopi ini dapat
mengering secara tidak teratur. Walau demikian biji yang bentuknya tidak teratur ini dapat memperkaya rasanya.
•
Tanzania Peaberry — ditanam di Gunung Kilimanjaro di Tanzania. Peaberry artinya biji kopi ini hanya satu dalam setiap buah. Tidak
seperti layaknya dua dalam satu buah. Ini biasanya tumbuh secara alami pada 10 dari hasil panen kopi.
•
Uganda - Meskipun sebagian besar penghasil kopi robusta. Ada juga kopi arabika berkualitas yang dikenal sebagai Bugishu.
•
Kopi Luwak - salah satu varietas kopi Arabika yang telah dimakan oleh luwak kemudian dikumpulkan dan diolah. Rasa dan aroma kopi ini khas
dan menjadi kopi termahal di dunia.
2.7.4 Potensi Kopi Arabika di Kabupaten Dairi
Universitas Sumatera Utara
Kabupaten Dairi secara geografis terletak diantara 98 0 00-98 0 303T dan 2 0 -3 0 00 LU. Luas wilayah Kabupaten Dairi adalah 1.927,8 Km
2
. Ibukota Kabupaten Dairi adalah Sidikalang yang secara administratif terdiri dari 15
kecamatan. Sidikalang sebelumnya dikenal sebagai produsen kopi robusta, namun setelah pasar kopi robusta sudah tidak menjamin kehidupan petani akibat
rendahnya harga, menyebabkan petani memilih mengganti tanaman kopinya dengan kopi varietas arabika ateng. Dengan demikian, saat ini Sidikalang lebih
dikenal dengan produsen kopi jenis arabika, yang lebih dikenal dengan kopi ateng. Dairi merupakan penghasil kopi jenis ateng terbesar di sumatera Utara,
yang kemudian disusul oleh Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Berikut data potensi lahan produksi kopi Ateng per kecamatan di Kabupaten Dairi.
Tabel 2.2 Data Potensi Lahan Produksi Kopi Ateng Per Kecamatan
di Kabupaten Dairi Tahun 2007.
No Kecamatan
Luas Km
2
Luas Area Kopi
AtengHa Produksi
Ton
1 Sidikalang
110.17 299
304,20 2
Sitinjo 347
351,00 3
Berampu 39.45
226 205.7
4 Parbuluan
235.4 2351
1968 5
Sumbul 192.58
6249 5604
6 Silahisabungan
75.62 -
- 7
Silimapungga-pungga 83.4
25 21
8 Lae Parira
61 94
92 9
Siempatnempu 59.35
66 58
10 Siempat nempu hulu
93.93 188
168 11
Siempat nempu hilir 105.12
- -
12 Tigalingga
197 -
-
Universitas Sumatera Utara
13 Gunung Setember
77 -
- 14
Pegagan Hilir 158.4
152 173
15 Tanah pinem
439.4 -
-
Jumlah 1927,82
9.997 8.945,2
Sumber: BPS 2007 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat, bahwa produsen kopi ateng
terbesar adalah kecamatan Sumbul. Hal ini dapat dilihat dari luas lahan dan juga hasil produksi pertahun dimana kecamatan Sumbul menunjukkan angka yang
paling besar lebih dari 60 dari total produksi kabupaten Dairi. Bisa dikatakan bahwa Sumbul merupakan sentral produksi kopi ateng di kabupaten Dairi, yang
diikuti oleh kecamatan Parbuluan dan Sitinjo.
Perkebunan kopi Ateng di kabupaten Dairi didominasi oleh perkebunan rakyat. Belum ada perkebunan besar milik negara yang khusus menangani kopi
ateng, padahal kopi ateng merupakan salah satu komoditi ekspor yang memiliki potensi cukup besar dalam perdagangan ekspor dunia. Tingginya permintaan
ekspor terhadap kopi jenis ateng dari Dairi belum sebanding dengan hasil produksinya.
2.8 Hasil Penelitian Terdahulu