Sari Matua Saur Matua

3.2.1 Sari Matua

Sari matua adalah seseorang yang meninggal dunia apakah suami atau istri yang sudah bercucu baik dari anak laki-laki atau putri atau keduanya, tetapi masih ada diantara anak-anaknya yang belum kawin hot ripe.

3.2.2 Saur Matua

Saur matua adalah seseorang yang ketika meninggal dunia dalam posisi titir maranak, titir marboru, marpahompu sian anak, marpahompu sian boru artinya seseorang juga berstatus saur matua seandainya anaknya hanya laki-laki atau hannya perempuan, namun suda semuanya hot ripe dan punnya cucu. Saur matua juga dikatakan bila orang yang mati telah menikahkan semua anaknya dan telah memiliki cucu dari anak-anaknya. Inilah kematian yang paling “didambakan” oleh suku batak toba. Mayat orang yang meninggal tersebut di baringkan di ruang tengah yang kakinya mengarah ke jabu bona rumah suhut selanjutnya di selimuti dengan kain batak tau ulos. Pada saat yang bersamaan pihak laki-laki baik dari keturunan orang tua yang meninggal maupun sanak saudara berkumpul dirumah duka dan membicarakan bagaimana upacara yang akan dilaksanakan kepada orang tua yang sudah saur matua itu. Dari musyawarah keluarga akan diperoleh hasil-hasil dari setiap hal yang di bicarakan. Hasil-hasil ini di catat oleh para suhut untuk kemudian dipersiapkan ke musyawarah umum. Penentuan hari untuk musyawarah umum ini juga sudah ditentukan dan mulailah di hubungi pihak family dan mengundang pihak hula-hula, boru, dan dongan tubu. Sesudah acara mangarapot selesai maka diadakanlah pembagian tugas bagi pihak hasuhuton. Beberapa orang dari pihak hasuhuton pergi mengundang manggokkon hula- hula,boru,dongan sabutuha 3 3 Dongan sabutuha artinya terdiri dari teman semarga,teman sahuta, teman satu kampung serta sanak saudara yang ada di rantau. Motivasi awal upacara saur matua di masa prakristen adalah agar kedudukan sahala kemuliaan, hikmat, dan otoritas arwah orang tua bisa naik terus hingga setingkat para dewa. Pada upacara adat, orang yang mati saur matua umumnya akan disembah, setidaknya dari keturunannya pomparan supaya sahala arwah meningkat dan mereka juga akan mendapatkan berkat sahala dari orang tua tersebut. Kini suku batak memandang upacara adat saur matua sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan atas umur panjang dan kesempatan melihat anak cucunya. Namun dalam praktiknya ada banyak hal yang perlu dikritisi. Upacara adat ini sarat dengan kemewahan misalnya untuk pesta saur matua jumlah yang tidak wajar untuk merayakan kematian seseorang. Bagi suku batak, pesta ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan dan pengabdian kepada orang tua yang sudah meninggal. Namun dari kacamata iman Kristen, hal itu tidak berguna karena orang tersebut sudah meninggal. Seharusnya bentuk pengabdian seorang anak ditunjukkan ketika orang tuanya masih hidup. Mate Saur matua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara bagi masyarakat batak terkhusus batak toba, karena mati saat semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi diatasnya yaitu mate saur matua bulung artinya mati ketika semua anak-anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan. Namun keduanya dianggap sama sebagai konsep kematian ideal artinya meninggal dengan tidak memiliki tanggungan anak lagi. Dalam kondisi seperti inilah masyarakat batak mengadakan pesta untuk orang yang meninggal dunia tersebut. Ini menjadi sebuah tanda bahwa orang yang meninggal tersebut memang sudah waktunya sudah tua untuk menghadap Tuhan dan ini disambut dengan rasa bahagia dan suka cita. Sedih pasti ada tapi mengingat meninggalnya memang dikarenakan proses alami sudah tua maka kesedihan tidak akan berlarut-larut. Ibaratnya orang yang meninggal dalam status saur matua hutangnya di dunia ini sudah tidak ada lagilunas. Dalam masyarakat batak hutang orang tua itu adalah menikahkan anaknya. Jadi, ketika hutang seseorang itu lunas maka sangatlah wajar jika dia merasa tenang dan lega.

3.2.3 Mauli Bulung