Karakteristik Sekolah Unggul Berbudaya Mutu

25 Siti Irine 2015: 92-104 mengatakan bahwa: Upaya menciptakan sekolah unggul bagi sekolah dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas atau pembaharuan pendidikan. Hal ini didasari oleh keyakinan bahwa sekolah membutuhkan akuntabilitas para siswa dan orang tuanya, pembayaran pajak, dan masyarakat secara umum. Bagi guru pengertian sekolah bermutu menjadi penting dalam rangka membangun “frame of mind”. Frame of mind disini diartikan sebagai cara-cara apa yang sebaiknya diperjuangkan oleh guru dalam mengembangkan sekolah dalam proses belajarnya, sehingga sekolah berproses menuju sekolah yang berkualitas. Sama halnya dengan Siti Irine, Nanang Fattah 2012: 113 berpendapat bahwa sekolah unggul adalah sekolah yang efektif menggunakan strategi peningkatan budaya mutu, strategi pengembangan kesempatan belajar, strategi memelihara kendala mutu quality control, strategi penggunaan kekuasaan, pengetahuan dan informasi secara efisien. Sekolah yang berbudaya mutu dapat dilihat dari beberapa variabel misalnya nilai yang diperoleh, bagaimana perilaku siswa, bagaimana proses pembelajaran intrakurikuler dan ekstrakurikuler berlangsung, kondisi fisik sekolah, kinerja staff perpustakaan, lingkungan sekolah, budaya sekolah, dan manajemen sekolahnya yang berpengaruh terhadap kinerja individu dan mutu sekolah itu sendiri. 26 Bedasarkan hasil penelitian Character Education Partnership 2011: 1 menyatakan bahwa: Budaya mutu sekolah yang positif luas mencakup etos kerja seluruh sekolah dan individu, harapan yang tinggi untuk belajar dan berprestasi, lingkungan yang aman dan peduli, nilai-nilai bersamadan kepercayaan dalam bekerjasama, pedagogi kuat dan kurikulum yang unggul, motivasi siswa yang tinggi dan keterlibatan guru yang maksimal, budaya guru professional, dan kemitraan dengan keluarga dan masyarakat. Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar Kemendikbud dalam Buku Panduan Lomba Budaya Mutu Sekolah Dasar 2016: 3 menjelaskan bahwa Sekolah Dasar berbudaya mutu adalah Sekolah Dasar yang memberikan layanan prima yang merefleksikan budaya mutu. Mutu Sekolah Dasar tercermin pada komponen-komponen: 1 pembelajaran dan ekstrakurikuler yang efektif dalam pembentukan karakter peserta didik, 2 kepemimpinan kepala sekolah disertai dengan manajemen berbasis sekolah termasuk didalamnya sekolah bersih dan sehat, 3 pengelolaan perpustakaan mendukung keefektifan pembelajaran dan menumbuh kembangkan budaya baca warga sekolah, serta 4 lingkungan sekolah merefleksikan kondisi bersih, rapih, dan sehat. Dengan demikian Sekolah Dasar yang mengimplementasikan budaya mutu sekolah secara optimal akan menjadi acuan bagi sekolah lain di sekitarnya dan menjadi acuan pembinaan bagi Dinas Pendidikan. Dalam hal ini, Depdiknas 2000 telah merumuskan beberapa elemen budaya mutu sekolah sebagai berikut: 27 1 informasi kualitas untuk perbaikan bukan untuk mengontrol, 2 kewenangan harus sebatas tanggungjawab, 3 hasil diikuti penghargaan atau sanksi, 4 kolaborasi, sinergi, dan bukan persaingan sebagai dasar kerjasama, 5 warga sekolah merasa aman terhadap pekerjaannya, 6 atmosfir keadilan, 7 imbal jasa sepadan dengan nilai pekerjaan, dan 8 warga sekolah merasa memiliki sekolah. Dari berbagai definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa sekolah berbudaya mutu memiliki karakteristik diantaranya adalah memiliki visi dan misi yang berfokus pada pelanggan, adanya keterlibatan total dari personel sekolah dalam upaya mengembangkan budaya mutu, adanya nilai-nilai dan keyakinan bersama, adanya komitmen dari seluruh personel untuk memperbaiki budaya mutu sekolah dan adanya perbaikan secara berkelanjutan setelah dilakukannya monitoring dan evaluasi secara berkala.

3. Sekolah Regrouping

a. Pengertian Sekolah Regrouping

Untuk mengatasi masalah mutu pendidikan pemerintah telah mengeluarkan kebijakan regrouping terutama untuk sekolah dasar yang berlandaskan pada efisiensi dan efektivitas anggaran pendidikan. Dasar dari penggabungan sekolah adalah Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang program Pembangunan Nasional Propenas Tahun 2000-2004 yang menjelaskan bahwa salah satu kegiatan pokok yang mengupayakan pemerataan pendidikan dasar adalah dengan melaksanakan revitalisasi serta penggabungan regrouping sekolah-sekolah terutama sekolah 28 dasar, agar tercapai efisiensi dan efektivitas sekolah yang didukung dengan fasilitas yang memadai. Penggabungan juga dimaksudkan dalam rangka efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Dasar sehingga perlu diambil kebijakan untuk menggabung, menghapus, dan atau mengganti nama sekolah dasar. Landasan hukum lain tentang kebijakan regrouping sekolah adalah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 421.22501Bangda1998 tentang Pedoman Pelaksanaan Penggabungan Regrouping Sekolah Dasar. Tujuan penggabungan tersebut adalah untuk mengatasi masalah kekurangan tenaga guru,