Syarat-Syarat yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Asuransi

pihak ketiga menyebabkan terjadinya kerugian masih dipegang tertanggung sendiri. Singkatnya, subrogasi penuh menurut pasal 284 KUHD hanya diterapkan apabila penanggung telah membayar semua kerugian yang diderita tertanggung.

B. Syarat-Syarat yang Berkaitan dengan Pelaksanaan Asuransi

Pelaksanaan perjanjian asuransi ditandai dengan pemenuhan kewajiban penanggung untuk memberikan ganti kerugian kepada tertanggungpengambil asuransi. Pemenuhan kewajiban tersebut tidak segera diberikan secara otomatis, melainkan harus memenuhi asas dan syarat-syarat tertentu. 61 1. Adanya peristiwa yang tidak tertentu Sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh perjanjian asuransi, meskipun perjanjian sudah sah diadakan dan sudah berjalan tidak selalu berakhir dengan pemenuhan prestasi yang sempurna, belum tentu ia pasti mendapatkan ganti rugi, apabila ia tidak secara nyata memang menderita kerugian. Meskipun penanggung secara riil tidak memberikan ganti kerugian, tidak berarti penanggung tidak bertanggung jawab. Dalam perjanjian asuransi diperjanjikan, apabila tertanggung menderita kerugian secara riil, penanggung akan membayarkan sejumlah uang sebagai ganti rugi. Proteksi yang dijanjikan kepada tertanggung akan dipenuhi oleh penanggung perjanjian asuransi, apabila syarat-syarat dibawah ini dipenuhi.Syarat-syarat agar penanggun bersedia memenuhi tanggung jawabnya dengan melaksanakan prestasinya sebagai berikut : 61 Sri Rejeki Hartono, Op.Cit., Hal 108. Pada awal perjanjian, sejak adanya kata sepakat penanggung sebenarnya sudah mempunyai kewajiban pada tingkat permulaan antara lain sebagaimana yang diatur oleh Pasal 257 ayat 2, yaitu menandatangani polis dan menyerahkannya pada tertanggung. Pasal 257 ayat 2 : Ditutupnya perjanjian menerbitkan kewajiban bagi si penanggung untuk menandatangani polis tersebut dalam waktu ditentukan dan menyerahkannya kepada si tertanggung. Tetapi kewajiban utama penanggung dalam perjanjian asuransi sebenarnya adalah memberi ganti kerugian. Meskipun demikian, kewajiban memberi ganti rugi itu merupakan suatu kewajiban bersyarat atas terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa yang diperjanjikaan yang mengakibatkan timbulnya suatu kerugian. Artinya, pelaksanaan kewajiban penanggung itu masih tergantung pada terjadi atau tidak terjadinya peristiwa yang telah diperjanjikan oleh para pihak sebelumnya. Sebagaimana diminta oleh Pasal 246 KUH Dagang. Dengan demikian untuk sampai pada suatu keadaan dimana penanggungperusahaan harus benar-benar memberi ganti kerugian harus dipenuhi 3 syarat berikut ini : a. Harus terjadi peristiwa yang tidak tertentu yang diasuransikan b. Pihak tertanggung harus menerita kerugian c. Ada hubungan sebab akibat antara peristiwa dengan kerugian. Peristiwa tidak tertentu merupakan suatu peristiwa yang menurut pengalaman manusia normaliter tidak dapat diharapkan akan terjadinya. Disamping itu peristiwa tersebut secara subjektif sama sekali tidak dapat dipastikan apakah terjadi atau tidak, oleh karena itu harus diperjanjikan dengan jelas dalam polis periksa Pasal 256 ayat 5. Secara khusus untuk kebakaran diatur pada pasal-pasal 290 dan 291 KUH Dagang. Lain halnya dengan asuransi laut, undang-undang dengan tegas mengecualikan dua hal sebagai tanggung jawab akhir penanggung untuk membayar ganti rugi, yaitu dalam hal terdapat : a. Cacat dan kekurangan dari barang itu sendiri b. karena kesalahan sendiri dari tertanggung Perusahan asuransi sebagai penanggung dengan tegas memberikan criteria dan batasan luasnya proteksi atau jaminana yang diberikannya kepada tertanggung. Criteria dan batasan tersebut dicantumkan di dalam polis, sesuai dengan jenis asuransi yang bersangkutan. Sehingga dengan demikian pada setiap polis tercantum jenis peristiwa apa saja yang menjadi tanggung jawab penanggung. Jadi apabila terjadi kerugian yang disebabkan karena peristiwa- peristiwa yang diperjanjikan itulah penanggung akan membayar ganti kerugian. 2. Hubungan sebab akibat Hakikat hubungan sebab akibat dalam asuransi adalah penanggung hanya wajib membayar ganti rugi, apabila kerugian kerusakan itu disebabkan oleh peristiwa yang telah diperjanjikan. Jadi kerugian itu adalah sebagai akibat dari suatu peristiwa yang tidak tertentu, yang telah diperjanjikan.Masalahnya sekarang, kapankah hubungan sebab akibat itu harus ada dan bagaimana kriterianya serta bagaimana pembenarannya. Secara umum keterangan sebab akibat itu haruslah merupakan satu rangkaian fakta dan akibat. Dengan demikian suatu fakta tertemtu harus ditentukan sebagai sebab dari kerugian dalam arti yang yuridis. Dalam hukum asuransi dikenal beberapa teori yang lazim dipahami untuk menjawab persoalan tersebut ialah : a. Teori causa proxima penyebab yang terdekat. Teori berpijak pada adagium “causa proxima non remota spectator”, yang berarti bahwa penyebab yang paling dekat, paling akhir dengan kerugian yang dipakai sebagai faktor penentu untuk dipertimbangkan; dan bukan sebab yang terjauh. Dengan demikian akan dapat dimanfaatkan suatu criteria tertentu sebgai pilihan, yaitu pada satu faktor saja yang dapat dimasukkan dalam criteria faktafakta yang terdekat, dengan menyisihkan berbagai faktorfaktor yang lain sebelumnya. Teori ini mudah penerapannya dan dianut oleh Marinr Insurance Act 1906, yang pada dasarnya berpendapat bahwa : seorang penanggung hanya bertanggung jawab atas perggantian kerugian, kalau karugian itu timbul karena peristiwa yang terdekat pada kerugian tersebut. b. Teori Conditio Sine Qua non syarat yang tidak dapat dihindarkan Menurut teori ini, bahwa setiap fakta atau peristiwa, merupakan suatu hal yang tidak dapat ditiadakan, tanpa meniadakan kerugian itu sendiri, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa tanpa kenyataanfakta termaksud kerugian tidak akan terjadi. c. Teori adequate Suatu peristiwa adalah penyebab dari kerugian apabila terdapat hubungan yang wajarpantas dengan kerugian, yaitu suatu akibat yang pantas dan patut diduga, berdasarkan peraturan atau pengalaman yang ada atau berdasarkan kepantasan. Pendapat ini juga menimbulkan berbagai kesulitan untuk menentukan suatu peralihan diantara rentetan fakta yang terjadi. Apabila rentetan fakta yang paling pantas adalah fakta yang paling jauh maka dapat berkembang sebagai teori sebab yang terjauh atau causa remota. teori ini juga menimbulkan banyak kesulitan untuk menentukan sebab akibat. d. Teori pembebasan Teori ini menekankan sifat yang normative dari hubungan sebab akibat yang bersifat yuridis, artinya diantara peristiwa-peristiwa dan kerugian harus adaterdapat suatu hubungan yang sedemikian rupa, sehingga suatu kerugian menurut keadilan adalah sebagai akibat dari suatu peristiwa yang dapat dibebankan kepada seseorang yang bertanggung jawab, meskipun demikian penerepan teori ini pada hukum asuransi harus sangathati-hati. harus tepat dikaitkan dengna sifat dan tujuan asuransi. 3. Yang memberatkan risiko Pada hakikatnya, setiap perjanjian harus dilaksanakan atas adanya itikad baik demikian pula dengan perjanjian asuransi. Dengan demikian secara umum, seorang tertanggung harus melakukan suatu perhatian yang sama atas objekbarang yang diasuransikan seakan-akan obyekbenda itu tidak diasuransikan.Kelalaian dari pihak tertanggung, dapat mengakibatkan penanggung merasa tidak bertanggung jawab untuk membayar ganti kerugian dengan alasan karena kesalahan sendiri dari pihak tertanggung. Jadi sesuai dengan ketentuan Pasal 251 KUH Dagang, tertanggung tetap dalam kewajiban sebagai “bapak yang baik” bagi benda objek pertanggungan, seupaya objek tetap dalam kondisi yang aman. Pengertian ini mencakup hal-hal bahwa ia tidak diperkenankan melakukan perbuatan- perbuatan yang dapat memberatkan resiko yang sudah dialihkan kepada penanggung berdasarkan perjanjian asuransi. Meskipun demikian, apabila terjadi juga apa yang dapat dikatakan sebagai hal yang memberatkan risiko, tetapi diluar kesalahan tertanggung, penanggung tidak dapat memberatkan diri terhadap kewajibannya, kecuali berdasarkan ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Pada asuransi kebakaran, yang berkaitan dengan keadaan yang memberatkan resiko, ialah dengan adanya kemungkinan perubahan dari tujuan penggunaan sebuah bangunan, yang diasuransikan terhadap bahaya kebakaran. Periksa pasal 293 KUH Dagang. Penanggung dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian, apabila ternyata risiko kebakaran bertambah, sedemikian rupa karena perubahan pemakaian, sehingga penanggung tidak akan menerima resiko itu atau tidak akan menerima resiko dengan syarat-syarat yang sama, seperti yang telah diperjanjikan. Dalam hal yang demikian, antara peristiwa dan kerugian yang timbul tidak perlu ada hubugnan sebab akibat. Misalnya sebuah rumah yang semula dipergunakan untuk rumah tinggal berubah menjadi tempat usaha. b. Pada asuransi pengangkutantransport, yang berkaitan dengan kemungkinan adanya pemberatan resiko, terjadi apabila terdapat perubahan arah perjalanan yang secara darurat harus dilakukan Periksa Pasal 238 dan 639 KUH Dagang Secara umum, penanggung dapat melindungi diri terhadap bentuk-bentuk pemberatan resiko tertentu dengan memasukan syarat-syarat jaminan dalam polis yang bersangkutan. Apabila penanggung menjadi tidak berkewajiban membayar ganti kerugian. Akibat lebih lanjut dari terdapatnya keadaan yang memberatkan resiko adalah tidak dibayarnya ganti kerugian sama sekali oleh penanggung, meskipun tertanggung benar-benar secara nyata memang menderita kerugian. Oleh karena itu, tertanggung mempunyai kewajiban sedemikian rupa, bahwa dengan sungguh-sungguh telah berusaha mencegah atau paling tidak mengurangi resiko yang terjadi. 4. Cacat atau kebuskan atau sifat kodrat dari barang Pasal 249 KUH Dagang dengan tegas mengatur bahwa untuk kerugian yang timbul karena suatu cacat, kebusukan sendiri atau karena sifat dan kodrat dari barang-barang yang dipertanggungkan sendiri, tertanggung tidak pernah berkewajiban mengganti kerugian, kecuali bilamana dengantegas dipertanggungkan terhadap itu. Pasal ini bermaksud memberikan perlindungan kepada penanggung terhadap bahaya-bahaya yang tidak datang dari luar, tetapi berasal dari sifat- sifat yang secara alamiah terkandung pada benda objek asuransipertanggungan. Keterangan umum semacam ini, berlaku bagi semua jenis asuransi, kecuali asuransi yang tidak mempunyai objek bahaya antara lain asuransi terhadao tanggung jawab pihak ketiga. Pada dasarnya para pihak masih tetap mempunyai kebebasan untuk mengatur sendiri sesuai dengan kebutuhannya. Dalam hal ini dengan tegas dapat diperjanjikan bahwa kerugian yang disebabkan atau ditimbulkan akrena adanya cacat atau kebusukan sendiri atau karena sifat dan kodrat dari barang yang bersangkutan, masih tetap dapat dipertanggungkan atau diasuransikan, perhatikan pasal 249 KUH Dagang yaitu : Terhadap kerugian atau kehilangan yang langsung timbul karena suatu cacat, kebusukan sendiri, atau karena sifat dan kodrat dari barang-barang yang dipertanggungkan sendiri, penanggung tidak pernah berkewajiban mengganti kecuali bilamana dengan tegas dipertanggungkan terhadap itu. Oleh penanggung ketentuan tersebut di atas lazim dicantumkan Sebagai suatu syarat bahwa terdapat pengecualiantertentu atas tanggung jawab penanggung. 5. Kesalahan tertanggung Pada dasarnya batasan kesalahan tertanggung meliputi, cakupan yang relative luas, karena dapat meliputi kemungkinan kekurangan sendiri dan atau kesalahan sendiri. Sebenarnya batas antara kekurangan sendiri dan kesalahan sendiri sebagai penyebab kerugian sengat sulit untuk dibedakan. Apabila terdapat kekurangan sendiri yang disebabkan akrena kelalaian yang diklasifikasikan sebagai keslaahan dari pihak tertanggung karena kurang hati-hati atau lengah atau tidak seksama. Kekalahan sendiri dari pihak tertanggung, penanggung dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti kerugian. Untuk itu hraus diperhatikan untuk tiap-tiap kasus dengan sangat hati-hati dan seksama, apabila sebagai kekurangan sendirikesalahan sendiri dari tertanggung, penanggung dapat membebaskan diri dari kewajiban membayar ganti kerugian. Tetapi sebaliknya penanggung masih dapat tetap berhak atas premi ia terima Periksa Pasal 276 KUH Dagang Pasal 276 KUH Dagang : Tiada kerugian yang disebabkan karena kesalahan tertanggung untuk menjadi beban penanggung. Ia bahkan tetap memiliki atau menuntut premi, bilamana ia telah mengalami sesuatu bahaya. Ketentuan sebagaimana diatur oleh pasal 276 KUH Dagang tersebut diatas di dalam polis lazim disebut sebagai pengecualian. 6. Nilai yang diasuransikandipertanggungkan Perjanjian asuransi pada hakikatnya mempunyai tujuan untuk memberi ganti kerugian. Oleh karena itu asuransi juga tidak boleh mengarah pada suatu pemberian ganti kerugian yang jumlahnya lebih besar daripad kerugian riil yang diderita, sehingga tertanggung tidak akan memperoleh posisi ekonomi yang lebih menguntungkan dari keadaan sebelum menderita kerugian. Bertitik tolak dari pernyataan diatas, yang merupakan inti dari asas indemnitas yang merupakan tujuan perjanjian asuransi, penanggung pada hakikatnya hanya dapar mengikat dirinya tidak lebih dari nilai riil yang dapat diasuransikan atau dipertanggungkan, atau dengan perkataan lain, bahwa penanggung tidak dapat mengikat dirinya lebih besar dari nilai kepentingan yang sudah dinyatakan dengan uang, disamping itu penanggung tidak boleh memberikan ganti rugi lebih dari nilai yang dapat diasuransikan, apalagi tertanggung menjadi memperoleh posisi ekonomi yang jelas lebih menguntungkan. Sehubungan dengan itu dapat dibedakan empat kemungkinan keadaan sebagai berikut : a. Asuransi dengan nilai penuh Jumlah yang diasuransikan sama dengan nilai yang dapat diasuransikan.Sebuah rumah dengan nilai lima puluh juta rupiah, oleh pemiliknya diasuransikan untuk jumlah lima juta. Apabila terjadi kerugian seluruhnya diganti penuh, sebesar nilai yang diasuransikan, dan apabila terjadi sebagian kerugian akan diganti penuh sebesar kerugian riil. b. Asuransi dia tas hargaasuransi lebih Jumlah yang diasuransikan lebih tinggi dari nilai yang dapat diasuransikannilai riil. Artinya nilai riil dari barang atau kepentingan sebenarnya tidak setinggi jumlah yang disebutkan dalam polis. Dalam hal ini ketentuan bahwa asuransi ini hanya berlaku sampai jumlahnilai kepentingan yang sesungguhnyanilai riil. Jadi undang-undang dengan tegas menentukan, bahwa harga hanya diakui sesuai dengan nilai riil atau nilai sesungguhnya yaitu sebagai konsekuensi dari asas indemnitas. c. Asuransi di bawah harga Jumlah yang diasuransikan lebih rendah dari nilai yang dapat diasuransikan.Asuransi yang demikian adalah sah. Hanya saja tertanggung dianggap sebagai penanggungnya sendiri untuk kekurangannya. d. Asuransi ganda Asuransi semacam ini mungkin terjadi, apabila kepentingan yang sama untuk waktu yang sama diasuransikan lebih dari satu kali terhadap bahaya yang sama, pada umumnya dilakukan pada penanggung-penanggung yang berlainan. Undang-udnang mengatur, dengan ancaman batal atas asuransi yang kedua, apabila satu kepentingan telah diasuransikan untuk nilai penuh pada saat ditutup asuransi yang kedua. 62

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Asuransi Kecelakaan

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Pengadaan Jenis Ikan Nilai Ekonomi Tinggi Antara Dinas Pertanian Kota Tebing Tinggi Dengan CV. Avansa

0 51 113

Tinjauan Yuridis Perjanjian Program Kemitraan Bantuan Usaha Kepada Ekonomi Kecil di PT. Jasa Marga (Persero) Tbk Medan

3 61 100

“Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan antara PT. Bank Central Asia, Tbk dengan PT. Dana Purna Investama (Studi Penelitian pada PT. Bank Central Asia, Tbk Kanwil V Medan)

4 73 109

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Pembangunan Saluran Drainase Antara Dinas Bina Marga Kota Medan Dengan Cv.Teratai 26

8 122 120

Tinjauan Yuridis tentang Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) Antara Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara Dengan CV. Rymandho Medan

0 40 102

MODEL PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS Model Penyelesaian Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Dalam Kecelakaan Lalu Lintas.

0 2 15

MODEL PENYELESAIAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS Model Penyelesaian Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku Dalam Kecelakaan Lalu Lintas.

0 2 24

ANALISIS YURIDIS PRAKTIK ASURANSI KECELAKAAN ATAS KECELAKAAN TUNGGAL AKIBAT KERUSAKAN JALAN.

0 0 2

A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi - Tinjauan Tentang Praktik Asuransi Kecelakaan Terhadap Tertanggung Sebagai Pelaku Kecelakaan

0 2 36

A. Latar Belakang - Tinjauan Tentang Praktik Asuransi Kecelakaan Terhadap Tertanggung Sebagai Pelaku Kecelakaan

0 0 15