Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Ateng (Studi Kasus Kabupaten Dairi)

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TINGKAT PRODUKSI KOPI ATENG

(STUDI KASUS KABUPATEN DAIRI)

Skripsi Diajukan Oleh: RASIDAH ANGKAT

060501070

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan 2010


(2)

ABSTRACT

This research is entitled “Determinant Analyze of Ateng Coffee Production (A Case Study: Kabupaten Dairi)”. The objective is to find out how the progress of productivity of ateng coffee in Kabupaten Dairi and the effect of wide of farm, the fertilizer usage, and labour variables. The data of this research are Primer Data, which are gained from the farmer society of ateng coffee in kabupaten Dairi by doing observation and interview by using questions list.

In analyzing the effects of independent variables towards dependent variables is used econometric model by regressing all variables by using Ordinary Least Square Method. The regression result shows that the variable of the wide of farm has positive effect and is statistically significant toward the ateng coffee production, fertilizer usage has positive effect and is statistically significant toward the ateng coffee production, ang labor has positive effect but not significant by statistically toward the ateng production in Kabupaten Dairi.

The coefficient determining (R²) test result shows that the variables of the ateng coffee production as dependent variable can be explained by the independent variables, wide of farms, the fertilizer usage, and labour for 71,14% and the rest 28,86 % is explained by the other variables out of the estimation model. The overall tests use F where F sums (35,34 %) > F table (2,81) which means that the variables of the wide of farms, the fertilizer usage, and labour are significantly effective towards the ateng coffee production. The deviation test with classic assumption uses the multicollinearity and the heterocedasticity tests. These tests show that there is not any deviation towards classic assumption.

Keywords: The production of ateng coffee, the wide of farm, the fertilizer usage, and labour variables.


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Kopi Ateng (Studi Kasus Kabupaten Dairi)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas lahan, pengeluaran pupuk, dan tenaga kerja terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi. Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari masyarakat petani yang memiliki usaha perkebunan rakyat kopi ateng di kabupaten Dairi melalui observasi dan wawancara langsung dengan mennggunakan daftar pertanyaan (kuisioner).

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary least Square). Dari hasil regresi, variabel luas lahan berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap tingkat produksi kopi ateng,variabel pengeluaran pupuk berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap tingkat produksi kopi ateng, dan variabel tenaga kerja berpengaruh positif namun tidak signifikan secara statistik terhadap tingkat produksi kopi ateng.

Hasil uji koefisien determinasi (R²) menunjukkan bahwa variabel tingkat produksi kopi ateng sebagai variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel-variabel independen yaitu luas lahan, pengeluaran pupuk, dan tenaga kerja sebesar 71,14 %, sedangkan sisanya sebesar 28,86 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diikutsertakan ke dalam model estimasi. Pengujian secara keseluruhan menggunakan uji F dimana F.hitung (35,34) > F.tabel (2.81), artinya variabel luas lahan, pengeluaran pupuk, dan jumlah tenaga kerja secara serentak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat produksi kopi ateng. Uji penyimpangan asumsi klasik menggunakan uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas, dari uji tersebut dalam penelitian ini tidak terdapat penyimpangan asumsi klasik.

Kata Kunci: Pertanian, luas lahan, pengeluaran pupuk, tenaga kerja, tingkat produksi kopi ateng


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan menyebut Asma Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, segala puji dan syukur bagiNya, atas nikmat sehat serta hidayahNya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan yang diharapkan.

Adapun maksud dari penyusunan skripsi ini adalah untuk melengkapi syarat selesainya studi jenjang Strata 1 (S1) di Fakultas Ekonomi Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara. Selain itu skripsi ini merupakan laporan tugas akhir dari penelitian yang dilakukan Penulis mengenai ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Ateng (Studi Kasus Kabupaten Dairi)”.

Pada kesempatan ini, tidak lupa Penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada :

1. Kedua orangtuaku tercinta, Mamak dan Ayah yang telah memberikan kasih sayang yang begitu melimpah kepada Penulis, dukungan moril dan materil serta doa dan semangat yang luar biasa sehingga skripsi ini bisa diselesaikan. Terimakasih yang tiada terhingga mak, yah. I love both of you.

2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, MEc selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, MEc selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, Dosen Wali sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi, yang dengan bijak dan sabar telah memberikan bimbingan, petunjuk dan saran yang sangat berharga kepada Penulis sejak memulai penelitian ini hingga selesainya skripsi ini.


(5)

4. Bapak Paidi Hidayat, SE, MSi selaku Dosen Penguji I dan ibu Inggrita Gusti Sari, M.Si selaku Dosen Penguji II yang telah memberikan saran-saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara, k’Leni, bg Sugi, dan bg Heri.

6. Seluruh petani kopi ateng di kabupaten Dairi selaku responden dalam penelitian ini yang telah bersedia meluangkan waktu kepada Penulis untuk memberikan informasi-informasi bagi penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini.

7. Keluarga besarku yang telah memberikan semangat serta dorongan yang begitu besar, kakakQ Sri Wiridiyati Angkat, S.Pd dan Junita Angkat, bg Wira Sumitro Manik, S.Pd, terimakasih untuk doa dan semangatnya, adik-adik ku, Ahmad Syafii Angkat, Lilis Suganda Angkat, Susi Susanti Angkat, Mahmud Azis Angkat,Fitri Ramadhani Angkat, dan pudanku Mukhtar Efendi Angkat.

8. Buat sahabatku Tinen (Lisnawati Tinendung), terimakasih untuk cerewetnya, dan semua kebersamaan sejak petama kali kuliah hingga saat ini, dan dukungan yang telah diberikan, Nda dan Sari, thanks for all friendship we ever had.

9. Sahabat-sahabatku seperjuangan di EP’06, tempat berbagi suka dan duka, Fani, Wati, Dosma,Chery, Asni, Ririn, terimakasih tuk semuanya, untuk semua kebaikan yang telah diberikan kepada Penulis, untuk pelajaran yang berharga akan pentingnya arti berbagi dan mengesampingkan keegoan, dan untuk persahabatan yang telah terjalin selama kita kuliah, semoga persahabatan kita takkan pernah putus. Tuk Alin, thanks untuk kebersamaan dan pengalaman selama bekerja

10.Thanks so much untuk DidaQ yang telah memberikan kasih sayang, doa dan semangat yang begitu besar kepada Penulis. Aishiteru Kanda ^_^. Terimakasih untuk kebersamaan yang telah kita lalui. Hope we will keep it well.4 ever.


(6)

11. Buat Ikrami Angkat dan Bg Khairil Berampu yang telah banyak membantu Penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini, makasih banyak ya untuk waktu yang telah diluangkan.

12.Untuk teman-teman di EP 06, Echy (Yessi), Prieska, Wirda, Yeni, Titah, thanks untuk semua ketawa/i nya. Buat teman-teman se perjuangan di Ekonometrika, Waty, Fany, Chery (Again), Jhonson, Irwin, Arisandy, Andreas, Azmal, n Rahmad, thanks untuk semua kerjasama dan kebersamaan selama mengikuti mata kuliah Pengantar Metrik, dan semua keluarga besar EP yang tidak dapat disebutkan satu persatu terutama stambuk 2006.

Semoga jasa dan amal baik semua pihak mendapatkan balasan dari Allah SWT. Amin.

Penulis sangat sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Akhir kata, Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Medan, 12 Maret 2010


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... . i

ABSTRAK...ii

KATA PENGANTAR………...………...iii

DAFTAR ISI………...v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTARGAMBAR...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan Masalah ... ...6

1.3 Hipotesis ...6

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Usaha Tani dan Pertanian ... 9

2.1.1 Usaha Tani ... 9

2.1.2 Pengertian Pertanian ... 9

2.1.3 Pertanian Indonesia ... 10

2.1.4 Pembagian Bidang-Bidang Pertanian ...11

2.2 Pembangunan Pertanian ... 12

2.3 Produksi Usaha Tani dan Faktor Produksi ...13

2.4 Pengertian Produksi ... 14

2.5 Fungsi Produksi ... 15

2.5.1 Fungsi Produksi Cobb Douglas ...16


(8)

2.6 Hasil Produksi dan Biaya Produksi ...25

2.6.1 Efisiensi Usaha Tani ...25

2.6.2 Biaya produksi ...25

2.7 Sejarah Perkebunan Kopi di Indonesia ...27

2.7.1 Perkembangan Kopi Arabika di Indonesia ...27

2.7.2 Morfologi Tanaman Arabika (Ateng). ...30

2.7.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kopi ...34

2.7.4 Potensi Kopi Arabika di Kabupaten Dairi...37

2.8 Hasil Penelitian Terdahulu ...40

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 42

3.2 Jenis dan Sumber Data ...42

3.3 Teknik Pengumpulan Data ...43

3.4 Populasi dan Sampel ...43

3.4.1 Populasi ... 43

3.4.2 Sampel ... 44

3.5 Teknik Analisis Data... 44

3.5.1 Pengolahan Data... 44

3.5.2 Model Analisis Data... 44

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian)... 46

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Squared)... 46


(9)

3.6.3 Uji f-statistik... 48

3.7 Uji Asumsi Klasik... 49

3.7.1 Multikolinearitas... 49

3.8.2 Heteroskedastisitas... 50

3.8 Defenisi Operasional...51

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Daerah Penelitian ... 52

4.1.1 Kondisi Geografis ... 52

4.1.2 Iklim ... 53

4.1.3 Demografis ... 54

4.1.4 Keadaan Mata Pencaharian dan Potensi Wilayah... 55

4.1.5 Sarana Ekonomi dan Sosial... 56

4.2 Karakteristik Responden ...56

4.3 Karakteristik Kopi Ateng Kabupaten Dairi ... 59

4.4 Aspek Sosial : Kesejahteraan Petani Kopi Ateng ... 62

4.5 Produksi Kopi Ateng di Kabupaten Dairi... 68

4.5.1 Analisis Luas Lahan terhadap Kesejahteraan Petani ... 63

4.5.2 Analisis Tingkat Produksi terhadap Kesejahteraan Petani.65 4.6 Analisis Hasil Regresi ... 71

4.6.1 Interpretasi Model ... 72

4.5.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik... 73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 79


(10)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

2.1 Perkembangan Luas Pertanaman Kopi di Indonesia ………… 29 2.2 Data Potensi Lahan Produksi Kopi Ateng Per Kecamatan … 40 4.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan Tahun 2009 ………… 54 4.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan

Tahun 2008 ……… 56

4.3 Penggolongan Umur Responden ……… 57 4.4 Penggolongan Jumlah Tanggungan Responden ... 57 4.4 Penggolongan Tingkat Pendidikan Responden ……….... 58 4.5 Penggolongan Luas Lahan Responden ……… 58 4.6 Luas Lahan Kopi Ateng 50 Responden ……… 60 4.7 Tingkat Produksi Kopi Ateng 50 responden ……… 60

4.8 Luas Lahan Produksi Kopi Ateng per Kecamatan tahun 2007... 62 4.9

4.9 Hasil Regresi Tingkat Produksi Kopi Ateng ……… 72 4.10 Hasil Regresi Uji Multikolineritas ……… 77


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman 2.1 Kurva Isoquant Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 30


(12)

ABSTRACT

This research is entitled “Determinant Analyze of Ateng Coffee Production (A Case Study: Kabupaten Dairi)”. The objective is to find out how the progress of productivity of ateng coffee in Kabupaten Dairi and the effect of wide of farm, the fertilizer usage, and labour variables. The data of this research are Primer Data, which are gained from the farmer society of ateng coffee in kabupaten Dairi by doing observation and interview by using questions list.

In analyzing the effects of independent variables towards dependent variables is used econometric model by regressing all variables by using Ordinary Least Square Method. The regression result shows that the variable of the wide of farm has positive effect and is statistically significant toward the ateng coffee production, fertilizer usage has positive effect and is statistically significant toward the ateng coffee production, ang labor has positive effect but not significant by statistically toward the ateng production in Kabupaten Dairi.

The coefficient determining (R²) test result shows that the variables of the ateng coffee production as dependent variable can be explained by the independent variables, wide of farms, the fertilizer usage, and labour for 71,14% and the rest 28,86 % is explained by the other variables out of the estimation model. The overall tests use F where F sums (35,34 %) > F table (2,81) which means that the variables of the wide of farms, the fertilizer usage, and labour are significantly effective towards the ateng coffee production. The deviation test with classic assumption uses the multicollinearity and the heterocedasticity tests. These tests show that there is not any deviation towards classic assumption.

Keywords: The production of ateng coffee, the wide of farm, the fertilizer usage, and labour variables.


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Kopi Ateng (Studi Kasus Kabupaten Dairi)”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi dan untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas lahan, pengeluaran pupuk, dan tenaga kerja terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi. Data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh dari masyarakat petani yang memiliki usaha perkebunan rakyat kopi ateng di kabupaten Dairi melalui observasi dan wawancara langsung dengan mennggunakan daftar pertanyaan (kuisioner).

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary least Square). Dari hasil regresi, variabel luas lahan berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap tingkat produksi kopi ateng,variabel pengeluaran pupuk berpengaruh positif dan signifikan secara statistik terhadap tingkat produksi kopi ateng, dan variabel tenaga kerja berpengaruh positif namun tidak signifikan secara statistik terhadap tingkat produksi kopi ateng.

Hasil uji koefisien determinasi (R²) menunjukkan bahwa variabel tingkat produksi kopi ateng sebagai variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel-variabel independen yaitu luas lahan, pengeluaran pupuk, dan tenaga kerja sebesar 71,14 %, sedangkan sisanya sebesar 28,86 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diikutsertakan ke dalam model estimasi. Pengujian secara keseluruhan menggunakan uji F dimana F.hitung (35,34) > F.tabel (2.81), artinya variabel luas lahan, pengeluaran pupuk, dan jumlah tenaga kerja secara serentak berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat produksi kopi ateng. Uji penyimpangan asumsi klasik menggunakan uji multikolinearitas dan uji heteroskedastisitas, dari uji tersebut dalam penelitian ini tidak terdapat penyimpangan asumsi klasik.

Kata Kunci: Pertanian, luas lahan, pengeluaran pupuk, tenaga kerja, tingkat produksi kopi ateng


(14)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Sektor pertanian merupakan sektor yang diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional. Sektor ini menopang sebagian besar perekonomian penduduknya melalui penyediaan pangan dan juga memberikan lapangan pekerjaan. Hal ini disebabkan negara kita merupakan negara agraris sehingga peran sektor pertanian masih merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembentukan PDB (kedua setelah sektor Industri), yaitu sebesar Rp.547.223,60 Milyar atau 13,83% dari total PDB (BPS: 2007).

Sumatera Utara juga menunjukkan kondisi yang tidak jauh berbeda. Sebagian besar kabupaten-kabupaten di Sumatera Utara juga masih mengandalkan sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari peranan sektor pertanian yang memberikan kontribusi cukup besar bagi PDRB Sumut, yaitu 22,84 % pada tahun 2008, mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya 22,56% (BPS: 2008)

Kabupaten Dairi merupakan salah satu dari beberapa wilayah Sumatera Utara yang masih mengandalkan peranan sektor pertanian, (terutama pertanian pangan dan perkebunan rakyat seperti kopi,nilam,karet,dan coklat). Wajar saja mengingat sekitar 90 persen dari 268.780 jiwa penduduk kabupaten Dairi


(15)

mencari nafkah di sektor ini (BPS: 2008). Hal ini disebabkan kondisi geografisnya yang memang sangat mendukung bagi sektor tersebut. Hal ini ditunjukkan pada PDRB kabupaten Dairi pada tahun 2007 dimana kontribusi

sektor pertanian menyumbang terbesar di antara 9 lapangan usaha lainnya, yaitu sebesar 63,11% dari total PDRB (BPS: 2007). .

Kopi ateng sudah dikenal di kalangan petani sejak tahun 1990. namun karena pasar tidak menjanjikan akibat murahnya harga, kopi ateng tidak dibudidayakan dengan baik dan banyak yang diganti dengan kopi robusta yang pada saat itu cukup terkenal dan menjanjikan di pasar perdagangan ekspor. Harga ateng juga saat itu sangat murah jika dibandingkan dengan kopi robusta yang harganya mencapai 2 kali lipat dari harga kopi ateng.

Sudah beberapa abad lamanya, kopi menjadi bahan perdagangan, Dalam kancah perkopian nasional bahkan internasional, predikat Kopi Sidikalang pernah mencapai masa keemasan. Kopi Sidikalang yang dimaksud adalah kopi robusta. Tapi, kini kopi robusta nyaris hilang dari pasar perdagangan kopi akibat menurunnya kualitas akibat pengoplosan yang dilakukan oleh oknum tertentu yakni mencampur kopi dengan bahan lain sehingga cita rasa kopi tidak sebagus dulu. Hal ini mengakibatkan turunnya permintaan terhadap kopi Sidikalang, sehingga harga kopi robusta turun drastis. Akibatnya, sekitar tahun 2000, banyak petani beralih ke tanaman kopi jenis arabika yang lebih menguntungkan yang harganya mulai naik sejalan dengan turunnya harga kopi jenis robusta. Kopi arabika disebut kopi ateng karena batang kopi itu sendiri yang pendek, tidak


(16)

seperti lazimnya kopi robusta yang batangnya bisa jauh lebih tinggi daripada kopi ateng tersebut.

Peralihan dari robusta ke arabika sejak tahun 2000 sudah mulai meluas di kalangan petani kopi Dairi. Menurut beberapa petani dan kalangan pengusaha, peralihan itu terjadi karena robusta tak lagi mampu mengangkat martabat mereka, singkatnya secara ekonomis tidak menguntungkan lagi. Kopi arabika (selanjutnya disebut sebagai kopi Ateng), merupakan komoditi baru bagi Dairi.

Di kalangan petani Dairi kopi ateng ini sering juga disebut kopi “si garar utang”(si bayar utang). Pemberian nama ini dapat dikatakan merupakan cerminan kebiasaan petani kopi yang menunggu hasil kopi atengnya untuk membayar utang.

Memang, kopi ateng lebih cepat berbuah setelah ditanam, hanya sekitar 2,5 tahun. Setelah itu petani dapat memetik hasilnya untuk waktu yang tidak singkat, yang buahnya bisa dipetik secara rutin, yaitu sekali dalam dua minggu selama 9-10 bulan. Proses penjualannya pun tergolong mudah. Setelah bijinya memerah alias menua dan sudah dapat dipetik, kulit kopi kemudian dibuang dengan menggunakan mesin pemintal. Setelah itu dijemur cukup dalam sehari kemudian dapat dijual. Namun demikian, penanaman kopi ateng juga harus menggunakan pupuk dan pestisida mengingat jenis tanaman ini tergolong rentan dengan hama tanaman yang sewaktu-waktu datang menyerang.(Dairi Pers, 7 Maret 2007).


(17)

Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Dairi terlihat pergeseran luas lahan produksi dan jumlah volume produksi yang drastis. Tercatat bahwa pada tahun 1996 produksi kopi jenis robusta mencapai sekitar 7.941 ton dengan luas lahan 16.524 hektar. Sangat berbeda halnya dengan kopi jenis arabika yang jumlah produksinya masih hanya sekitar 1.061 ton dengan luas lahan 3.103 hektar

Angka produksi itu kemudian perlahan mulai bergeser pada tahun 2003. Terlihat angka yang mencolok. Tercatat bahwa pada tahun 2003 jumlah produksi kopi arabika meningkat menjadi 9.442 ton dengan luas lahan produksi 9.373 hektar, sedang kopi robusta 6.790 ton dengan luas lahan 12.702 hektar.

Angka produksi itu kemudian mulai bergeser signifikan ke tahun-tahun berikutnya hingga berdasarkan data BPS kabupaten Dairi 2006, produksi ateng drastis naik hingga mampu mengimbangi Robusta. Tercatat jumlah produksi kopi jenis Ateng naik drastis menjadi sekitar 7.698 ton dengan luas lahan “hanya” 9.846 hektar.

Jumlah ini terus bergeser,hingga berdasarkan pendataan BPS pada tahun 2008, bahwa pada tahun 2007 dengan luas lahan 9.997 Ha mampu menghasilkan 8.945,2 ton kopi ateng, yang berarti rata-rata panen tiap hektar lahan kebun kopi ateng sebesar 895 kg pertahun. Kabupaten Dairi merupakan produsen kopi ateng terbesar di Sumatera Utara, yaitu menyumbang sebesar 21,6% dari total produksi kopi ateng di Sumatera Utara (BPS: 2008).

Berdasarkan perkembangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa usaha perkebunan rakyat, terutama kopi jenis ateng cukup menjanjikan mengingat kopi


(18)

merupakan salah satu komoditi penting, tidak hanya dalam perdagangan domestik, tetapi juga internasional. Setiap tahun, terjadi peningkatan luas lahan perkebunan kopi ateng dan produksi kopi ateng serta yang tentu saja akan menarik lebih banyak tenaga kerja untuk mengolah lahan, menanam, merawat, hingga memanen kopi ateng. Kopi ateng memiliki prospek yang cukup menjanjikan untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat petani khususnya petani kopi ateng melihat kondisi perdagangan internasional yang menunjukkan masih tingginya permintaan ekspor kopi terutama jenis Ateng hingga saat ini. Namun kopi arabika hanya 5 % dari produksi total kopi, sehingga kopi jenis ini masih mempunyai peluang yang tinggi, karena kurang lebih 70 % permintaan kopi duinia adalah untuk Arabika.

Tingginya permintaan ekspor kopi ateng seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani, namun pada kenyataannya tingginya permintaan kopi ateng di pasar internasional, tidak diikuti dengan kesejahteraan petani kopi ateng di kabupaten Dairi. Masyarakat petani sebagian besar masih jauh dari kategori sejahtera. Hal ini disebabkan harga kopi ateng saat ini masih belum stabil, langkanya pupuk, dan berbagai kendala lain. Bahkan tidak jarang biaya produksi lebih besar dari pendapatan petani. kondisi ini terjadi pada rata-rata petani kopi ateng di Dairi.

Dengan latar belakang tersebut, perlu diteliti lebih mendalam mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Kopi Ateng (Studi Kasus Kabupaten Dairi).


(19)

1.2 Perumusan Masalah

Untuk menentukan perumusan masalah terhadap latar belakang penulisan skripsi ini, penulis membatasi aspek kajian yang akan dianalisis. Untuk analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Kopi Ateng (Studi Kasus Kabupaten Dairi), dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain luas lahan, pengluaran pupuk, dan tenaga kerja. Dengan pembatasan perumusan masalah ini maka aspek yang akan dikaji dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh luas lahan terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi?

2. Bagaimana pengaruh pengeluaran pupuk terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi?

3. Bagaimana pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi?


(20)

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang kebenarannya masih harus diuji secara empiris dalam penelitian. Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis yang diperoleh adalah :

1. Luas lahan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi, ceteris paribus.

2. Pengeluaran pupuk memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi, ceteris paribus.

3. Jumlah tenaga kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi, ceteris paribus.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh luas lahan terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi.

2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pengeluaran pupuk terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi.

3. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja terhadap tingkat produksi kopi ateng di kabupaten Dairi.

4. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan usaha perkebunan rakyat, dalam hal ini kopi ateng di kabupaten Dairi.

5. Untuk mengetahui bagaimana kesejahteraan petani kopi ateng di kabupaten Dairi.


(21)

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah sumbangan ilmu pengetahuan ekonomi khususnya di bidang ekonomi pertanian.

2. Sebagai bahan literatur atau referensi dalam melakukan penelitian-penelitiaan di bidang ekonomi yang terkait dengan permasalahan yang sama.

3. Sebagai sumber informasi bagi masyarakat, khususnya masyarakat petani untuk mengetahui permasalahan serta penyelesaiannya.

4. Sebagai bahan masukan bagi para pengambil keputusan di masa yang akan datang.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Usaha Tani dan Pertanian 2.1.1 Usaha Tani

Usaha tani adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti tubuh tanah dan air, perbaikan-perbaikan yang dilakukan di atas tanah itu, sinar matahari, bangunan-bangunan yang didirikan di atas tanah tersebut dan sebagainya.(A.T.Mosher, 1968: hal 57). Usaha tani dapat berupa bercocok tanam atau memelihara ternak.


(23)

Pertanian adalah suatu proses produksi khas yang didasarkan atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan para petani pengatur dan menggiatkan pertumbuhan tanaman dan hewan itu.

Pertanian menurut Kaslan A tohir :

“ Pertanian adalah suatu usaha yang meliputi bidang-bidang seperti bercocok tanam (pertanian dalam arti sempit), perikanan, peternakan, perkebunan, kehutanan, pengelolaan hasil bumi dan pemasaran hasil bumi (pertanian dalam arti luas). Dimana zat – zat atau bahan – bahan anorganis dengan bantuan tumbuhan dan hewan yang bersifat reproduktif dan usaha pelestariannya “

Sedangkan menurut Mubyarto, definisi ilmu ekonomi pertanian adalah sebagai berikut :

“ Ilmu ekonomi pertanian adalah termasuk dalam kelompok ilmu – ilmu kemasyarakatan yaitu ilmu yang mempelajari perilaku dan upaya serta hubungannya antarmanusia. Dalam hal ini yang dipelajari adalah perilaku petani dalam kehidupan pertaniannya, dan mencakup juga persoalan ekonomi lainnya yang langsung berhubungan dengan produksi, pemasaran, dan konsumsi petani atau kelompok petani.”

2.1.3 Pertanian Indonesia

Pertanian Indonesia adalah pertanian tropika, karena sebagian besar daerahnya berada di daerah tropik yang langsung dipengaruhi oleh garis khatulistiwa yang memotong Indonesia hampir menjadi dua. Di samping


(24)

pengaruh khatulistiwa, ada dua faktor alam lainnya yang ikut memberi corak pertanian Indonesia. Pertama, bentuknya sebagai kepulauan, dan kedua, topografinya yang bergunung-gunung. Dalam hubungan ini letaknya di antara dua lautan besar, yaitu lautan Indonesia dan lautan Pasifik serta dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia, juga ikut mempengaruhi iklim Indonesia, terutama perubahan arah angin dari daerah tekanan tinggi ke daerah tekanan rendah. Bentuk tanah yang bergunung-gunung memungkinkan adanya variasi suhu udara yang berbeda-beda pada suatu daerah tertentu. Pada daerah pegunungan yang makin tinggi, pengaruh iklim tropik makin berkurang dan digantikan oleh semacam iklim subtropik (setengah panas) dan iklim setengah dingin.

Pada kenyataannya, tanaman-tanaman pertanian iklim subtropik dan tanaman iklim sedang seperti teh, kopi, kina,sayur-sayuran dan buah-buahan menjadi komoditi penting dalam perdagangan domestik maupun internasional. Hal itu disebabkan iklim yang mendukung serta penduduk yang sebagian besar masih bermata pencaharian di sektor pertanian.

2.1.4 Pembagian Bidang-Bidang Pertanian

Pertanian dalam arti luas dan sempit.

Pertanian rakyat yaitu usaha pertanian keluarga dimana diproduksi bahan makanan utama seperti beras, palawija (jagung, kacang-kacangan dan ubi-ubian) dan tanaman-tanaman holtikultura yaitu sayur-sayuran dan buah-buahan. Pertanian rakyat diusahakan di tanah, tanah sawah, ladang, dan pekarangan. Walaupun tujuan penggunaan hasil-hasil tanaman ini tidak merupakan kriteria,


(25)

namun sebagian besar pada umumnya hasil pertanian rakyat adalah untuk keperluan konsumsi keluarga.

Pertanian dalam arti luas mencakup :

• Pertanian rakyat atau disebut pertanian sempit

• Perkebunan (termasuk di dalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar)

• Kehutanan • Peternakan, dan

• Perikanan (perikanan darat dan laut) 2.2 Pembangunan Pertanian

Banyak hal yang harus kita lakukan dalam mengembangkan pertanian pada masa yang akan datang. Kesejahteraan petani dan keluarganya merupakan tujuan utama yang harus menjadi prioritas dalam melakukan program apapun. Mulai april 1969 kita melaksanakan Repelita yang titik beratnya adalah pada pembangunan sektor pertanian.

Pembangunan adalah penciptaan sistem dan tata nilai yang lebih baik hingga terjadi keadilan dan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Sistem tersebut harus berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan, dan desentralistik. Berdaya saing berarti pertanian pertanian dapat kita sejajarkan dengan produk pertanian Negara lain, baik jumlah maupun kualitasnya. Berkerakyatan berarti setiap usaha pembangunan pertanian harus mengikutkan petani supaya semakin berdaya sebagai subjek pembangunan. Berkelanjutan berarti pembangunan pertanian harus


(26)

memberikan jaminan bagi keberlangsungan pertanian. Sementara desentralisasi mengandung arti bahwa pembangunan pertanian harus berdasarkan keinginan petani, sesuai dengan kebutuhannya dan sangat menghargai budaya lokal.

Program pembangunan pertanian pada hakikatnya adalah serangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani, dan mendorong berkembangnya sistem pertanian dan usaha usaha pertanian yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkelanjutan. Program pembangunan pertanian di arahkan kepada pencapaian tujuan pembangunan pertanian jangka panjang, yaitu sektor pertanian sebagai andalan pembangunan nasional. Ketangguhan perekonomian nasional dengan basis agraris sebagaimana Indonesia tidak ada pilihan lain kecuali meningkatkan ketangguhan sektor pertanian. Relevan sekali apabila visi, misi, tujuan, dan strategi pembangunan pertanian adalah untuk meningkatkan kesejateraan masyarakat pertanian dalam mendukung perekonomian nasional (Hanani, dkk, 2003: 75)

2.3 Produksi Usaha Tani dan Faktor Produksi

Faktor produksi adalah input yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang dan jasa (Teddy herlambang, 2001: hal 30), atau dalam hal ini, pengertian faktor produksi adalah semua pengorbanan yang diberikan tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan produk pertanian yang baik. Faktor produksi memang sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh.

Adapun faktor produksi yang dimaksud adalah :


(27)

Dalam pertanian, faktor produksi tanah mempunyai kedudukan yang paling penting. Hal ini terbukti dari balas jasa yang diterima oleh tanah dibandingkan dengan faktor produksi yang lain. Balas jasa yang diberikan atas jasa tanah disebut sewa tanah (rent). Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan suatu pabriknya dari hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan tempat produksi itu keluar. Semakin luas lahan yang digunakan, maka semakin besar hasil produksi yang diperoleh dari lahan tersebut.

b. Modal

Modal adalah barang atau uang yang secara bersama-sama dengan faktor produksi lainnya (tanah atau tenaga kerja) menghasilkan barang-barang baru yaitu dalam hal ini hasil pertanian. Modal dalam pertanian dapat diwujudkan dalam bentuk pengeluaran pupuk dengan tujuan untuk meningkatkan hasil pertanian.

c. Tenaga kerja

Yang dimaksud dengan tenaga kerja adalah kapasitas buruh untuk bekerja bukan dalam keahlian yang produktif, melainkan reaksi sosialnya terhadap kesempatan ekonomi dan kesediaannya untuk mengalami perubahan ekonomi.


(28)

Dalam pengertian sederhana, kemajuan teknologi terjadi karena ditemukannya cara-cara baru atau perbaikan atas cara-cara lama dalam menangani pekerjaan-pekerjaan tradisional seperti pekerjaan menanam, membuat pakaian, atau membuat rumah.

2.4 Pengertian Produksi

Ditinjau dari segi ekonomi maka pengertian produksi adalah kombinasi dan koordinasi material-material dan keluaran-keluaran (input faktor, sumber daya atau jasa-jasa produksi) dalam pembuatan suatu barang atau jasa (output).

Juga disebutkan bahwa pengertian produksi adalah segala kegiatan dalam rangka menciptakan dan menambah kegunaan (utility) suatu barang atau jasa untuk kegiatan dimana dibutuhkan faktor-faktor produksi yang di dalam ilmu ekonomi terdiri dari modal, tenaga kerja, dan managemen atau skill.

2.5 Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah abstraksi yang menggambarkan suatu proses produksi, lebih jelasnya fungsi produksi dapat diartikan sebagai suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input).

Pengertian fungsi produksi merupakan hubungan antara jumlah input yang diperlukan dan jumlah output yang dihasilkan. Fungsi produksi menentukan output maksimum yang dapat dihasilkan dari sejumlah input tertentu, dalam kondisi keahlian dan pengetahuan teknis yang tertentu (Samuelson dan Nordhaus,


(29)

2003: hal 125). Juga disebutkan fungsi produksi merupakan hubungan di antara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya (Sadono Sukirno, 1994: hal 193).

Fungsi produksi selalu dinyatakan dalam bentuk rumus sebagai berikut :

Q = f (K, L, R, T)

Dimana :

K = Jumlah Stok Modal

L = Jumlah Tenaga Kerja

R = Sumber Daya Alam

T = Teknologi

Atau dalam bentuk matematis sederhana dapat dituliskan sebagai :

Y = f(X1,X2, ………Xn)

Dimana:

Y = hasil produksi fisik

X1…….Xn = faktor-faktor produksi


(30)

Fungsi produksi ini menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Cobb, C.W. dan Douglas, P. H. pada tahun 1928 melalui artikelnya yang berjudul “A Theory of Production” (Suhartati, T, 2003:104).

Secara matematis fungsi produksi Cobb Douglas dapat ditulis dengan persamaan:

Q = AKα Lβ

Keterangan: Q = Output

K = Input Modal

L = Input Tenaga Kerja

A = Parameter Efisiensi/Koefisien Teknologi

a = Elastisitas Input Modal

b = Elastisitas Input Tenaga Kerja

Fungsi produksi Cobb Douglas dapat diperoleh dengan membuat dengan membuat linear persamaan sehingga menjadi:

LnQ = LnA + αLn + βLnL + ε

Dengan meregres persamaan di atas maka secara mudah akan diperoleh parameter efisiensi (A) dan elastisitas inputnya. Salah satu kemudahan fungsi produksi Cobb Douglas adalah secara mudah dapat dibuat linear sehingga memudahkan untuk mendapatkannya.


(31)

β α αK L A

MPk K

Q = = −1

∂ ∂

b. Marginal Physical Productivity of Labor (MPl)

1 −

= =

MPl AβKαLβ

L Q L L K A MPl β α β = L Q

MPl= β ... (2)

c. Avarage Productivity of Capital (Apk)

K Q

APk= ... (3)

d. Average Productivity of Labor (APl)

L Q

APl= ... (4)

e. Elasticity Product of Capital (Ek)

K Q Ek ∆∆ = % %

... (5)


(32)

L Q El

∆ ∆ =

% %

... (6)

Dalam fungsi produksi Cobb Douglas ini, penjumlahan elastisitas substitusi menggambarkan return to scale. Artinya apabila α + β = 1 berarti constan return to scale, bila α + β < 1 berarti decresing return to scale, dan apabila α + β > 1 berarti proses produksi berada dalam keadaan increasing return to scale. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:

Fungsi produksi Cobb Douglas:

Q = AKα Lβ

Apabila input dinaikkan dua kali lipat maka:

Q2 = A (2K1)α. (2L1) β

= A2αK1α .2βL1β

= 2 α+ βAK1α. L 1β

= 2 α+β Q1

Jadi, bila α+β = 1, maka Q2 = 2 Q1, berlaku constan return to scale

bila α+β > 1, maka Q2 > 2 Q1, berlaku increasing return to scale

bila α+β < 1, maka Q2 < 2 Q1, berlaku decreing return to scale

Dalam fungsi produksi Cobb Douglas asli berlaku constant return to scale (Nicholson, 1995 : 332), sehingga dapat mengilustrasikan secara mudah


(33)

perubahan output sebagai akibat perubahan input. Apabila input (baik K maupun L) naik sebesar 2 (dua) kali maka output akan naik sebesar 2 (dua) kali pula.

Karena dalam fungsi Cobb Douglas berlaku constant return to scale maka akan membawa konsekuensi bahwa substitusi antar faktor-faktor produksinya adalah substitusi sempurna, artinya satu input L (tenaga kerja) dapat digantikan dengan satu unit input K (modal). Dengan demikian, fungsi produksi Cobb Douglas mempunyai bentuk isoquant linear. Yang dapat dilihat dengan jelas dari gambar 2.1

Gambar 2.1. Kurva Isoquant Fungsi Produksi Cobb-Douglas 2.5.2 Teori Produksi

Teori produksi dalam ilmu ekonomi membedakan analisisnya kepada dua pendekatan berikut :

• Teori produksi dengan satu faktor berubah • Teori produksi dengan dua faktor berubah Teori Produksi dengan Satu Faktor Berubah

L K


(34)

Teori produksi yang sederhana menggambarkan tentang hubungan di antara tingkat produksi suatu barang dengan dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan berbagai tingkat produksi barang tersebut. Dalam analisis tersebut dimisalkan faktor produksi lainnya dianggap konstan. Satu-satunya faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya adalah tenaga kerja.

Hukum Hasil Lebih yang Semakin Berkurang (The Law of Diminishing

Return)

Hukum hasil yang semakin berkurang merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari teori produksi. Hukum hasil yang semakin berkurang menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya ia mencapai tingkat yang maksimum dan kemudian menurun.

Dengan demikian hukum hasil lebih yang semakin berkurang dapat dibedakan menjadi tiga tahap yaitu:


(35)

a. Tahap pertama: produksi total mengalami pertambahan yang semakin kuat.

b. Tahap kedua : produksi total pertambahannya semakin lambat.

c. Tahap ketiga: produksi total semakin lama semakin berkurang.

TAHAPAN_PRODUKSI.

labor

Gambar 2.2 Hubungan Tenaga Kerja dengan Jumlah Produksi

Hubungan hubungan antara produksi total, produksi rata rata dan produksi marginal dapat digambarkan secara grafik. Dapat ditunjukkan oleh grafik di atas. Kurva TP adalah kurva produksi total.

TPL

APL

MPL

I II III

X Y


(36)

Tahap pertama: Menunjukkan hubungan antara jumlah produksi dan jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk menghasilkan produksi suatu barang. TP cekung ke atas apabila tenaga kerja yang digunakan masih sedikit. Hal ini berarti masih terjadi kekurangan tenaga kerja dibandingkan dengan faktor produksi lain misalnya tanah yang dianggap tetap jumlahnya. Dalam keadaan seperti ini produksi marginal bertambah tinggi,dapat dilihat pada kurva MP yang semakin menaik.

Tahap II: Lalu dilakukan penambahan tenaga kerja. Pada tahap ini digunakan penambahan tenaga kerja tidak menambah produksi total seperti sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh kurva produksi marginal yang menurun dan kurva produksi total yang semakin cembung ke atas. Produksi marginal akan lebih tinggi daripada produksi rata rata, yaitu kurva AP akan bergerak ke atas. Keadaan ini menggambarkan bahwa produksi rata rata semakin tinggi. Maka kurva produksi marginal akan memotong kurva produksi rata rata. Sesudah perpotongan tersebut maka kurva produksi rata rat menurun kebawah yang menggambarkan bahwa produksi rata rata semakin merosot. Perpotongan di antara kurva MP dan kurva AP menggambarkan permulaan pada tahap kedua. Pada keadaan ini produksi rata rata mencapai tingkat paling tinggi.

Tahap III : Di mulai ketika dilakukan lagi penambahan tenaga kerja. Pada tahap tersebut MP memotong sumbu datar dan sesudahnya kurva tersebut berada di bawah sumbu datar. Keadaan ini menggambarkan bahwa produksi marginal mencapai angka yang negatif. Kurva produksi total TP mulai menurun pada tingkat ini, yang menggambarkan bahwa produksi total semakin berkurang apabila lebih banyak tenaga kerja yang digunakan.


(37)

Produksi Total, Produksi Rata-Rata dan Produksi Marginal Produksi Total

Produksi total, yaitu output total dari suatu sistem produksi atau yang dihasilkan dari penggunaan sejumlah tertentu sumber daya dalam sistem produksi.

Produksi Marginal

Produksi Marginal, yaitu tambahan produksi yang diakibatkan oleh pertambahan satu tenaga kerja yang digunakan. Produksi marginal (marginal product) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

MP = L TP

dimana:

MP = Produksi Marjinal (Marginal Product)

∆TP = Pertambahan Produksi Total

∆L = Pertambahan Tenaga Kerja

Produksi Rata-Rata

Produksi rata-rata merupakan produksi yang secara rata-rata dihasilkan oleh setiap pekerja. Produksi rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :


(38)

AP = L TP

dimana :

AP = Produksi Rata-Rata

TP = Total Produksi

L = Tenaga Kerja

Teori Produksi dengan Dua Faktor Berubah

Dalam analisis ini, dimisalkan terdapat dua faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya. Misalnya tenaga kerja dan modal. Misalkan pula bahwa kedua faktor produksi yang dapat berubah ini faktor yang dapat dipertukarkan penggunaannya ; yaitu tenaga kerja yang dapat menggantikan modal, dan sebaliknya.

2.6 Hasil Produksi dan Biaya Produksi 2.6.1 Efisiensi Usahatani

Efisiensi produksi merupakan banyaknya hasil produksi fisik yang dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi (input). Kalau efisiensi fisik ini kita nilai dengan uang maka akan kita sampai pada efisiensi ekonomi. Pada setiap akhir panen petani akan menghitung berapa hasil bruto produksinya yaitu luas tanah dikalikan hasil per kesatuan luas dan dan nilai dalam uang. Tapi tidak semua diterima petani karena harus dikurangi dengan biaya – biaya yang harus


(39)

dikeluarkannya yaitu harga pupuk dan bibit, biaya pengolahan tanah, upah menanam, dan memanen yang biasanya dalam bentuk bagi hasil (innatura).

2.6.2 Biaya Produksi

Biaya produksi dapat dibagi dua, yaitu biaya – biaya yang berupa uang tunai, misalnya upah kerja untuk biaya persiapan/penggarapan tanah, termasuk untuk upah ternak, biaya untuk membeli pupuk, pestisida, dan lain-lain serta biaya In-natura yaitu biaya biaya panen, bagi hasil, sumbangan, dan mungkin juga pajak-pajak.

1. Biaya Tetap dan Biaya Variabel

Biaya tetap adalah jenis biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya sewa atau bunga tanah yang berupa uang. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya bibit, persiapan dan pengolahan tanah, dan lain lain.

2. Biaya Rata-Rata dan Biaya Marginal

Bagi para perencana ekonomi yang bertugas merumuskan kebijaksanaan harga, misalnya untuk menentukan harga minimum yang harus dijamin untuk petani, maka sering ditanyakan biaya produksi rata-rata, yaitu hasil bagi biaya produksi total dengan jumlah produksi. (Mubyarto, bab 5: hal 51). Biaya rata-rata dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

AC = Q TC


(40)

Biaya Marginal, yaitu kenaikan biaya produksi yang dikeluarkan untuk menambah produksi sebanyak satu unit. Biaya marginal dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

MCn = TCn – TCn-1, dimana :

MCn = biaya marginal produksi ke n,

TCn = biaya total pada waktu jumlah produksi adalah n

TCn-1 = biaya total pada waktu jumlah produksi adalah n-1

Atau dengan rumus :

MCn = Q TC

, dimana :

MCn = biaya marginal produksi ke n

∆TC = pertambahan jumlah biaya total

∆Q = pertambahan jumlah produksi

2.7 Sejarah Perkebunan Kopi di Indonesia

Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia. Melainkan jenis tanaman berasal dari benua Afrika (AAK: 1988). Tanaman kopi masuk ke Indonesia pertama kali tahun 1696, bersamaan waktunya dengan digemarinya minuman kopi di kawasan Eropa. Di Jawa, tanaman kopi baru mendapat perhatian pada tahun 1699, karena setelah melewati taraf percobaan, tanaman tersebut dapat


(41)

berkembang dan berproduksi dengan baik. Tanaman kopi yang didatangkan ke Indonesia adalah jenis kopi arabika yang berasal dari Yaman. Pada mulanya, kopi ditanam di sekitar Jakarta. Setelah percobaaan-percobaan di daerah tersebut hasilnya baik, baru kemudian disebar dan dibagikan kepada para Bupati di Jawa Barat, dan hasilnya pun baik. Hasil-hasil tersebut harus diserahkan kepada VOC dengan harga yang sangat rendah, dengan penyerahan secara paksa. Maka tanaman yang semula hanya sebagai tanaman percobaan, akhirnya menjadi tanaman yang dipaksakan kepada petani.

Setelah diketahui bahwa tanaman tersebut hasilnya meningkat, maka perluasan tanaman terus ditingkatkan, terutama di pulau Jawa. Selanjutnya lebih dipaksakan lagi dengan adanya sistem “Culturstelsel”. Mulai saat itulah banyak pengusaha yang perkebunan, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada tanah-tanah usaha swasta. Sejarah mencatat bahwa untuk pertama kalinya pelelangan kopi asal Jawa di Amsterdam dilakukan tahun 1712 dan sejak itu pasaran kopi Eropa mengenal baik “Java coffee” (Siswoputranto, 1993 dikutip dalam jurnal Membangkitkan Kembali Peran Komoditas Kopi bagi Perekonomian Indonesia-(Re-Promoting Role of Coffee Commodity in Indonesian Economy) oleh Herman).

Pada tahun 1878 timbul serangan penyakit karat daun yang diperkirakan berasal dari Sri Langka dan menyebar cepat ke seluruh perkebunan kopi di Jawa. Karena sulit diberantas, maka sejak tahun 1900 dikembangkan kopi jenis robusta yang relatif tahan penyakit. Jenis kopi robusta ini kemudian berkembang pesat hampir ke seluruh pelosok nusantara dan pada saat pecah perang dunia ke 2,


(42)

Hindia Belanda (Indonesia) dikenal sebagai penghasil kopi ketiga terbesar setelah Brazil dan Kolombia. Pengembangan areal kopi terus berlanjut setelah Indonesia merdeka, dan perkembangan yang paling pesat adalah yang terjadi pada periode 1975-1985. Areal perkebunan kopi Indonesia mencapai satu juta hektar pada tahun 1988.

Tabel 2.1

Perkembangan Luas Pertanaman Kopi di Indonesia Tahun

Luas Lahan Perkebunan

Besar

Perkebunan

Rakyat Jumlah

1950 41.289 101 142.289

1955 48300 148.631 196.931

1960 47.092 230.766 277.858 1965 40.356 259.694 300.05 1970 43.777 351.096 394.373

1975 38.5 365000 403.5

1995 - - 493

2000 - - 632

2005 - - 529

Sumber : Website Ditjenbun

Perkebunan kopi Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat dengan total areal 1,06 juta ha atau 94,14%, sementara areal perkebunan besar Negara dan perkebunan besar swasta masing-masing seluas 39,3 ribu ha (3,48%) dan 26,8 ribu ha (2,38%). Areal perkebunan rakyat tersebut dikelola oleh sekitar 2,12 juta kepala keluarga petani (Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, 2001).

Kondisi tersebut menunjukkan bahwa perkebunan kopi paling tidak telah menyediakan kesempatan kerja kepada lebih dari 2 juta kepala keluarga petani dan ratusan ribu kesempatan kerja di perkebunan besar, pedagang pengumpul


(43)

hingga eksportir. Di samping itu juga tercipta kesempatan kerja pada industri hilir kopi dan pedagang hasil olahan kopi.

2.7.1 Perkembangan Kopi Arabika di Indonesia

Sebenarnya jenis kopi yang pertama kali dimasukkan ke Indonesia adalah jenis kopi arabika. Kopi jenis tersebut masuk Indonesia pada tahun 1696. Akan tetapi tanaman tersebut mati karena terserang banjir yang melanda hebat. Kemudian pada tahun 1699 didatangkan kembali bibit-bibit Arabika yang baru. Untuk pertama kalinya ditanam di daerah sekitar Jakarta dan Jawa Barat. Setelah berhasil baik lalu disebarkan ke seluruh kepulauan Indonesia. Satu abad lebih jenis kopi ini telah membudaya menjadi tanaman rakyat. Dengan keberhasilan ini, maka pada akhir abad 19 juga dibuka perkebunan kopi di Jawa Timur. Kebun itu terletak di Malang dan Kediri, setelah itu menjalar lagi sampai daerah Besuki. Dapat dikatakan untuk tahun-tahun 1800 sampai 1900 lebih jenis kopi komersil yang ditanam adalah jenis Arabika(Wahyu Muljana, 1982: 2).

Dalam sejarahnya, Indonesia bahkan pernah menjadi produsen kopi arabika terbesar di dunia, walaupun tidak lama akibat munculnya serangan hama karat daun. Serangan hama yang disebabkan cendawan hemileia vastatrix tersebut menyerang tanaman kopi di Indonesia sekitar abad ke-19. Dengan adanya penyakit ini maka kopi-kopi jenis Arabika hanya dapat bertahan di daerah-daerah dataran tinggi, yang lebih dari 1000 m dari atas permukaan laut. Maka dengan demikian terjadilah zona gap yang berarti ada zona dengan jarak vertical 200 M sampai dengan 250 M yang tidak bisa ditanami kopi. Untuk menutup gap ini maka telah diadakan penyelidikan dan dan kemudian pada tahun 1929


(44)

dimasukkan varitas Abyssinica (Coffea Arabica Veritas Abyssinica) sedangkan yang telah ada di Indonesia adalah Arabika yang termasuk Coffea Arabica Veritas typica.

Kemudian pada tahun 1955/1956, dapatlah dipilih dan setelah melalui proses penelitian serta penyelidikan terhadap varietas tersebut, ternyata jenis kopi arabika varietas Abyssinica yang berasal dari India dapat tahan dari serangan karat daun. Selain kuat dari penyakit karat daun, jenis Arabika ini dapat tumbuh di daerah yang tingginya 500 M dari permukaan laut.

Biasanya daerah-daerah yang ditanami jenis kopi Arabika adalah Jawa Timur (dataran tinggi Ijen), Sumatera Utara (Mandailing, Lintong dan Sidikalang), Aceh (dataran tinggi Gayo), Bali, dan Sulawesi Selatan.

2.7.2 Morfologi Tanaman Kopi Arabika (Ateng)

Untuk mengenal tanaman kopi, dapat dilihat dari berbagai sudut, antara lain:

• Akar

Perakaran dalam pohon kopi ini relatif dangkal. Dapat dikatakan bahwa lebih dari 90%, akar-akar kopi ini terdapat di lapisan tanah yang dalamnya hanya antara 0 – 30 cm. Oleh karena itu, tanaman kopi sangat peka terhadap kandungan bahan organik. Struktur tanah yang baik sangat diperlukan bagi tanaman kopi, karena tanaman ini sangat membutuhkan oksigen. Bila pertumbuhan akar terhambat, maka akan mengakibatkan


(45)

tanaman tersebut kelihatan kerdil. Hal itu biasanya terjadi karena kekurangan air atau kekurangan udara atau bahkan tergenang air.

• Batang dan Cabang

Kopi memperlihatkan dimorfisma dalam pertumbuhan vegetatifnya.

a. Pertumbuhan Ortotropik (tegak)

b. Pertumbuhan Plagiotropik (ke samping)

Batang dan tunas-tunas air atau yang sering disebut dengan nama wiwilan, tumbuhan ortotropik dan plagiotropik, sedangkan cabangnya tumbuh secara plagiotropik. Bagian tanaman yang tumbuh ortotropik dapat menghasilkan pertumbuhan ortotropik dan plagiotropik dan tak dapat menghasilkan ortotropik. Oleh karena itu, sambungan cabang atau stek cabang tidak dapat tumbuh ke atas, melainkan tumbuh ke samping.

Pada ketiak daun batang terdapat 2 macam kuncup tunas yaitu :

1. Kuncup tunas primair : a. hanya satu di bagian atas

b. dapat tumbuh menjadi cabang primair (cabang buah)


(46)

2. Kuncup tunas reproduksi : a. berjumlah 4-5 buah, terletak di bawah kuncup-kuncup primair.b. dapat tumbuh menjadi tunas

reproduksi (tunas air/wiwilan).

Kemudian pada ketiak daun dapat tumbuh tunas reproduksi beberapa kali,akan tetapi cabang primair hanya terbentuk satu kali. Oleh karena buah terbentuk pada cabang-cabang primair maka cabang ini sangat penting artinya. Kemudian susunan tunas semacam ini juga terdapat pada ketiak-ketiak daun cabang primair dan dinamakan kuncup tunas sekunder dan kuncup tunas reproduksi. Berbeda dengan kuncup-kuncup tunas pada batang, kuncup-kuncup ini dapat tumbuh menjadi bunga. Namun pada umumnya pada setiap ruas hanya sekali berbentuk bunga, kecuali pada kopi Ekselsa. Lalu pada cabang-cabang primair kuat pertumbuhannya, kuncup-kuncup tunas ini sebagian dapat menjadi cabang.

- Kuncup tunas sekunder dapat tumbuh menjadi cabang sekunder

- Kuncup tunas reproduksi dapat tumbuh menjadi cabang reproduksi, cabang cacing, atau cabang balik.

• Daun

Daun kopi ini tumbuh berhadapan dan berpasangan, baik itu yang tumbuh pada cabang maupun batang. Pada cabang, daun-daun itu berpasangan dan terletak pada satu bidang. Kemudian stomata atau mulut daun ternyata berbeda-beda menurut jenis kopi. Pada kopi Arabika, jumlah stomata per mm2 berkisar antara 148-185. Jumlah stomata per satuan luas daun juga dipengaruhi oleh


(47)

intensitas cahaya. Semakin besar intensitas cahaya, makin besar/banyak mulut daun/stomata. Daun kopi ini akan menjadi lebih lebar, tipis dan lembek apabila intensitas cahaya terlalu sedikit.

• Bunga dan Buah

Bunga kopi ini akan terbentuk pada ketiak-ketiak daun dari cabang. Pada ketiak akan terdapat 3-5 tandan. Untuk itu masing-masing akan terdiri dari 3 sampai 5 bunga. Pada kopi Arabika, umumnya tandannya lebih sedikit. Mahkota bunga berwarna putih, dengan jumlah mahkota 5 daun mahkota. Panjang tangkai putik Arabika lebih pendek dibandingkan dengan benang sarinya. Dalam hal penyerbukan, kopi Arabika melakukan penyerbukan sendiri (self pollinator). Penyerbukan pada tanaman kopi biasanya dibawa oleh angin. Pembawaan ini bisa sampai 100 meter dari pohon itu sendiri. Pada umumnya kopi akan mengeluarkan bunga pada umur 3 tahun, dan mulai berbuah pada umur 4tahun. Namun untuk jenis Arabika bisa lebih cepat dari waktu tersebut, yakni 2,5 tahun. Buah kopi Arabika akan masak dalam kurun waktu 9-10 bulan.

2.7.3 Syarat Tumbuh Tanaman Kopi

Tanaman Kopi mempunyai sifat yang sangat khusus, karena masing – masing jenis kopi menghendaki lingkungan yang agak berbeda. Faktor – faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap tanaman kopi antara lain adalah ketinggian tempat, curah hujan, sinar matahari, angin dan tanah.

Ketinggian tempat sebenarnya tidak berpengaruh langsung terhadap tanaman kopi, tetapi berpengaruh terhadap tinggi dan rendahnya suhu. Faktor


(48)

suhu inilah yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan tanaman kopi. Hujan merupakan faktor iklim terpenting setelah ketinggian tempat. Faktor ini bisa dilihat dari curah hujannya dan waktu turunnya hujan. Curah hujan akan berpengaruh terhadap ketersediaan air yang sangat dibutuhkan oleh tanaman kopi, sedangkan waktu jatuhnya hujan terutama berpengaruh terhadap proses pembentukan bunga kopi dan buah kopi. Kopi Robusta dan Arabika sangat peka terhadap pengaruh ini.

Kopi umumnya tidak menyukai sinar matahari langsung dalam jumlah banyak, tetapi menghendaki sinar matahari yang teratur. Sengatan sinar matahari langsung dalam jumlah banyak akan meningkatkan penguapan dari tanah maupun daun yang dapat mengganggu keseimbangan proses fotosintesa, terutama pada musim kemarau. Angin mempunyai pengaruh cukup besar terhadap jenis kopi yang bersifat self steril.

Peranan angin adalah membantu berpindahnya serbuk sari bunga dari tanaman kopi yang satu ke putik bunga kopi lain yang klon atau jenisnya berbeda sehingga terjadi penyerbukan yang dapat menghasilkan buah. Tanah yang sangat cocok untuk kopi arabika dan robusta adalah andosol. Tanah rata lebih baik untuk kopi, kelerengan yang terbaik untuk kopi 0 – 8%, tetapi dapat ditanam hingga kelerengan 15 – 30%. Secara umum tanaman kopi menghendaki tanah yang gembur, subur dan kaya bahan organik. Untuk itu tanah di sekitar tanaman harus sering ditambah dengan pupuk organik agar sistem perakarannya tetap tumbuh baik dan dapat mengambil unsur hara sebagaimana mestinya. Selain tanah yang gembur dan kaya bahan organik, kopi juga menghendaki tanah yang agak asam.


(49)

Beberapa sifat penting kopi Arabika adalah :

1. Menghendaki daerah dengan ketinggian antara 700 - 1700m dpl dan suhu 16 - 20 derajat Celcius.

2. Menghendaki daerah yang mempunyai iklim kering atau bulan kering 3 bulan / tahun secara berturut - turut, yang sesekali mendapat hujan kiriman.

3. Umumnya peka terhadap serangan penyakit HV, terutama bila ditanam di

dataran rendah atau kurang dari 500m dpl.

4. Rata - rata produksi sedang tetapi mempunyai kualitas dan harga yang relatif lebih tinggi dari kopi lainnya.

5. Umumnya buah kopi ini menjadi masak dalam waktu 9 bulan – 10 bulan.

Kopi arabika memiliki banyak varietas. Beberapa varietas kopi arabika antara lain:

Kopi Kolombia (Colombian coffee) - pertama kali diperkenalkan di Kolombia memiliki rasa dan aroma yang kuat. Kolombia adalah penghasil kopi kedua terbesar di dunia setelah dihasilkan di negara ini

Colombian Milds — Varietas ini termasuk kopi dari Kolombia,


(50)

• pegunungan di luar

utar

Ethiopian Harrar — dar

Ethiopian Yirgacheffe — dari daerah di kot

Hawaiian Kona coffee — ditanam di kaki pegunungan

Chief Boki. Ia adalah gubernur

Jamaican Blue Mountain Coffee — dar

ini memiliki harga yang mahal karena kepopulerannnya.

Kopi Jawa (Java coffee) — dari pula

sangatlah terkenal sehingga nama Jawa menjadi nama identitas untuk kopi.

Kenyan — terkenal karena tingkat keasamannya dan rasanya.

Mocha — Kopi dari

Mocha di Yemen. Jangan disalahartikan dengan cara penyajian kopi dengan coklat.

Santos - dar

menurut s Sedangkan Kopi Gayo berasal dari Dataran Tinggi Gayo — Gayo adalah


(51)

nama Suku Asli di Aceh — yang meliputi Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah. Kopi Gayo disebut-sebut sebagai kopi organik terbaik di dunia.

Sulawesi. tempat pengumpulan kopi dari daerah sekitarnya. pegunungan di Sulawesi tempat tumbuhnya kopi ini. Kopi dari Sulawesi ini memiliki aroma yang kaya, tingkat keasaman yang seimbang (agak sedikit lebih kuat dari kopi Sumatra) dan memiliki ciri yang multidimensional. Warnanya coklat tua. Kopi ini cocok untuk digoreng hingga warnanya gelap. Karena proses produksinya, kopi ini dapat mengering secara tidak teratur. Walau demikian biji yang bentuknya tidak teratur ini dapat memperkaya rasanya.

Tanzania Peaberry — ditanam di

"Peaberry" artinya biji kopi ini hanya satu dalam setiap buah. Tidak seperti layaknya dua dalam satu buah. Ini biasanya tumbuh secara alami pada 10% dari hasil panen kopi.

arabika berkualitas yang dikenal sebagai Bugishu.

• Kopi Luwak - salah satu varietas kopi Arabika yang telah dimakan oleh dan menjadi kopi termahal di dunia.


(52)

Kabupaten Dairi secara geografis terletak diantara 98 0 00'-98 0 30'3T dan 2 0 -3 0 00' LU. Luas wilayah Kabupaten Dairi adalah 1.927,8 Km2. Ibukota Kabupaten Dairi adalah Sidikalang yang secara administratif terdiri dari 15 kecamatan. Sidikalang sebelumnya dikenal sebagai produsen kopi robusta, namun setelah pasar kopi robusta sudah tidak menjamin kehidupan petani akibat rendahnya harga, menyebabkan petani memilih mengganti tanaman kopinya dengan kopi varietas arabika (ateng). Dengan demikian, saat ini Sidikalang lebih dikenal dengan produsen kopi jenis arabika, yang lebih dikenal dengan kopi ateng. Dairi merupakan penghasil kopi jenis ateng terbesar di sumatera Utara, yang kemudian disusul oleh Tapanuli Utara dan Tapanuli Selatan. Berikut data potensi lahan produksi kopi Ateng per kecamatan di Kabupaten Dairi.

Tabel 2.2

Data Potensi Lahan Produksi Kopi Ateng Per Kecamatan di Kabupaten Dairi Tahun 2007.

No Kecamatan Luas

(Km2)

Luas Area Kopi Ateng/Ha

Produksi /Ton

1 Sidikalang 110.17 299 304,20

2 Sitinjo * 347 351,00

3 Berampu 39.45 226 205.7

4 Parbuluan 235.4 2351 1968

5 Sumbul 192.58 6249 5604

6 Silahisabungan 75.62 - -

7 Silimapungga-pungga 83.4 25 21

8 Lae Parira 61 94 92

9 Siempatnempu 59.35 66 58

10 Siempat nempu hulu 93.93 188 168 11 Siempat nempu hilir 105.12 - -


(53)

13 Gunung Setember 77 - -

14 Pegagan Hilir 158.4 152 173

15 Tanah pinem 439.4 - -

Jumlah 1927,82 9.997 8.945,2

Sumber: BPS 2007

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat, bahwa produsen kopi ateng terbesar adalah kecamatan Sumbul. Hal ini dapat dilihat dari luas lahan dan juga hasil produksi pertahun dimana kecamatan Sumbul menunjukkan angka yang paling besar (lebih dari 60% dari total produksi kabupaten Dairi). Bisa dikatakan bahwa Sumbul merupakan sentral produksi kopi ateng di kabupaten Dairi, yang diikuti oleh kecamatan Parbuluan dan Sitinjo.

Perkebunan kopi Ateng di kabupaten Dairi didominasi oleh perkebunan rakyat. Belum ada perkebunan besar milik negara yang khusus menangani kopi ateng, padahal kopi ateng merupakan salah satu komoditi ekspor yang memiliki potensi cukup besar dalam perdagangan ekspor dunia. Tingginya permintaan ekspor terhadap kopi jenis ateng dari Dairi belum sebanding dengan hasil produksinya.

2.8 Hasil Penelitian Terdahulu

Adapun penelitian terdahulu yang menjadi dasar Penulis untuk menulis skripsi ini adalah sebagai berikut :

1. Kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh Iswandhie Hasan (2000) dalam skripsi “Analisis Produksi Kopi di Desa Mbenti Kecamatan Minyambow Kabupaten Manokwari” menyatakan bahwa berdasarkan


(54)

fungsi Cobb-Douglass, maka tenaga kerja mempunyai pengaruh positif terhadap produksi kopi dimana setiap penambahan curahan tenaga kerja akan meningkatkan produksi.

2. Ridwan (2004) dalam jurnal “Analisis Dampak Kebijakan Terhadap Produksi dan Permintaan Kopi” mengatakan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan Produksi kopi Arabica dipengaruhi oleh harga riil kopi dalam negeri, harga riil teh dalam negeri, luas lahan, upah, dan produksi tahun lalu. Selain itu Peningkatan upah sebesar 20% meningkatkan produksi kopi naik sebesar 0,775 %. Hal tersebut disebabkan karena dengan peningkatan upah sebesar 20% dapat meningkatkan produktifitas pekerja, serta akan melahirkan inovasi dan teknik produksi yang relative lebih efisien per tenaga kerja.

3. Muhammad Nurung dalam jurnal “Analisis Respons Penawaran Hasil Usaha Perkebunan Kopi Rakyat Di Propinsi Bengkulu” mengatakan bahwa Hasil penelitian menunjukkan bahwa produktivitas lahan kopi menurun. Penyebabnya adalah faktor-faktor produksi kopi, banyak pohon kopi yang sudah tua dan rendahnya perawatan kebun. Upah tenaga kerja paling respon terhadap luas areal tanam kopi di Bengkulu. Sedang harga kopi dan harga karet tidak respon. Respon produktivitas lahan kopi juga sangat dipengaruhi oleh upah tenaga kerja dan teknologi. Sedang harga kopi dan luas areal tidak respon terhadap produktivitas. Kemudian pengembangan luas areal tanam baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang lebih respon terhadap perubahan harga dan upah tenaga kerja dibanding dengan peningkatan produktivitas. Oleh karena itu jika


(55)

terjadi perubahan harga kopi atau upah tenaga kerja maka kebijaksanaan peningkatan penawaran yang lebih baik dilakukan adalah pengembangan luas areal tanam dibandingkan dengan peningkatan produktivitas lahan.

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang dilakukan dalam mengumpulkan informasi empiris guna memecahkan masalah dan menguji hipotesis dari penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di kabupaten Dairi, dengan alasan lokasi tersebut sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian petani (sekitar 90%), dan sebagian besar memiliki kebun kopi ateng. Selain itu, pada umumnya lahan pertanian yang ada di kabupaten Dairi didominasi oleh perkebunan rakyat, terutama kopi ateng sehingga sangat mendukung untuk dilakukannya penelitian di daerah tersebut.


(56)

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan, atau hasil observasi dari para pemilik kebun kopi ateng(rumah tangga) yang berada di wilayah kabupaten Dairi, dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan oleh penulis.

2. Data sekunder. Diperoleh dari studi pustaka,buku-buku literatur, jurnal,maupun hasil-hasil publikasi dari instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah :

1. Observasi, yaitu dengan pengamatan langsung terhadap objek yang akan diteliti. Dalam hal ini adalah pemilik kebun kopi ateng (rumah tangga petani) yang bertempat tinggal di kabupaten Dairi.

2. Wawancara, yaitu salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dengan cara menanyakan masalah yang ingin diteliti kepada masyarakat secara langsung.

3. Kuisioner adalah salah satu teknik pengumpulan data dan informasi dengan cara menyebarkan angket (daftar pertanyaan) kepada responden yang dijadikan sampel penelitian.

3.4 Populasi dan Sampel 3.4.1 Populasi


(57)

Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, objek, atau transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2001: bab 3).

Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian yang akan diteliti. Dalam hal ini adalah seluruh masyarakat petani yang memiliki kebun kopi ateng di kabupeten Dairi.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian/himpunan bagian dari unit populasi yang mewakili keseluruhan objek penelitian.

Kriteria pengambilan sampel dilakukan dengan Purposive Sampling.

Purposive Sampling adalah salah satu jenis teknik pengumpulan data sampling dimana peneliti memilih sampel berdasarkan penilaian terhadap beberapa karakteristik anggota sampel yang disesuaikan dengan maksud penelitian (Kuncoro, 2003: hal 119). Dalam hal ini, penulis mengambil sampel dari beberapa kecamatan yang dianggap dapat mewakili keseluruhan objek penelitian. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 50 orang pemilik kebun kopi ateng.

3.5 Teknik Analisis Data 3.5.1 Pengolahan Data


(58)

Dalam mengolah data, penulis menggunakan program komputer yaitu Eviews 5.1, SPSS 15, serta Ms.Excel 2007 untuk mempermudah proses penginputan data.

3.5.2 Model Analisis Data

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa atau OLS (Ordinary Least Square) dengan model dasar fungsi produksi Cobb-Douglas, yaitu persamaan:

Y = A.K α . L β………. (1)

Dengan memecah variable K dan L menjadi lebih spesifik, maka fungsi produksi menjadi :

Y = f (X 1, X 2, X 3)…..………(2)

Dimana :

Y = Tingkat Produksi (Kg)

X1 = Luas Lahan (Hektar)

X2 = Pengeluaran Pupuk (Rupiah)


(59)

Dengan memasukkan seluruh variabel penelitian ini ke dalam fungsi Cobb-Douglas, maka menghasilkan fungsi sebagai berikut :

Y = f (X1 β1, X2 β2, X3 β3)………..(3)

Selanjutnya, untuk mendapatkan model penelitian, logaritma digunakan dalam penelitian ini. Untuk menguji pengaruh antara variabel penjelas terhadap tingkat produksi kopi ateng. Adapun spesifikasi model penelitian ini adalah sebagai berikut:

Log Y = β0+ β1 log X1+ β2 log X2+β3logX3+µ……….(4

Dimana :

Y = Tingkat Produksi (Kg)

X1 = Luas Lahan (Hektar)

X2 = Pengeluaran Pupuk (Kg)

X3 = Jumlah Tenaga Kerja (Orang)

β1, β2, β3 = Koefisien Regresi

3.6. Test Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R2)

Uji ketepatan perkiraan (R2) dilakukan untuk mendeteksi ketepatan paling baik dari garis regresi. Uji ini dilakukan dengan melihat besarnya nilai koefisien


(60)

determinasi. Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara nol sampai dengan 1 satu. Koefisien determinasi bernilai nol berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen, sebaliknya nilai koeisien determinasi 1 berarti suatu kecocokan sempurna dari ketepatan perkiraan model.

3.6.2 Uji t Statistik (Uji Parsial)

Uji t merupakan suatu pengujian apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : bi = 0

Ha : bi ≠ 0

Dimana b adalah koefisien variabel independen nilai parameter hipotesis, biasanya b dianggap = 0, artinya tidak ada pengaruh variabel X terhadap variabel Y. Bila t*>t tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti

bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-Hitung dapat diperoleh dengan rumus :

t-hitung = Sbi

b bi ) ( −

dimana:

bi = koefisien variabel independen ke-i


(61)

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria pengambilan keputusan :

Ho : βi =0 : Ho diterima (t-hitung*<Ftabel), artinya variabel

independen secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : βi≠ 0 : Ha diterima (t-hitung*t>Ftabel), artinya variabel

independen secara parsial berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.6.3 Uji F statistik (Uji Serentak)

Uji F statistik dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara bersama-sama (serentak) terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan F-hitung dengan F-tabel

pada tingkat kepercayaan tertentu (α) secara bersama-sama mempengaruhi variable dependen. Nilai F hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F-statistik = ) /( ) 1 ( ) 1 /( 2 2 k n R k R − − − Dimana :

R2 : koefisien determinasi

k : jumlah variabel independen ditambah intercept dari suatu model persamaan


(62)

n : jumlah sampel

Untuk pengujian ini dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut :

H0 : b1=b2=b3=0 ……….... n=0 (tidak ada pengaruh)

Ha : b1≠b2≠b3≠0 ……… n≠ 0 (ada pengaruh)

Kriteria pengambilan keputusan :

Ho : β1=β2=β3=0 : Ho diterima (F*<Ftabel), artinya variabel independen

secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β1≠β2≠ β3≠ 0 : Ha diterima (F*t>Ftabel), artinya variabel independen

secara serentak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.7 Uji Asumsi Klasik

3.7.1 Multikolineritas (Multikolinierity)

Multikolinieritas adalah suatu kondisi dimana terjadi korelasi di antara beberapa atau seluruhnya variabel independen (bebas).


(63)

Gejala multikolinieritas ditandai dengan :

• Standard error tidak terhingga

• Tidak ada satu pun t-statistik yang signifikan pada α=1%, α=5%,atau

α=10%.

• Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan hipotesis • R2(R-square) sangat tinggi

3.7.2 Heterokedastisitas (Heterocedasticity)

Heteroskedastisitas merupakan salah satu asumsi Ordinary Least Square (OLS) jika varian residualnya tidak sama. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan white test yaitu dengan cara meregres logaritma residual kuadrat terhadap semua variabel penjelas. Pada white test terdapat beberapa tahap, antara lain :

1. Membuat regresi persamaan dan mendapatkan residualnya. 2. Uji dengan chi-square tabel (X²)

X² = n R²

Dimana : n = jumlah observasi


(64)

Keputusan ada tidaknya heteroskedastisitas dilihat dari nilai Obs*R-Squared atau X² hitung dan juga nilai probability-nya. Apabila nilai probability lebih rendah dari 0,05 berarti terdapat heteroskedastisitas pada hasil estimasi. Sebaliknya, apabila nilai probability-nya lebih tinggi dari 0,05 maka hasil estimasi tidak terkena heteroskedastisitas.

3.8 Definisi Operasional

1. Tingkat produksi adalah jumlah produksi kopi ateng yang dihasilkan oleh petani kopi ateng dalam satuan kg per bulan

2. Luas lahan adalah area atau bidang yang digunakan untuk menanam kopi ateng dalam satuan hektar

3. Pengeluaran pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan dalam satuan rupiah/pohon/6 bulan

4. Jumlah tenaga kerja adalah banyaknya orang atau tenaga yang digunakan untuk menanam, mengolah, dan memanen kopi ateng dalam satuan orang.


(65)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Daerah Penelitian 4.1.1 Letak Geografis

Kabupaten Dairi secara geografis terletak diantara 98 0 00'-98 0 30'3T dan 2 0 -3 0 00' LU. Luas wilayah Kabupaten Dairi adalah 1.927,8 Km2 atau sekitar 2.68% dari total luas provinsi Sumatera Utara. Ibukota Kabupaten Dairi adalah Sidikalang yang secara administratif terdiri dari 15 kecamatan dan 169 desa/kelurahan dan terletak di sebelah barat laut provinsi Sumatera Utara. Jarak kabupaten Dairi ke ibukota provinsi adalah 183 km.


(66)

Adapun yang membatasi wilayah ini adalah sebagai berikut:

Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Tenggara (Provinsi NAD)

Sebelah Timur : Kabupaten Samosir

Sebelah Selatan : Kabupaten Pakpak Bharat

Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Selatan.

Tabel 4.1

Luas Wilayah Menurut Kecamatan Tahun 2009

No Kecamatan Ibukota

Jumlah Desa/Kelurahan

Luas Area(Km2)

1 Sidikalang Sidikalang 11 70,69

2 Sitinjo Sitinjo 4 39,48

3 Berampu Berampu 5 39,45

4 Parbuluan Sigalingging 11 235,40

5 Sumbul Sumbul 19 192,58

6 Silahisabungan Silalahi 5 75,62

7

Silimapungga

Pungga Parongil 16 83,40

8 Lae Parira Lae parira 9 61,00

9 Siempatnempu Buntu raja 13 59,35

10

Siempatnempu

Hulu Silumboyah 12 93,93

11

Siempatnempu

Hilir Sopobutar 10 105,12

12 Tigalingga Tigalingga 14 197,00

13 G.Stember G.Stember 8 77,00


(67)

15 Tanah Pinem KutaBuluh 19 439,40

Jumlah 169 1927,82

Sumber : BPS Sumut 2009 4.1.2 Iklim

Keadaan alam dan topografi kabupaten Dairi sebagian besar terdiri dari dataran tinggi. Tanahnya bergunung gunung dan berbukit dengan kemiringan bervariasi sehingga menyebabkan iklim hujan tropis. Musim hujan yang paling berpengaruh biasanya hujan yang terjadi pada bulan Januari, April, Mei, September, November dan Desamber setiap tahunnya.

4.1.3 Demografis

Penduduk kabupaten Dairi berjumlah 271.983 jiwa (berdasarkan keadaan akhir 2008), dimana laki laki sebesar 135.029 jiwa, dan perempuan 136.954 jiwa (rasio jenis kelamin sebesar 98.6%). Kepadatan penduduk tertinggi berada di kecamatan Sidikalang (625 jiwa/km2) dan kecamatan Siempatnempu (343 jiwa/km2), sedangkan kepadatan penduduk terendah berada di kecamatan Tanah Pinem (46 jiwa/km2) dan kecamatan Silahisabungan (61 jiwa/km2). Pada umumnya suku-suku yang mendiami wilayah kabupaten Dairi mayoritas bersuku bangsa Batak pakpak dan toba, sedangkan agama mayoritas yang dianut adalah islam dan kristen.


(68)

Tabel 4.2

Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Tiap Kecamatan Tahun 2008

No Kecamatan

Jumlah

Penduduk Kepadatan

1 Sidikalang 44.728 633

2 Sitinjo 9.069 230

3 Berampu 7.845 199

4 Parbuluan 18.355 78

5 Sumbul 37.405 194

6 Silahisabungan 4.659 62

7 Silimapungga-pungga 14.775 177

8 Lae Parira 15.041 247

9 Siempatnempu 20.597 347

10 Siempat Nempu Hulu 19.648 209 11 Siempat Nempu Hilir 15.055 115

12 Tigalingga 22.754 116

13 Gunung Setember 9.465 123


(69)

15 Tanah Pinem 20.303 46

Jumlah 271.983 191.5

Sumber : BPS Sumut 2009

4.1.4 Keadaan Mata Pencaharian dan Potensi Wilayah

Pada umumnya daerah kabupaten Dairi memiliki potensi sebagai lahan pertanian yang cukup luas, dan hasil pertanian yang cukup besar sehingga mata pencaharian penduduk yang utama adalah petani, terutama padi, jagung, palawija, dan tanaman tahunan, serta bahan perdagangan ekspor seperti kopi dan cengkeh serta kelapa.

4.1.5 Sarana Ekonomi dan Sosial

Kabupaten Dairi mempunyai sarana dan prasarana antara lain transportasi darat, tenaga listrik, telekomunikasi dan air bersih. Kabupaten Dairi memiliki sebuah rumah sakit umum daerah.

Kabupaten Dairi juga memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan. Salah satu wisata tersebut adalah wisata alam Silalahi. Dalam program pembangunan daerah, Perintah kabupaten Dairi memprogramkan peningkatan kunjungan wisata dengan pengembangan objek-objek wisata baru, seperti Taman Wisata Iman ( Letter S). Untuk itu pemerintah daerah akan terus melakukan promosi, penyuluhan sadar wisata, perbaikan saran-perasarana dan melaksanakan event wisata. Untuk itu diperlukan inventasi yang cukup besar dalam


(70)

pengembangan wisata, membangun objek-objek wisata serta sarana prasarana pendukung seperti hotel, restoran dan sarana hiburan.

4.2 Karakteristik Responden

Responden adalah petani kopi ateng yang berdomisili di kabupaten Dairi, dengan jumlah respondennya sebanyak 50 orang petani kopi ateng. Dalam melakukan penelitian ini, penulis memilih responden dari beberapa kecamatan dengan berbagai latar belakang kelompok umur dan tingkat pendidikan yang dianggap dapat mewakili keseluruhan populasi.

Dari data primer dapat diketahui bahwa umur petani responden antara 25 tahun s/d 80 tahun, dan mayoritas petani kopi ateng berada pada klasifikasi umur 31-40 tahun, yaitu berjumlah 18 orang atau 36% dari total petani sampel. Dengan demikian dapat disimpulkan petani kopi ateng pada umumnya berada pada usia yang masih muda dan cukup produktif untuk bekerja, yang lebih jelasnya disajikan pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3

Penggolongan Umur Responden

No Umur Jumlah Persentase

1 20-30 10 20%

2 31-40 18 36%

3 41-50 11 22%

4 51-60 9 18%

5 >60 2 4%

Jumlah 50 100%


(71)

Jumlah tanggungan masing-masing petani responden juga beragam, mulai dari 2 – 9 orang. Namun jika di rata-ratakan, masing- masing petani memiliki jumlah tanggungan 5 orang. Penggolongan jumlah tanggungan dapat dilihat dari tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4

Penggolongan Jumlah Tanggungan Responden No Jumlah Tanggungan Jumlah Persentase

1 < 3 11 22

2 3 - 5 25 50

3 6 - 8 13 26

4 > 8 1 2

Jumlah 50 100%

Tingkat pendidikan juga beragam, mulai dari tidak tamat SD sampai diploma/sarjana, namun lebih banyak petani responden berada pada klasifikasi pendidikan SMA yaitu 28 %, dapat dijelaskan pada tabel 4.5 berikut ini.

Tabel 4.5

Penggolongan Tingkat Pendidikan Responden No Pendidikan Jumlah Persentase

1 Tidak Tamat SD 5 10%

2 SD 10 20%

3 SMP 12 24%

4 SMA 14 28%

5 Diploma/Sarjana 9 18%

Jumlah 50 100%


(1)

Log likelihood

-52.93993 F-statistic 15.28525 Durbin-Watson stat 1.948812 Prob(F-statistic) 0.000309

Lampiran 5

Uji Heterokedastisitas

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 0.889835 Prob. F(9,37) 0.543386 Obs*R-squared 8.362868 Prob. Chi-Square(9) 0.498031

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares

Date: 02/09/10 Time: 23:12 Sample: 1 50

Included observations: 47

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob. C 7.306596 19.11369 0.382270 0.7044 LX1 0.339963 3.728701 0.091175 0.9278 LX1^2 - 0.247890 -0.602969 0.5502


(2)

0.149470 LX1*LX2

-0.036580 0.282180 -0.129633 0.8976 LX1*LX3

-0.252116 0.296371 -0.850676 0.4004 LX2

-0.644190 2.923190 -0.220372 0.8268 LX2^2 0.010804 0.111835 0.096609 0.9236 LX2*LX3 0.388690 0.238863 1.627250 0.1122 LX3

-6.259302 3.276935 -1.910108 0.0639 LX3^2 0.409459 0.425373 0.962589 0.3420 R-squared 0.177933 Mean dependent var 0.218095 Adjusted R-squared

-0.022029 S.D. dependent var 0.353931 S.E. of regression 0.357808 Akaike info criterion 0.968661 Sum squared resid 4.736981 Schwarz criterion 1.362310 Log likelihood

-12.76354 F-statistic 0.889835 Durbin-Watson stat 1.420291 Prob(F-statistic) 0.543386 Lampiran 6

Kuisioner Penelitian

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Kopi Ateng (Studi Kasus Kabupaten Dairi )

I. Identitas Responden 1. Nama : 2. Umur : 3. Desa : 4. Kecamatan : 5. Kabupaten : Dairi

6. Pendidikan a. tidak tamat SD b. tamat SD c. tamat SLTP d. tamat SMA


(3)

e. diploma/sarjana f. lain-lain

7. Pengalaman sebagai petani kopi ateng………..tahun 8. Pekerjaan sampingan selain bertani kopi ateng……… 9. Jumlah tanggungan keluarga ………...……… II. Identitas lahan

1. Luas lahan yang digunakan : ……….……….. 2. Status lahan yang digunakan :………..

a. Milik sendiri b. Bagi hasil c. Menyewa d. Lain-lain

3. Luas lahan yang ditanami kopi:………....Ha 4. Jumlah batang kopi tiap Ha……….. III. Tenaga kerja

1. Berapa banyak tenaga kerja tetap yang dipekerjakan dalam usaha tani kopi

a. 2 orang b. 4 orang c. 6 orang d. Lain-lain

2. Berapa banyak tenaga kerja tidak tetap yang dipekerjakan dalam usaha tani kopi


(4)

e. 2 orang f. 4 orang g. 6 orang h. Lain-lain

3. Tingkat pendidikan dan jumlah tenaga kerja No Tingkat pendidikan Jumlah 1 SD

2 SMP 3 SMA 4 Jumlah

4. Berapakah upah yang diberikan kepada tenaga kerja tersebut perhari………

IV. Identitas produksi dan pendapatan usaha tani

1. Kopi ateng dapat dipanen setelah berumur………..tahun 2. Dalam sebulan berapa kali bapak/ibu memanen kopi ……….. 3. Berapakah rata-rata jumlah produksi yang dihasilkan perbulan ….. 4. Berapakah rata-rata harga jual hasil produksi tersebut ……… 5. Berapakah keuntungan rata-rata tiap tahun yang bapak/ibu peroleh

dari usaha kopi tersebut ……….

6. Dalam pemberian pupuk, pupuk apa yang digunakan dan berapa harga pupuk per kilogram?

a. ………../Rp. ………. b. ………../Rp. ………. c. ………../Rp. ……….


(5)

7. Berapa kali bapak/ibu memberi pupuk pada kopi selama setahun? a. sekali

b. dua kali

c. lain-lain (sebutkan)

8. Apakah penghasilan dari kopi ateng telah mampu memenuhi kebutuhan sehari – hari bapak / ibu?

a. Ya

b. tidak, alasannya……… V. Pemasaran

1. Bagaimanakah cara bapak/ibu memasarkan kopi tersebut a. Bekerjasama dengan pedagang pengumpul b. Bekerjasama dengan pedagang grosir c. Pemasaran sendiri

d. Lain-lain

2. Bagaimanakah cara bapak/ibu memperoleh informasi harga a. Instansi pemerintah

b. Koperasi c. Pedagang lain d. Lain-lain

3. bagai manakah menurut bapak/ibu masa depan usaha kopi ateng ini a. baik,karena………

……….. b. kurang

baik,karena……… ………...


(6)

1. Hambatan apa saja yang ditemui dalam mengelola usaha tani kopi ini

a………. b.……… c. ………

2. Bagaimanakah cara bapak/ibu dalam mengatasi kendala tersebut

a. ………

b. ………

c. ………

……….

3. Apakah yang bapak / ibu harapkan dari pemerintah terhadap kelanjutan usah kopi ateng ini?

……… ……… Saya ucapkan terimakasih sebesar-besarnya atas waktu dan kesempatan yang