10
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Sekolah
Pada tataran praktis studi ini memberikan sumbangan kepada lembaga
pendidikan formal.
Lembaga pendidikan
dapat memanfaatkan studi ini untuk mengembangkan budaya mutu sekolah
melalui kebijakan pada tataran mikro yaitu ditingkat sekolah utamanya pada sekolah regrouping. Maka perbaikan budaya mutu
merupakan kebutuhan yang sangat penting baik bagi sekolah yang diregrouping ataupun yang tidak, karena jika sekolah dapat
mengembangkan budaya mutu yang positif maka output yang akan dihasilkan oleh sekolah akan berkualitas dan tujuan pendidikan akan
tercapai. Pada sekolah regrouping, apabila sekolah tersebut dapat mengembangkan budaya mutu yang baik maka kebijakan regrouping
ini bukan hanya sekedar untuk membenahi masalah efisiensi dan efektivitas sekolah tetapi juga dapat berperan dalam memperbaiki
mutu pendidikan di Indonesia. b.
Bagi Peneliti 1
Memberikan pengalaman kepada penulis untuk menerapkan dan memperluas wawasan penerapan teori dan pengetahuan yang
telah diterima di dalam perkuliahan pada kegiatan nyata khususnya dalam bidang penelitian kebijakan pendidikan di
lapangan.
11 2
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan rujukan atau bahkan dapat dikembangkan lebih lanjut, serta
dapat dijadikan sebagai referensi terhadap penelitian yang sejenis.
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
1. Kebijakan Sekolah
a. Pengertian Kebijakan Sekolah
Terbentuknya kebijakan pendidikan di tingkat sekolah berawal dari kebutuhan sekolah terhadap suatu perubahan kemudian sekolah
mendapatkan kewenangan yang secara sah untuk dapat membuat suatu kebijakan. Kebijakan pendidikan dalam pandangan H.A.R.
Tilaar dan Riant Nugroho 2012: 140 merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan yang
dijabarkan dari visi, misi pendidikan dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu
kurun waktu tertentu. Membahas tentang kebijakan sekolah Thompson Syafaruddin,
2008: 118 mengatakan bahwa kebijakan sekolah adalah kebijakan yang dibuat oleh orang yang terpilih dan bertanggungjawab untuk
membuat kebijakan pendidikan, dewan sekolah, dan unsur lain yang diberi kewenangan membuat kebijakan, baik kepala sekolah,
pengawas, atau administrator yang memiliki kewenangan mengelola kebijakan dari dewan sekolah.
Sedangkan Newton dan Tarrant Syafaruddin, 2008: 118-119 mengatakan bahwa bila kebijakan sekolah direncanakan, interaksi
sedemikian menjadi rumit dengan banyak tipe perilaku manusia yang
13 secara potensial bermacam-macam latar belakang dan diperlukan
kemampuan untuk memberikan kontribusi. Secara khusus, pembuatan kebijakan adalah sebagai suatu elemen penting dalam hubungan
sekolah dengan masyarakat yang dilayaninya. Duke dan Canady Syafaruddin, 2008: 118 berpendapat
bahwa: “The policies have the potential to affecting teaching and
learning. It is our belief that an understanding of local school policy, therefore is essential for those concered about
increasing school effectiveness and student achievement,
particularly for school administrators and board members.” Maksud dari kalimat di atas adalah kebijakan sekolah memiliki
potensi untuk mempengaruhi proses belajar mengajar. Kebijakan baru yang dibuat oleh sekolah dibuat sebagai jawaban akan kebutuhan yang
dibutuhkan oleh sekolah dan warga sekolah. Dibuatnya kebijakan sekolah sangatlah penting untuk dapat memajukan kualitas dan mutu
sekolah tersebut. Selanjutnya Poerwanto 2008: 129 mengatakan bahwa
kebijakan organisasi adalah rumusan yang mencakup ide-ide, standar dan pola, merupakan berfikir sistem system thinking dari orang atau
organisasi dalam upaya mencapai tujuan-tujuan yang didasari oleh pengelolaan pengetahuan. Berpikir sistem adalah pemikiran bahwa
kegiatan organisasi tidak berdiri sendiri, tetapi berada pada suatu lingkungan yang elemen-elemennya saling mengait dan membentuk
sebuah sistem.