Latar Belakang Masalah Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Ateng (Studi Kasus Kabupaten Dairi)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sektor pertanian merupakan sektor yang diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional. Sektor ini menopang sebagian besar perekonomian penduduknya melalui penyediaan pangan dan juga memberikan lapangan pekerjaan. Hal ini disebabkan negara kita merupakan negara agraris sehingga peran sektor pertanian masih merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pembentukan PDB kedua setelah sektor Industri, yaitu sebesar Rp.547.223,60 Milyar atau 13,83 dari total PDB BPS: 2007. Sumatera Utara juga menunjukkan kondisi yang tidak jauh berbeda. Sebagian besar kabupaten-kabupaten di Sumatera Utara juga masih mengandalkan sektor pertanian. Hal ini dapat dilihat dari peranan sektor pertanian yang memberikan kontribusi cukup besar bagi PDRB Sumut, yaitu 22,84 pada tahun 2008, mengalami kenaikan dari tahun sebelumnya 22,56 BPS: 2008 Kabupaten Dairi merupakan salah satu dari beberapa wilayah Sumatera Utara yang masih mengandalkan peranan sektor pertanian, terutama pertanian pangan dan perkebunan rakyat seperti kopi,nilam,karet,dan coklat. Wajar saja mengingat sekitar 90 persen dari 268.780 jiwa penduduk kabupaten Dairi Universitas Sumatera Utara mencari nafkah di sektor ini BPS: 2008. Hal ini disebabkan kondisi geografisnya yang memang sangat mendukung bagi sektor tersebut. Hal ini ditunjukkan pada PDRB kabupaten Dairi pada tahun 2007 dimana kontribusi sektor pertanian menyumbang terbesar di antara 9 lapangan usaha lainnya, yaitu sebesar 63,11 dari total PDRB BPS: 2007. . Kopi ateng sudah dikenal di kalangan petani sejak tahun 1990. namun karena pasar tidak menjanjikan akibat murahnya harga, kopi ateng tidak dibudidayakan dengan baik dan banyak yang diganti dengan kopi robusta yang pada saat itu cukup terkenal dan menjanjikan di pasar perdagangan ekspor. Harga ateng juga saat itu sangat murah jika dibandingkan dengan kopi robusta yang harganya mencapai 2 kali lipat dari harga kopi ateng. Sudah beberapa abad lamanya, kopi menjadi bahan perdagangan, Dalam kancah perkopian nasional bahkan internasional, predikat Kopi Sidikalang pernah mencapai masa keemasan. Kopi Sidikalang yang dimaksud adalah kopi robusta. Tapi, kini kopi robusta nyaris hilang dari pasar perdagangan kopi akibat menurunnya kualitas akibat pengoplosan yang dilakukan oleh oknum tertentu yakni mencampur kopi dengan bahan lain sehingga cita rasa kopi tidak sebagus dulu. Hal ini mengakibatkan turunnya permintaan terhadap kopi Sidikalang, sehingga harga kopi robusta turun drastis. Akibatnya, sekitar tahun 2000, banyak petani beralih ke tanaman kopi jenis arabika yang lebih menguntungkan yang harganya mulai naik sejalan dengan turunnya harga kopi jenis robusta. Kopi arabika disebut kopi ateng karena batang kopi itu sendiri yang pendek, tidak Universitas Sumatera Utara seperti lazimnya kopi robusta yang batangnya bisa jauh lebih tinggi daripada kopi ateng tersebut. Peralihan dari robusta ke arabika sejak tahun 2000 sudah mulai meluas di kalangan petani kopi Dairi. Menurut beberapa petani dan kalangan pengusaha, peralihan itu terjadi karena robusta tak lagi mampu mengangkat martabat mereka, singkatnya secara ekonomis tidak menguntungkan lagi. Kopi arabika selanjutnya disebut sebagai kopi Ateng, merupakan komoditi baru bagi Dairi. Di kalangan petani Dairi kopi ateng ini sering juga disebut kopi “si garar utang”si bayar utang. Pemberian nama ini dapat dikatakan merupakan cerminan kebiasaan petani kopi yang menunggu hasil kopi atengnya untuk membayar utang. Memang, kopi ateng lebih cepat berbuah setelah ditanam, hanya sekitar 2,5 tahun. Setelah itu petani dapat memetik hasilnya untuk waktu yang tidak singkat, yang buahnya bisa dipetik secara rutin, yaitu sekali dalam dua minggu selama 9-10 bulan. Proses penjualannya pun tergolong mudah. Setelah bijinya memerah alias menua dan sudah dapat dipetik, kulit kopi kemudian dibuang dengan menggunakan mesin pemintal. Setelah itu dijemur cukup dalam sehari kemudian dapat dijual. Namun demikian, penanaman kopi ateng juga harus menggunakan pupuk dan pestisida mengingat jenis tanaman ini tergolong rentan dengan hama tanaman yang sewaktu-waktu datang menyerang.Dairi Pers, 7 Maret 2007. Universitas Sumatera Utara Dari data Badan Pusat Statistik BPS Kabupaten Dairi terlihat pergeseran luas lahan produksi dan jumlah volume produksi yang drastis. Tercatat bahwa pada tahun 1996 produksi kopi jenis robusta mencapai sekitar 7.941 ton dengan luas lahan 16.524 hektar. Sangat berbeda halnya dengan kopi jenis arabika yang jumlah produksinya masih hanya sekitar 1.061 ton dengan luas lahan 3.103 hektar Angka produksi itu kemudian perlahan mulai bergeser pada tahun 2003. Terlihat angka yang mencolok. Tercatat bahwa pada tahun 2003 jumlah produksi kopi arabika meningkat menjadi 9.442 ton dengan luas lahan produksi 9.373 hektar, sedang kopi robusta 6.790 ton dengan luas lahan 12.702 hektar. Angka produksi itu kemudian mulai bergeser signifikan ke tahun-tahun berikutnya hingga berdasarkan data BPS kabupaten Dairi 2006, produksi ateng drastis naik hingga mampu mengimbangi Robusta. Tercatat jumlah produksi kopi jenis Ateng naik drastis menjadi sekitar 7.698 ton dengan luas lahan “hanya” 9.846 hektar. Jumlah ini terus bergeser,hingga berdasarkan pendataan BPS pada tahun 2008, bahwa pada tahun 2007 dengan luas lahan 9.997 Ha mampu menghasilkan 8.945,2 ton kopi ateng, yang berarti rata-rata panen tiap hektar lahan kebun kopi ateng sebesar 895 kg pertahun. Kabupaten Dairi merupakan produsen kopi ateng terbesar di Sumatera Utara, yaitu menyumbang sebesar 21,6 dari total produksi kopi ateng di Sumatera Utara BPS: 2008. Berdasarkan perkembangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa usaha perkebunan rakyat, terutama kopi jenis ateng cukup menjanjikan mengingat kopi Universitas Sumatera Utara merupakan salah satu komoditi penting, tidak hanya dalam perdagangan domestik, tetapi juga internasional. Setiap tahun, terjadi peningkatan luas lahan perkebunan kopi ateng dan produksi kopi ateng serta yang tentu saja akan menarik lebih banyak tenaga kerja untuk mengolah lahan, menanam, merawat, hingga memanen kopi ateng. Kopi ateng memiliki prospek yang cukup menjanjikan untuk meningkatkan pendapatan perkapita masyarakat petani khususnya petani kopi ateng melihat kondisi perdagangan internasional yang menunjukkan masih tingginya permintaan ekspor kopi terutama jenis Ateng hingga saat ini. Namun kopi arabika hanya 5 dari produksi total kopi, sehingga kopi jenis ini masih mempunyai peluang yang tinggi, karena kurang lebih 70 permintaan kopi duinia adalah untuk Arabika. Tingginya permintaan ekspor kopi ateng seharusnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani, namun pada kenyataannya tingginya permintaan kopi ateng di pasar internasional, tidak diikuti dengan kesejahteraan petani kopi ateng di kabupaten Dairi. Masyarakat petani sebagian besar masih jauh dari kategori sejahtera. Hal ini disebabkan harga kopi ateng saat ini masih belum stabil, langkanya pupuk, dan berbagai kendala lain. Bahkan tidak jarang biaya produksi lebih besar dari pendapatan petani. kondisi ini terjadi pada rata-rata petani kopi ateng di Dairi. Dengan latar belakang tersebut, perlu diteliti lebih mendalam mengenai “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Produksi Kopi Ateng Studi Kasus Kabupaten Dairi. Universitas Sumatera Utara

1.2 Perumusan Masalah