Penelitian yang Relevan KAJIAN PUSTAKA

34 adalah budaya mutu di SMK PGRI 1 Karanganyar dalam peningkatan hasil belajar siswa masih terbatas pada kegiatan pembelajaran sebagaimana yang diprogramkan sekolah dalam manajemen berbasis sekolah, evaluasi diri sekolah, dan standar pelayanan minimal, jadi belum dikembangkan pada kegiatan peningkatan mutu akademik, misalnya kegiatan pembimbingan khusus bagi siswa beprestasi, pembinaan siswa yang belum berprestasi, dan sebagainya, bentuk- bentuk pengembangan budaya mutu nonakademik yang berlangsung di SMK PGRI 1 Karanganyar juga belum optimal, masih terbatas pada kegiatan pramuka yang menonjol, dan yang lainnya seperti olahraga bolla voli, basket, seni musik, tari, lukis, PMR, dan UKS belum optimal. 3. Pengelolaan Sekolah Dasar Regrouping Studi Situs SDN Gondosuli 2 dan 3 Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. Penelitian ini dilakukan oleh Murdono dan Sutama Guru SDN Muntilan dan Staf Pengajar Universitas Muhammadiyah Surakarta pada tahun 2012. Hasil penelitiannya adalah Sumber Daya Manusia sekolah dasar regrouping di SDN Gondosuli 2 dan 3 tidak hanya mengukir prestasi dalam bidang akademik dan non akademik saja, namun mampu menunjukkan sikap santun dan sikap religi. Kepala sekolah memiliki sikap demokratis dengan melibatkan berbagai pihak dalam kegiatan sekolah termasuk masyarakat untuk menjadi kepanitiaan dalam pengajian akhir semester. Guru datang tepat waktu di sekolah dan 35 bersedia menjadi pemandu dalam kegiatan ekstrakurikuler tanpa memikirkan honor atau uang transport. Kinerja guru dalam mengelola pembelajaran yang menggunakan prinsip student center dan mengoptimalkan lingkungan sebagai sumber belajar mampu membawa siswa berprestasi. Dari ketiga hasil penelitian terdahulu di atas, terdapat kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis, yaitu pengembangan budaya mutu di sekolah. Akan tetapi dari keempat penelitian tersebut tidak ada yang benar-benar sama dengan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti tentang bagaimana kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu pada sekolah regrouping. Untuk hasil penelitian yang pertama, persamaannya terletak pada pengembangan budaya mutu sekolah. Penelitian yang dilakukan oleh Syaiful Anwar adalah hanya ingin mengetahui pengembangan budaya mutu yang ada di Madrasah Ibtidaiyyah Negeri Bandar Lampung yang lebih menekankan pada tatanan birokrasi dan pola kepemimpinan. Untuk penelitian yang dilakukan oleh Moh. Arobi, Sutama, dan Ahmad Muhibbin lebih menekankan pada pengembangan budaya mutu akademik dan non akademik siswa. Penelitian yang ketiga yang dilakukan oleh Murdono dan Sutama membahas tentang pengelolaan sekolah regrouping dimana pengelolaan sendiri lebih berorientasi pada tindakan mengimplementasikan kebijakan. Sedangkan penelitian yang dilakukan 36 oleh peneliti fokusnya ada pada proses formulasi kebijakan dan bukan pada tahap implementasi kebijakan. Dari pemaparan di atas telah jelas mengenai perbedaan dan persamaan antara penelitian yang akan dilakukan dengan hasil penelitian- penelitian terdahulu yang sudah dilakukan. Oleh karena itu penelitian yang berjudul “Kebijakan Sekolah dalam Mengembangkan Budaya Mutu pada Sekolah Regrouping di SD Ungaran 1 Yogyakarta” dapat dilakukan karena masalah yang akan diteliti bukan duplikasi dari penelitian-penelitian sebelumnya.

C. Kerangka Berpikir

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengintrepetasikan bagaimana proses formulasi kebijakan sekolah dalam mengembangkan budaya mutu sekolah pasca regrouping yang pernah dilakukan oleh SD N Ungaran 1 Yogyakarta. Kebijakan regrouping sendiri merupakan strategi yang diambil oleh pemerintah dalam upaya memeratakan mutu atau kualitas pendidikan yang berlandaskan pada efektivitas dan evisiensi penyelenggaraan pendidikan. Namun pasca kebijakan regrouping bukan berarti tugas sekolah dalam memperbaiki kualitas atau mutu sekolah selesai begitu saja. Tantangan-tantangan yang harus dihadapi sekolah pasca kebijakan regrouping akan muncul dalam bentuk masalah-masalah baru. Masalah- masalah tersebut ada pada pengelolaan kembali sekolah yang baru dan proses adaptasi. Sekolah baru pasca regrouping mengalami percampuran 37 baik budaya, karakteristik, maupun kualitas sekolah. Hal ini terjadi karena masing-masing sekolah membawa ciri khasnya masing-masing. Jika perbedaan-perbedaan tersebut tidak disatukan maka bukan tidak mungkin kualitas sekolah justru akan menurun pasca regrouping. Padahal tujuan dilakukannya regrouping sendiri adalah untuk memeratakan kualitas pendidikan di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, maka sekolah harus bisa mengatur ulang kembali dan membuat strategi baru untuk pengelolaan sekolah pasca regrouping agar mutu atau kualitas sekolah dapat terus diperbaiki dan ditingkatkan. Strategi tersebut dapat dilakukan dengan cara membuat atau memformulasikan kebijakan sekolah yang berorientasi pada pengembangan budaya mutu sekolah. Oleh sebab itu perlu adanya perencanaan yang matang khususnya dalam tahap formulasi kebijakan sekolah agar nantinya kebijakan sekolah yang dibuat dapat menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sekolah. Proses formulasi kebijakan sekolah hendaknya melibatkan pihak-pihak yang dianggap penting dan berkemampuan untuk membuat kebijakan. Proses formulasi kebijakan itu sendiri berlangsung dalam 4 tahapan secara umun yaitu perumusan masalah, penetapan agenda kebijakan, pemilihan alternatif kebijakan, dan penetapan kebijakan. Sesuai dengan penjelasan di atas maka dapat dibuat kerangkan berfikir sebagai berikut: