dipaparkan mengenai hak tertanggung yang melakukan peristiwa tabrakan dan tidak dapatnya hak tersebut diberikan serta memaparkan
upaya yang dapat dilakukan jika perusahaan asuransi melakukan wanprestasi.
BAB V : PENUTUP Berisi kesimpulan dan saran-saran yang ditarik berdasarkan hasil
analisa data, dimana berdasarkan kesimpulan ini kemudian diberikan saran-saran yang dianggap dapat memberikan masukan untuk semua
pihak, minimal dapat memperluas wacan dan wawasan berpikir pembaca.
G. Keaslian Penulisan
Penulisan skripsi ini dilakukan atas ide dan pemikiran dari penulis sendiri dengan masukan yang berasal dari berbagai pihak guna membantu penulisan ini.
Melihat fenomena perkembangan asuransi yang begitu pesat, Mengingat banyak kasus yang terjadi saat ini dimana pelaku dari kecelakaan ditolak klaim
asuransinya. Untuk membuktikan keaslian dari skripsi ini, dilakukan penelusuran baik judul atau isinya saya lakukan riset di perpustakaan Universitas Sumatera
Utara, belum pernah ada penulisan mengenai “Tinjauan Yuridis Praktik Asuransi Kecelakaan Terhadap Tertanggung Sebagai Pelaku Kecelakaan”. Jika ada
kesamaan, hal itu pastilah dilakukan dengan tidak sengaja dan tentunya dilakukan dengan pendekatan masalah yang berbeda, seperti :
1. Judul skripsi “Aspek Hukum Pembayaran Ganti kepada Korban Kecelakaan
Penumpang dan Kecelakaan Lalu Lintas oleh PT. PERSERO Asuransi Jasa Raharja” ditulis oleh Tedi Amat NIM 860200128 Fakultas Hukum USU.
2. Judul skripsi “Prosedur Pembuatan dan Pelaksanaan Perjanjian Asuransi
Kecelakaan pada P. Asuransi Umum Bumiputeramuda 1967” ditulis oleh Fitriani Efalina NIM 920200060 Fakultas Hukum USU.
3. Judul skrpsi “Aspek Hukum Perjanjian Asuransi Kecelakaan Diri personal
accident Bagi Pelajar di Kotamadya Medan Studi pada PT. Jasaraharja Putera Cabang Medan
Dari penelusuran tersebut dapat dikatakan bahwa skripsi ini asli karya ilmiah saya yang ditulis sendiri. Penulisan ini juga dilengkapi adanya kutipan-
kutipan dari beberapa sumber yang disebutkan di atas dengan tidak bermaksud untuk mengurangi manfaat, tujuan, dan keaslian dari penulisan ini.
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ASURANSI
A. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi
Kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari risiko, baik menyangkut jiwa maupun harta benda. Munculnya risiko mengenai bentuk dan kapan risiko itu
terjadi tidak dapat diduga sebelumnya. Terhadap risiko yang muncul seseorang bisa menghindari, menghadapi, mengalihkan maupun membaginya terhadap
orang atau lembaga lain. Konsep pengalihan risiko risk transfering dan pembagian risiko risk sharing inilah yang melahirkan lembaga pertanggungan,
atau yang lebih dikenal dengan asuransi. Dalam konteks Indonesia, mengenai lembaga pertanggungan asuransi sudah diatur sejak sebelum kemerdekaan, yaitu
dalam Burgerlijke Wetboek BW atau lebih kita kenal dengan Kitab Undang- Undang Hukum Perdata KUH Perdata. Kemudian secara khusus mengenai
pertanggungan, diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD.
12
Asuransi dalam bahasa belanda disebut verzekering yang berarti pertanggungan atau asuransi dalam bahasa inggris disebut inssurance.
13
Asuransi berasal dari bahasa inggris “assure” yang berarti menanggung dan “assurance”
yang berarti tanggungan.
14
12
Khotibul Umam, Memahami dan Memilih Produk Asuransi, Yogyakarta; Pustaka Yustisia, 2011 Hal 1
13
J.C.T. Simorangkir, Rudy Erwin, J.T. Prasetyo, Kamus Hukum, Jakarta; Sinar Grafika, 2009 Hal 182
14
I.P.M. Ranuhandoko, Terminologi Hukum : Inggris-Indonesia Jakarta; Sinar Grafika, 2006, Hal 75.
Dalam hukum asuransi kita mengenal berbagai macam istilah, ada yang mempergunakan istilah hukum pertanggungan, dalam bahasa belanda disebut
Verzekering Recht, dan dalam istilah bahasa Inggris disebut Insurance Law,
sedangkan dalam praktek-praktek sejak zaman Hindia Belanda sampai sekarang banyak dipakai orang istilah Asuransi Asurantie.
Ada dua pihak yang terlibat dalam asuransi, yaitu penanggung sebagai pihak yang sanggup menjamin serta menanggung pihak lain yang akan mendapat
suatu penggantian kerugian yang mungkin akan dideritanya sebagai suatu akibat dari suatu perististiwa yang belum tentu terjadi dan pihak tertanggung akan
menerima ganti kerugian, yang mana pihak tertanggung diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak penanggung.
15
Menurut Subekti, dalam bukunya memberikan definisi mengenai asuransi yaitu, asuransi atau pertanggungan sebagai suatu perjanjian yang termasuk dalam
golongan perjanjian untung-untungan kansovereenkomst. Suatu perjanjian Dalam perjanjian asuransi terdapat dua pihak yang mana pihak pertama
sanggup menanggung atau menjamin bahwa pihak kedua atau pihak lainnya akan mendapat penggantian suatu kerugian yang bisa saja akan diderita akibat adanya
suatu peristiwa yang semula belum tentu terjadi atau belum dapat ditentukan kapan terjadinya. Pihak kedua atau pihak yang ditanggung tersebut wajib
membayar sejumlah uang kepada pihak pertama. Uang akan tetap menjadi milik penanggung apabila dikemudian hari ternyata kejadian yang dimaksud itu terjadi.
15
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta; Intermasa, 2001 hal 217-218.
untung-untungan ialah suatu perjanjian yang dengan sengaja digantungkan pada suatu kejadian yang belum tentu terjadi, kejadian mana akan menentukan untung
ruginya salah satu pihak.
16
Akan tetapi pengaturan yang memasukkan asuransi ke dalam kategori perjanjian untung-untungan dirasa kurang tepat, karena dalam suatu perjanjian
untung-untungan pihak-pihak secara sadar dan sengaja melakukan atau menjalani suatu kesempatan untung-untungan dimana prestasi timbal balik tidak seimbang,
sedangkan dalam asuransi hal tersebut tidak ada. Namun demikian ada juga sarjana yang mengatakan bahwa pengaturan tersebut sudah sesuai. Hal ini
Perjanjian asuransi diatur dalam Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata. Di dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa suatu
persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung
pada suatu kejadian yang belum pasti. Yaitu persetujuan pertanggungan, bunga cagak hidup, perjudian dan pertaruhan.
Jika kita kembali memperhatikan bunyi Pasal 1774 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata atau Burgerlijk Wetboek, dapat disimpulkan bahwa perjanjian
asuransi ini dikategorikan sebagai perjanjian untung-untungan kans overeenkomst
. Menurut Pasal 1774 tersebut selain perjanjian asuransi yang termasuk dalam perjanjian untung-untungan, juga adalah bunga cagak hidup
liferente dan perjudian serta pertaruhan spel en weddingschap.
16
Ibid
dikarenakan pembayaran uang asuransi selalu digantungkan kepada peristiwa yang tidak pasti onzekker voorval, dengan terjadinya hal tersebut itu maka
dibayar uang asuransi. Hanya saja dengan perkembangan asuransi saat ini walaupun tidak terjadi
onzekker voorval , pihak penanggung wajib membayar uang asuransi sesuai
dengan persetujuan atau kesepakatan mereka yang telah dituangkan ke dalam perjanjian. Hal tersebut dimungkinkan dengan adanya kebebasan berkontrak para
pihak yang dianut dalam hukum perdata, maka dari itu asuransi tersebut sudah mengandung unsur menabung saving dimana tertanggung memperoleh kembali
premi yang sudah dibayarnya dengan persetujuan yang mereka lakukan baik sebagai penanggung maupun sebagai tertanggung.
Menurut Abbas Salim, asuransi adalah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian kecil sedikit yang sudah pasti sebagai pengganti substitusi kerugian-
kerugian yang besar yang belum pasti. Dapat ditarik kesimpulan bahwa, orang bersedia membayar kerugian yang sedikit untuk masa sekarang, agar bisa
menghadapi kerugian-kerugian besar yang mungkin terjadi pada waktu mendatang.
17
Pengaturan asuransi yang umum dan luas terdapat dalam Kitab Undang- Undang Hukum Dagang. Dalam pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
atau Wetboek van Koophandel dijumpai suatu pengertian atau definisi resmi dari asuransi, pasal tersebut menyatakan bahwa asuransi pada umumnya adalah suatu
17
Abbas Salim, Asuransi dan Manejemen risiko, Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2007 hal 1.
persetujuan dimana penanggung dengan menikmati suatu premi mengikat dirinya terhadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian karena kehilangan,
kerugian, atau ketiadaan keuntungan yang diharapkan, yang akan dapat diterima olehnya karena kejadian yang tidak pasti.
18
Berdasarkan defini tersebut dapat diuraikan unsur-unsur asuransi atau pertanggungan yaitu sebagai berikut :
19
1. Pihak-pihak
Subjek asuransi adalah pihak-pihak dalam asuransi, yaitu penanggung dan tertanggung adalah pendukung kewajiban dan hak. Pemegang wajib
memikul risiko yang dialihkan kepadanya dan berhak memperoleh pembayaran premi, sedangkan tertanggung wajib membayar premi dan berhak memperoleh
penggantiann jika timbul kerugian atas harta miliknya yang diasuransikan. 2.
Status pihak-pihak Penanggung harus berstatus sebagai perusahaan badan hukum, dapat
berbentuk Perseroan Terbatas PT, Perusahaan Perseroan Persero atau Koperasi. Sedangkan tertanggung dapat berstatus sebagai perseorangan,
persekutuan atau badan hukum dan harus pihak yang berkepentingan atas obyek yang diasuransikan.
3. Obyek asuransi
Obyek asuransi dapat berupa benda, hak atau kepentingan yang melekat kepada benda dan sejumlah uang yang disebut premi atau ganti kerugian.
18
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, Bandung; Citra Aditya Bakti, 2006 Hal 8.
19
Ibid , Hal 8
Melalui objek asuransi tersebut ada tujuan yang ingin dicapai oleh pihak-pihak. Penanggung bertujuan memperoleh pembayaran sejumlah premi sebagai
imbalan pengalihan risiko, sedangkan tertanggung bertujuan bebas dari risiko dan memperoleh penggantian jika timbul kerugian atas harta miliknya.
4. Peristiwa asuransi
Peristiwa asuransi adalah merupakan perbuatan hukum legal act berupa persetujuan atau kesepakatan bebas antara penanggung dengan
tertanggung mengenai objek asuransi, peristiwa tidak pasti evenement yang mengancam obyek asuransi, dan syarat-syarat yang berlaku dalam asuransi.
Persetujuan atau kesepakatan bebas tersebut dibuat dalam bentuk tertulis berupa akta yang disebut polis, polis ini merupakan satu-satunya alat bukti
yang dipakai untuk membuktikan telah terjadi asuransi. 5.
Hubungan Asuransi Hubungan asuransi yang terjadi antara penanggung dengan tertanggung
adalah keterikatan legally bound yang timbul karena adanya persetujuan atau kesepakatan bebas untuk memenuhi hak dan kewajiban masing-masing.
Apabila terjadi evenement yang menimbulkan kerugian atas benda asuransi, penanggung wajib membayar ganti kerugian sesuai dengan polis asuransi
sedangkan apabila tidak terjadi evenement premi yang sudah dibayar oleh tertanggung tetap menjadi milik penanggung.
Selain dari pengertian-pengertian asuransi yang telah diuraikan di atas, dapat juga dilihat rumusan asuransi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
tentang Usaha Perasuransian dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan “asuransi atau
pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatakan diri kepada tertanggung dengan menerima premi
asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau memberikan suatu pembayaran yang
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan”. Menurut Abdul Muis, bahwa definisi pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1992 tersebut memberikan definisi asuransi yang lebih lengkap dibandingkan dengan pasal 246 KUHD, dimana dari definisi di atas tercakup di
dalamnya unsur-unsur yang lebih dikembangkan lagi seperti penegasan asuransi itu adalh perjanjian antara dua pihak atau lebih, dan lebih diuraikan tentang jenis-
jenis kerugian serta ditegaskan adanya asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
20
Untuk memahami lebih lanjut Abdulkadir Muhammad membuat perbandingan antara rumusan pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992 dan Pasal 246 KUHD :
21
1. Definisi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi asuransi kerugian dan
asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh bagian kalimat “penggantian karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang diharapkan”.
Asuransi jiwa dibuktikan oleh kalimat “memberikan pembayaran yang
20
Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-Bentuk Perasuransian, Medan; Fakultas Hukum USU, 2005 Hal 4.
21
Abdulkadir Muhammad, Hukum Asuransi IndonesiaOp.Cit., Hal 11-12.
didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang”, bagian ini tidak ada dalam Pasal 246 KUHD.
2. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 secara eksplisit meliputi
juga asuransi untuk kepentingan pihak ketiga, hal ini terdapat dalam bagian kalimat “tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga”, bagian ini tidak
terdapat dalam pasal 246 KUHD. 3.
Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi obek asuransi berupa benda, kepentingan yang melekat atas benda, sejumlah uang an jiwa
manusia. Objek asuransi berupa jiwa manusia tidak terdapat dalam definisi pasal 246 KUHD.
4. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi evenement
berupa peristiwa yang menimbulkan kerugian pada benda objek asuransi dan peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang tidak
terdapat dalam Pasal 246 KUHD. Dasar hukum asuransi banyak tersebar di beberapa peraturan perundang-
undangan. Pengaturan mengenai asuransi ini sangat penting karena menjadi suatu dasar pelaksanaan usaha asuransi di Indonesia. Berikut beberpa pengaturan
mengenai asuransi : 1.
Pengaturan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD terdapat dua
cara pengaturan mengenai hukum pertanggungan, yaitu pengaturan yang bersifat umum dan yang bersifat khusus. Pengaturan yang bersifat umum
terdapat dalam Buku I Bab IX dan pengaturan yang bersifat khusus terdapat
dalam Buku I Bab X, Buku II Bab IX dan X.Rincian isi bab-bab tersebut adalah sebagai berikut :
22
a. Buku I titel IX sembilan : mengatur tentang asuransi pada umumnya,
b. Buku I titel X sepuluh ini dibagi dalam bebearapa bagian yaitu :
1 Bagian pertama : mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran diatur
dalam pasal 287-298 KUHD; 2
Bagian kedua : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian di sawah di atur dalam pasal 299-301
KUHD; 3
Bagian ketiga : mengatur asuransi jiwa diatur dalam pasal 302-308 KUHD.
c. Buku II titel IX sembilan : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya
laut dan bahaya-bahaya perbudakan. Diatur dalam pasal 592-685 KUHD, d.
Buku II titel IX sembilan ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu : 1
Bagian pertama : mengatur tentang bentuk dan isi asuransi; 2
Bagian kedua : mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang diasuransikan;
3 Bagian ketiga : mengatur tentang awal dan akhir bahaya;
4 Bagian keempat : mengatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban
penanggung dan tertanggung; 5
Bagian kelima : mengatur tentang abandonnemen;
22
Djoko Prakoso, Hal 5-6.
6 Bagian keenam : mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak
makelar di dalam asuransi laut. e.
Buku II titel X sepuluh : mengatur tentang asuransi terhadap bahaya- bahaya pengangkutan di darat dan sungai-sungai serta perairan pedalaman
diatur dalam pasal 689-695 KUHD. f.
Buku I titel X sepuluh dan buku II titel X sepuluh pengaturannya bersifat secara ringkas saja, tidak seperti yang diatur dalam buku I titel IX
sembilan yang pengaturannya cukup luas. Pengaturan asuransi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD
meliputi substansi sebagai berikut :
23
a. Asas-asas asuransi;
b. Perjanjian asuransi;
c. Unsur-unsur asuransi;
d. Syarat-syarat klaususula asuransi
e. Jenis-jenis asuransi.
2. Pengaturan berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian Jika KUHD mengutamakan pengaturan asuransi dari segi keperdataan
maka Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dalam Lembaran Negara Nomor 13 Tahun 1992 Tanggal 11 Februari 1992,
23
Abdulkadir Muhammad,Hukum Asuransi Indonesia, Op.Cit., Hal 18.
mengutamakan pengaturan asuransi dari segi bisnis dan publik administratif yang jika dilanggar mengakibatkan sanksi pidana dan administratif.
24
Pengaturan dari segi bisnis artinya menjalankan usaha perasuransian harus sesuai dengan aturan hukum perasuransian dan perusahaan yang berlaku.
Dari segi publik administratif artinya kepentingan masyarakat dan negara tidak boleh dirugikan. Jika hal ini dilanggar, maka pelanggaran tersebut diancam
dengan sanksi pidana dan sanksi administratif menurut undang-undangn perasuransian. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 diatur
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian dalam Lembaran Negara Nomor 120 Tahun 1992.
25
B. Fungsi dan Tujuan Asuransi