dengan nama “Toke”. Kemudian kopi yang dikumpulkan oleh para toke dijual kepada agen yang berhubungan langsung dengan eksportir kopi ke luar negeri.
4.4 Produksi Kopi Ateng di Kabupaten Dairi
Kabupaten Dairi dikenal sebagai penghasil kopi ateng terbesar di Sumatera Utara, yang kemudian disusul oleh kabupaten Tapanuli Utara dan
kabupaten Tapanuli Selatan BPS: 2008. Hampir seluruh daerah di Kabupaten Dairi merupakan penghasil kopi ateng, namun produsen terbesar berada di
kecamatan Sumbul. Kecamatan Sumbul dapat menyumbang lebih dari 60 dari total produksi kopi ateng kabupaten Dairi. Hampir setiap petani di Dairi
mengusahakan perkebunan rakyat jenis kopi ini dengan luas lahan yang bervariasi. Berikut adalah luas lahan perkebunan rakyat kopi ateng serta
produktivitas lahan per kecamatan.
Tabel 4.8 Luas Lahan Produksi Kopi Ateng per Kecamatan tahun 2007
No Kecamatan
Luas area Ha
Produksiton Persentase
1 Sidikalang
299 304.2
3.40 2
Sitinjo 347
351 3.90
3 Berampu
226 205.7
2.30 4
Parbuluan 2351
1968 22
5 Sumbul
6249 5604
62.65 6
Silahisabungan -
- -
7 Silimapungga-pungga
25 21
0.20 8
Lae Parira 94
92 1.03
9 Siempat nempu
66 58
0.65 10
Siempat nempu hulu 188
168 1.88
11 Siempat nempu hilir
- -
- 12
Tigalingga -
- -
13 Gunung Stember
- -
- 14
Pegagan Hilir 152
173.3 1.94
Universitas Sumatera Utara
15 Tanah Pinem
- -
-
Total 9997
8945.2 100
Sumber : BPS Kabupaten Dairi dalam Angka 2008
4.5 Aspek Sosial : Analisis Kesejahteraan Petani Kopi Ateng
Dalam menganalisis aspek kesejahteraan petani, Penulis menggunakan program SPSS 15 melalui Crosstab Tabulasi Silang. Tabulasi silang dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui kondisi sejahtera atau tidak sejahtera petani responden dengan menggunakan analisis hubungan luas lahan dan tingkat
produksi terhadap kondisi sejahtera atau tidak sejahtera. Luas lahan dan tingkat produksi akan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu yang tergolong besar, sedang,
dan kecil. Petani dengan luas lahan dan tingkat produksi yang masih kecil akan dikategorikan sebagai petani yang tidak sejahtera, sedangkan yang tingkat
produksi dan luas lahan besar dikategorikan sebagai petani yang sejahtera. 4.5.1 Analisis Luas Lahan terhadap Kesejahteraan Petani
Berikut disajikan output pengolahan data melalui CrossTab antara luas lahan dengan kondisi masyarakat petani.
Output 1
Case Processing Summary
Cases Valid
Missing Total
N Percent
N Percent
N Percent
luas_lahan kondisi klasifikasi_luas_lahan
50 100.00 0.00
50 100.00
Analisis:
Universitas Sumatera Utara
Luas lahan dengan kondisi Output 1 menunjukkan bahwa seluruh data responden 50 orang valid untuk dilakukan uji Crosstab.
Output 2
Luas_Lahan Kondisi Klasifikasi_Luas_Lahan Crosstabulation Count
klasifikasi_luas_lahan kondisi
Total tidak sejahtera
sejahtera kecil
luas_lahan 0.12
1 1
0.16 1
1 0.2
8 8
0.24 4
4 0.25
3 3
0.28 1
1 0.32
2 2
0.36 1
1 0.4
9 9
Universitas Sumatera Utara
Total 30
30
sedang luas_lahan
0.5 7
7 0.6
2 2
0.64 1
1 1
8 8
Total 7
11 18
besar luas_lahan
1.5 1
1 2
1 1
Total 2
2
Catt : Kondisi •
Sejahtera adalah petani dengan luas lahan ≥ 0,5 Ha.
•
Tidak sejahtera adalah petani dengan luas lahan 0,5 Ha.
•
: Klasifikasi Luas Lahan •
Besar adalah petani dengan luas lahan 1 Ha •
Sedang adalah petani dengan luas lahan 0,5 – 1 Ha •
Kecil adalah petani dengan luas lahan 0,5 Ha
Analisis : Dari hasil Crosstab pada Output 2, menunjukkan angka 30 dari total 50
responden atau sekitar 60 petani responden di kabupaten Dairi memiliki luas lahan yang masih relatif kecil, yaitu 0,5 Ha, 36 atau 18 petani responden
memiliki luas lahan sedang 0,5 – 1Ha, dan hanya 4 atau 2 orang petani responden yang memiliki luas lahan yang tergolong besar 1 Ha.
Selain itu, luas lahan juga menggambarkan tingkat kesejahteraan petani. Dari hasil uji Crosstab diperoleh bahwa petani kopi ateng sebagian besar petani
berada dalam kondisi yang tidak sejahtera, yaitu 37 dari total 50 responden atau 74 dari total petani responden.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini menunjukkan bahwa petani kopi ateng di kabupaten Dairi sebagian besar masih berada pada kondisi yang tidak sejahtera. Jika hanya bertumpu pada
satu mata pencaharian, yaitu bertani kopi saja dan dengan luas lahan yang kecil pula maka tidak akan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya
mengingat rata-rata jumlah tanggungan per satu keluarga petani responden yang cukup besar yaitu 5 orang. Luas lahan yang kecil otomatis akan memiliki
produktivitas yang sedikit pula. 4.5.2 Analisis Tingkat Produksi terhadap Kesejahteraan Petani
Dalam menganalisis kesejahteraan petani, digunakan data tingkat produksi masing-masing petani responden dengan klasifikasi tertentu untuk dapat
dikategorikan sejahtera atau tidak sejahtera. Berikut disajikan output pengolahan data melalui CrossTab antara tingkat produksi dengan kondisi masyarakat petani.
Output 1
Case Processing Summary
Cases Valid
Missing Total
N Percent
N Percent
N Percent
tingkat_Produksi Kondisi Klasifikasi
50 100.00
0.00 50
100.00
Analisis: Tingkat produksi dengan kondisi pada Output 1 menunjukkan bahwa seluruh data
responden 50 orang valid untuk dilakukan uji Crosstab.
Universitas Sumatera Utara
Output 2
Tingkat_Produksi Kondisi Klasifikasi Crosstabulation
tingkat_Produksi Kondisi Klasifikasi
Kondisi Total
Klasifikasi tdk
sejahtera Sejahtera
kecil tingkat_Produksi
8 1
1 20
1 1
25 2
2 30
1 1
38.75 1
1 40
1 1
50 4
4 60
1 1
62.5 1
1 75
3 3
Universitas Sumatera Utara
79 1
1 80
1 1
100 4
4 125
9 9
Total 31
31
sedang tingkat_Produksi 150
3 3
175 1
1 187.5
5 5
200 1
1 250
3 3
Total 9
4 13
besar tingkat_Produksi
300 1
1 437.5
1 1
500 1
1 625
1 1
900 1
1 1500
1 1
Total 6
6
Catt : Kondisi •
Sejahtera adalah petani dengan tingkat produksi ≥ 200 kg.
•
Tidak sejahtera adalah petani dengan tingkat produksi ≤ 200 kg.
: Klasifikasi Tingkat Produksi •
Besar adalah petani dengan tingkat produksi ≥ 300 kg
• Sedang adalah petani dengan tingkat produksi 150 – 299 kg
• Kecil adalah petani dengan tingkat produksi 150 kg
Analisis : Dari hasil Crosstab pada Output 2, kondisi tingkat produksi petani
responden menunjukkan angka 31 dari total 50 responden atau 62 lahan petani responden di kabupaten Dairi menghasilkan kopi yang masih relatif kecil, yaitu
150 kg 12 kaleng, 26 atau 13 petani responden memiliki hasil panen yang tergolong sedang 150 – 299 kg atau 12 – 23 kaleng, dan hanya 12 atau 6
orang petani responden yang memiliki hasil panen yang cukup besar yaitu ≥ 300
kg 24 kaleng. Dari hasil tabulasi tersebut menunjukkan bahwa 40 atau 80 dari total
responden masih berada pada klasifikasi petani yang tidak sejahtera jika dilihat
Universitas Sumatera Utara
dari hasil produksinya, yang berarti pendapatan yang diperoleh dari kebun kopi ateng miliknya belum dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Jika dimisalkan luas lahan 0,4 Ha 10 Rante dapat menghasilkan kopi ateng sebesar 200 kg 16 kaleng kopi per bulannya, maka dengan harga
Rp.11.000 per kilogram, maka akan diperoleh pendapatan sebesar Rp.2.220.000,00. Jika biaya hidup per orang di rata-ratakan Rp.400.000, maka
jumlah tanggungan + kepala keluarga 6 orang x Rp.400.000 = Rp.2.400.000,00. Pendapatan dari kopi ateng belum dapat menutupi biaya hidup
perbulannya, bahkan masih defisit Rp.200.000,00. Jika petani tidak memiliki sumber penghasilan sampingan, maka untuk menutupi defisitnya, petani harus
meminjam. Kondisi inilah yang menunjukkan tidak sejahteranya petani kopi ateng apalagi harus mengandalkan hanya dari lahan kopi ateng saja.
Kondisi yang ditunjukkan oleh output dari Crosstab tabulasi silang, baik berdasarkan luas lahan maupun tingkat produksi menunjukkan kondisi bahwa
sebagian besar 70 - 80 masyarakat petani masih berada pada kondisi yang tidak sejahtera. Berdasarkan kondisi di lapangan dan hasil wawancara dengan
petani sampel, ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain : 1.
Tingginya harga – harga kebutuhan pokok biaya hidup pada saat ini 2.
Harga kopi yang tidak stabil dan kadang di bawah biaya produksi sehingga menyebabkan ketidakpastian pendapatan para petani kopi,
sedangkan biaya hidup terus meningkat.
Universitas Sumatera Utara
3. Tingginya biaya produksi akibat mahal serta langkanya pupuk.
Pembelian pupuk di toko-toko pertanian selain harganya mahal, juga dibatasi jumlahnya. Harga pupuk memang lebih murah jika ikut
kelompok tani, namun pupuk yang disalurkan kepada masyarakat petani sangat sedikit jika dibandingkan dengan kebutuhan petani. Jatah
yang dibagikan biasanya 1 zak 50kg dibagi per 2-3 orang petani, padahal kebutuhan akan pupuk masih sangat tinggi, bisa mencapai 3
kali lipat dari jatah tersebut. Namun karena harga di toko pertanian sangat mahal, terpaksa mereka meminimalisir pemakaian pupuk, kopi
menjadi kurang terawat, dan akhirnya berdampak pada menurunnya hasil panen yang selanjutnya akan mempengaruhi pendapatan petani
kopi ateng tersebut. 4.
Keadaan cuaca yang tidak menentu dan tidak dapat ditebak mengakibatkan kopi ateng mulai diserang berbagai hama penyakit baik
pada batang, daun, maupun buahnya. Musim panen tidak terjadi setiap bulan, melainkan hanya 9-10 bulan
dalam 1 tahun. Selain itu, hasil panen juga tidak menentu sehingga ada ketidakpastian pendapatan petani kopi ateng tersebut. Maka untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari petani ketika kopi tidak menghasilkan buah, petani kopi ateng memiliki pekerjaan sampingan. Biasanya di samping bertani kopi ateng,
mereka juga menanam tanaman muda, seperti cabe, tomat, dan sayuran serta tanaman padi dan jagung sedangkan 18 dari responden bekerja sebagai PNS
Pegawai Negeri Sipil.
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil wawancara terhadap 50 petani kopi ateng di kabupaten Dairi, dapat disimpulkan bahwa masalah utama yang dihadapi petani kopi dalam
mengembangkan usaha kopi nya adalah harga kopi yang masih rendah serta kelangkaan dan mahalnya harga pupuk. Hal inilah yang menyebabkan
produktivitas kopi ateng menjadi rendah, bahkan sebagian petani memilih membiarkan kebun kopi ateng tidak terurus. Lahan serta tanaman kopi yang tidak
terurus lah yang menyebabkan produktivitas kopi ateng merosot, sehingga belum dapat memenuhi kebutuhan ekspor kopi ateng yang masih cukup tinggi. Meskipun
pada saat tertentu panen raya, hasil produksi kopi melimpah, namun harga kopi justru menjadi lebih rendah dari biasanya..
Pada umumnya, para petani kopi ateng sangat mengharapkan perhatian serius pemerintah terhadap perkebunan rakyat, terutama kopi jenis ateng, karena
rata-rata masyarakat di Dairi mengusahakan bidang pertanian yang satu ini dan menjadi sumber pendapatan. Selain itu, prospek kopi ateng masih cukup
menjanjikan melihat masih tingginya permintaan ekspor kopi ateng. Petani mengharapkan hasil panen dapat dijual dengan harga yang wajar, serta
memberikan subsidi pupuk memperbanyak pasokan pupuk dengan harga yang lebih wajar pula agar petani dapat mengoptimalkan hasil produksi mereka,
dengan kata lain pemerintah memberikan jaminan harga agar hasil penjualan kopi dapat lebih memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan distribusi pupuk yang
lebih lancar ke tangan petani.
4.6 Analisis Hasil Penelitian