1. Faktor risiko berkenaan dengan nyamuk, baik karakteristik maupun
bionomiknya. Masing-masing wilayah dan nyamuk memiliki karakteristik ekosistem dan bionimik sendiri-sendiri, dan cara penularannya tergantung
perilaku penduduk, kebiasaan, adat-istiadat, cara mencari nafkah, pekerjaan, dan lain-lain.
2. Faktor risiko berkenaan dengan kependudukan. Kegiatan-kegiatan masyarakat
yang dapat memberi peluang penularan malaria, tergantung jenis spesies yang ada. Contohnya, di Sumatera menyadap karet sering dilakukan pada pagi hari,
kebiasaan nonton televisi di rumah, memelihara ternak di rumah karena takut di curi, dan lain sebagainya.
Variabel lain yang berkenaan dengan kependudukan adalah mobilitas, lintas batas perladangan, konflik sosia yang menimbulkan pengungsian, serta
bencana alam. 3.
Faktor risiko berkenaan dengan kondisi lingkungan. Faktor-faktor yang termasuk hal ini pada dasarnya adalah faktor-faktor yang membentuk
ekosistem seperti topografi, suhu lingkungan, serta kondisi iklim yang berubah setiap musim. Iklim akan mempengaruhi kelembaban, suhu
lingkungan, cahaya matahari, vegetasi dan sebagainya. Termasuk disini kondisi peruntukan lahan yang mengubah ekosistem menjadi ekosistem
buatan, seperti perkebunan, persawahan, pertambangan.
2.3.6. Faktor-Faktor yang Berperan dalam Terjadinya Malaria
1. Faktor Agen
Universitas Sumatera Utara
Nyamuk Anopheles dalam malariologi diartikan sebagai spesies yang mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai pembawa parasit vektor yang
efisien.Yudhastuti, 2005. Nyamuk Anopheles spp sebagai penular penyakit malaria yang menghisap darah hanya nyamuk betina yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
mematangkan telurnya. Jenis nyamuk Anopheles spp di Indonesia lebih dari 90 macam. Dari jenis yang ada 22 ada yang menyebut 16 di antaranya mempunyai
potensi untuk menularkan malaria. Setiap daerah dimana terjadi transmisi malaria biasanya hanya ada 1 atau paling banyak 3 spesies Anopheles yang menjadi vektor
penting. Vektor-vektor tersebut memiliki habitat mulai dari rawa-rawa, pegunungan, sawah, pantai dan lain-lain Achmadi, 2008.
Menurut Achmadi 2008, secara umum nyamuk yang diidentifikasi sebagai penular malaria mempunyai kebiasaan makan dan istirahat yang bervariasi yaitu:
Zoofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang. Anthropofilik : nyamuk yang menyukai darah manusia.
Zooanthropofilik : nyamuk yang menyukai darah binatang dan juga manusia. Vektor utama di Pulau Jawa dan Sumatera adalah A. sundaicus, A. maculatus,
A. aconitus dan A. balabacensis. Sedangkan di luar pulau tersebut, khususnya Indonesia wilayah tengah dan timur adalah A.barbirostis, A. farauti, A. koliensis, A.
punctulatus, A. subpictus dan A. balabacensis Achmadi, 2008. Kepadatan nyamuk yang cukup tinggi akan menyebabkan penularan
transmisi parasit antar manusia. Kepadatan nyamuk yang cukup tinggi dapat
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan jumlah atau frekuensi kontak antara nyamuk dengan manusia cukup tinggi dan memperbesar keterpaparan serta risiko penularan Yudhastuti, 2005
2. Faktor Manusia
Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Menurut Anies 2006, manusia menjadi sumber infeksi malaria bila mengandung gametosit dalam jumlah
yang besar dalam darahnya, kemudian nyamuk mengisap darah manusia tersebut dan menularkan kepada orang lain.
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan
nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental Anies, 2006.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah
risiko malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak. Faktor-faktor genetik pada manusia dapat mempengaruhi
terjadinya malaria, dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah respons immunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor Harijanto,
2000. Di daerah endemis, penderita terutama anak-anak merupak sumber infeksi yang utama Soedarto, 2009.
3. Faktor Lingkungan