Model-Model Sekolah Regrouping Sekolah Regrouping

31 terencana sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan oleh sekolah yang bersangkutan. c. Mutu Pendidikan Pada Sekolah Regrouping Seperti yang telah dibahas sebelumnya, tujuan dilakukannya regrouping sekolah adalah untuk efisiensi dan efektivitas sekolah, memperbaiki pengelolaan sekolah, dan memperbaiki mutu pendidikan di sekolah. Meskipun fokus utama dalam penyelenggaraan sekolah regrouping adalah untuk efektivitas dan efisiensi pendidikan tetapi mutu pendidikan di sekolah regrouping juga harus diperhatikan. Sekolah regrouping tentu harus memiliki rencana yang baik dalam pengelolaan sekolahnya. Sekolah harus mempunyai strategi yang baik untuk membuat model pengelolaan baru untuk sekolahnya. Jika tidak maka sekolah regrouping malah justru akan menyebabkan masalah baru, masalah tersebut adalah pada mutu. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Sudiyono, dkk 2009 menunjukkan bahwa kebijakan regrouping yang ada di SD Pakem 1 berdampak pada penurunan ranking prestasi akademik siswa sebagai pengelolaan sekolah pasca regrouping yang kurang baik. Menurunyya ranking prestasi akademik siswa juga disebabkan karena sekolah memperoleh murid yang memiliki kemampuan yang lebih rendah dari sekolah yang diregrouping. Hal serupa juga ditunjukkan dalam hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh 32 Marsono 2003 yaitu kebijakan regrouping justru menimbulkan masalah, baik masalah organisasi, kesiswaan, kurikulum, kepegawaian, pembiayaan, hubungan sekolah dengan masyarakat, dan ketatalaksanaan sekolah. Hal tersebut terjadi karena pelaksanaan penggabungan sudah dilakukan akan tetapi surat keputusan penggabungan belum terbit. Penelitian yang pernah dilakukan oleh Siti Irine 2012 menunjukkan bahwa pasca regrouping SD Negeri Umbulharjo 2 terus berupaya mengembangkan budaya mutu dan memperbaiki mutu sekolah secara bertahap. Karena guru dan kepala sekolah perlu beradaptasi dalam lingkungan yang baru. Dari beberapa hasil penelitian tentang regrouping di atas penulis dapat menarik kesimpulan bahwa mutu yang dihasilkan pada sekolah regrouping tergantung pada bagaimana pengelolaan sekolah pasca regrouping. Jika sekolah mengelola sekolahnya dengan baik maka mutu secara bertahap akan dapat diperbaiki tetapi jika sekolah tidak mengelola sekolah dengan baik maka yang terjadi hanyalah memunculkan masalah baru yaitu masalah mutu pada sekolah regroupiung. Padahal mutu pendidikan adalah prioritas utama dalam penyelenggaraan pendidikan. 33

B. Penelitian yang Relevan

Untuk menghindari duplikasi, peneliti melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian terdahulu. Dari hasil penelusuran penelitian terdahulu, diperoleh beberapa masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu: 1. Pengembangan Budaya Mutu dalam Meningkatkan Kualitas Madrasah di Madrasah Ibtidaiyyah Negeri Kota Bandar Lampung. Penelitian ini dilakukan oleh Syaiful Anwar, mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung pada tahun 2014. Hasil penelitiannya adalah dalam tatanan birokrasi telah berkembang nilai-nilai budaya mutu, yakni nilai kemandirian, nilai inovatif, nilai perbaikan yang kontinyu, dan nilai pemberdayaan serta nilai-nilai dasar yaitu nilai-nilai dasar kesehatan, kebenaran, kasih sayang, dan spiritual. Nilai tersebut tumbuh dan berkembang bersentuhan dengan struktur yang telah mapan. Pada pola interaksi kepemimpinan mengacu pada pola interaksi kepemimpinan yang berorientasi pada pengembangan mutu, yakni inisiatif terhadap sesuatu yang inovatif, sharing visi, mendorong orang lain bertindak, dan menjadi teladan. 2. Pengembangan Budaya Mutu di SMK PGRI 1 Karanganyar. Penelitian ini dilakukan oleh Moh. Arobi, Sutama, dan Ahmad Muhibbin, mahasiswa Program Magister Manajemen Pendidikan Pascasarjana UMS Surakarta pada tahun 2013. Hasil penelitiannya 34 adalah budaya mutu di SMK PGRI 1 Karanganyar dalam peningkatan hasil belajar siswa masih terbatas pada kegiatan pembelajaran sebagaimana yang diprogramkan sekolah dalam manajemen berbasis sekolah, evaluasi diri sekolah, dan standar pelayanan minimal, jadi belum dikembangkan pada kegiatan peningkatan mutu akademik, misalnya kegiatan pembimbingan khusus bagi siswa beprestasi, pembinaan siswa yang belum berprestasi, dan sebagainya, bentuk- bentuk pengembangan budaya mutu nonakademik yang berlangsung di SMK PGRI 1 Karanganyar juga belum optimal, masih terbatas pada kegiatan pramuka yang menonjol, dan yang lainnya seperti olahraga bolla voli, basket, seni musik, tari, lukis, PMR, dan UKS belum optimal. 3. Pengelolaan Sekolah Dasar Regrouping Studi Situs SDN Gondosuli 2