menyebabkan jumlah atau frekuensi kontak antara nyamuk dengan manusia cukup tinggi dan memperbesar keterpaparan serta risiko penularan Yudhastuti, 2005
2. Faktor Manusia
Pada dasarnya setiap orang dapat terkena malaria. Menurut Anies 2006, manusia menjadi sumber infeksi malaria bila mengandung gametosit dalam jumlah
yang besar dalam darahnya, kemudian nyamuk mengisap darah manusia tersebut dan menularkan kepada orang lain.
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin sebenarnya berkaitan dengan perbedaan derajat kekebalan karena variasi keterpaparan kepada gigitan
nyamuk. Bayi di daerah endemik malaria mendapat perlindungan antibodi maternal yang diperoleh secara transplasental Anies, 2006.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa perempuan mempunyai respons imun yang lebih kuat dibandingkan dengan laki-laki, namun kehamilan menambah
risiko malaria. Malaria pada wanita hamil mempunyai dampak yang buruk terhadap kesehatan ibu dan anak. Faktor-faktor genetik pada manusia dapat mempengaruhi
terjadinya malaria, dengan pencegahan invasi parasit ke dalam sel, mengubah respons immunologik atau mengurangi keterpaparan terhadap vektor Harijanto,
2000. Di daerah endemis, penderita terutama anak-anak merupak sumber infeksi yang utama Soedarto, 2009.
3. Faktor Lingkungan
Universitas Sumatera Utara
Lingkungan berperan dalam pertumbuhan vektor penular malaria, menurut Harijanto 2000 ada beberapa faktor lingkungan yang sangat berperan yaitu :
a Lingkungan fisik
i. Suhu
Suhu udara sangat mempengaruhi panjang pendeknya siklus sporogoni
atau masa inkubasi ekstrinsik. Suhu yang hangat membuat nyamuk mudah untuk berkembang biak dan agresif mengisap darah.
Suhu mempengaruhi perkembangan parasit dalam nyamuk. Suhu yang optimum berkisar anatara 20-30
C. Makin tinggi suhu sampai batas tertentu makin pendek pendek masa inkubasi ekstrinsik sporogoni dan
sebaliknya makin rendah suhu makin panjang masa inkubasi ekstrinsik. Pengaruh suhu ini berbeda bagi setiap spesies, pada suhu 26,70
C masa inkubasi ekstrinsik adalah 10-12 hari untuk P.falcifarum dan 8- 11 hari
untuk P. vivax, 14-15 hari untuk P. malariae dan P. ovale. Depkes RI, 2001
ii. Kelembaban
Kelembaban udara yang rendah akan memperpendek usia nyamuk, meskipun tidak berpengaruh pada parasit. Tingkat kelembaban 60
merupakan batas paling rendah untuk memungkinkan hidupnya nyamuk. Pada kelembaban yang lebih tinggi nyamuk menjadi lebih aktif atau lebih
sering menggigit, juga mempengaruhi perilaku nyamuk, misalnya kecepatan
Universitas Sumatera Utara
berkembang biak, kebiasaan menggigit, istirahat, dan lain-lain dari nyamuk, sehingga meningkatkan penularan malaria.
iii. Curah Hujan
Pada umumnya hujan akan memudahkan perkembangan nyamuk dan terjadinya epidemi malaria. Besar kecilnya pengaruh tergantung pada
jenis dan deras hujan, jenis vektor dan jenis tempat perindukan. Hujan yang diselingi panas akan memperbesar kemungkinan berkembangbiaknya
nyamuk Anopheles. iv.
Kecepatan Angin kecepatan angin pada saat matahari terbit dan terbenam merupakan saat
terbang nyamuk ke dalam atau keluar rumah dan salah satu faktor yang ikut menentukan jumlah kontak antara manusia dan nyamuk adalah jarak terbang
nyamuk flight range tidak lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya, jika ada tiupan angin yang kencang, bisa terbawa sejauh 20-30 km.
v. Ketinggian
Ketinggian yang semakin naik maka secara umum malaria berkurang, hal ini berhubungan dengan menurunnya suhu rata-rata. Mulai
ketinggian diatas 2000 m diatas permukaan laut jarang ada transmisi malaria, hal ini dapat mengalami perubahan bila terjadi pemanasan bumi
dan pengaruh El-Nino. Di pegunungan Irian Jaya yang dulu jarang ditemukan malaria kini lebih sering ditemukan malaria.
Universitas Sumatera Utara
Ketinggian maksimal yang masih memungkinkan transmisi malaria ialah 2500 m diatas permukaan laut di Bolivia.
vi. Sinar matahari
Pengaruh sinar matahari terhadap pertumbuhan larva nyamuk berbeda-beda. A. sundaicus lebih suka tempat yang teduh. A.hyrcanus dan
A.pinctulatus lebih menyukai tempat yang terbuka. A.barbirostris dapat hidup baik di tempat yang teduh maupun yang terang.
vii. Arus air
A.barbirostris menyukai tempat perindukan yang airnya statis atau mengalir lambat, sedangkan A. minimus menyukai aliran air yang deras dan
A.letifer menyukai air tergenang. b
Lingkungan biologik
Tumbuhan bakau, lumut, ganggang dan berbagai tumbuhan lain dapat mempengaruhi kehidupan larva karena ia dapat menghalangi sinar matahari atau
melindungi dari serangan mahluk hidup lainnya. Adanya berbagai jenis ikan pemakan larva seperti ikan kepala timah, gambusia, nila, mujair dan lain-lain akan
mempengaruhi populasi nyamuk di suatu daerah. Adanya ternak seperti sapi, kerbau dan babi dapat mengurangi jumlah gigitan nyamuk pada manusia, apabila
ternak tersebut dikandangkan tidak jauh jaraknya dari rumah.
c Lingkungan kimiawi
Universitas Sumatera Utara
Kadar garam dari tempat perindukan mempengaruhi perkembangbiakan nyamuk, seperti A. sundaicus tumbuh optimal pada air payau yang kadar garamnya
12-18 dan tidak berkembang pada kadar garam 40 keatas. Namun di Sumatera Utara ditemukan pula perindukan A. sundaicus dalam air tawar.
d Lingkungan sosial budaya
Kebiasaan masyarakat berada diluar rumah sampai larut malam, dimana vektor yang bersifat eksofilik dan eksofagik akan memudahkan gigitan nyamuk.
Tingkat pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang bahaya malaria akan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk memberantas malaria antara lain
dengan menyehatkan lingkungan, menggunakan kelambu, memasang kawat kasa pada rumah dan menggunakan anti nyamuk Achmadi, 2005.
Menurut penelitian Dasril 2005, masyarakat yang berpengetahuan rendah kemungkinan risiko tertular malaria 3 kali dibandingkan masyarakat yang
berpengetahuan baik, sedangkan risiko penularan malaria pada masyarakat yang memiliki sikap kurang 2,7 kali dibandingkan masyarakat yang memiliki sikap baik
Masyarakat dengan kebiasaan bekerja di luar rumah malam hari mempunyai risiko tertular malaria 4 kali dibandingkan masyarakat yang tidak memiliki kebiasaan
bekerja di luar rumah malam hari.
2.4. Kandang Ternak
2.4.1. Defenisi Kandang ternak
Universitas Sumatera Utara