Perilaku Ibu Pemulung Dalam Higiene Perseorangan Di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2008

(1)

PERILAKU IBU PEMULUNG DALAM HIGIENE PERSEORANGAN DI LINGKUNGAN II KELURAHAN SEI AGUL

KECAMATAN MEDAN BARAT TAHUN 2008

SKRIPSI

Oleh :

GRAD VELMA D. DACHI 041000159

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judu l :

PERILAKU IBU PEMULUNG DALAM HIGIENE PERSEORANGAN DI LINGKUNGAN II KELURAHAN SEI AGUL

KECAMATAN MEDAN BARAT TAHUN 2008

Yang dipersiapkan dan disidangkan oleh :

GRAD VELMA D. DACHI 041000159

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui

Untuk disidangkan di hadapan peserta sidang skripsi Bagian Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Syarifah, MS Drs. Eddy Syahrial, MS


(3)

ABSTRAK

Pemulung merupakan pekerjaan sektor informal yang sering dijumpai di perkotaan. Aktivitas pemulung tidak terlepas dari keadaan yang bersentuhan langsung dengan sampah. Kegiatan memulung yang memiliki banyak resiko dan bahaya kesehatan tersebut membutuhkan perhatian khusus, terlebih mengenai higiene perseorangan pemulung. Keadaan higiene perseorangan seseorang menunjukkan bagaimana derajat kesehatannya. Oleh karena higiene perseorangan merupakan tindakan mendasar individu dalam memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, menggunakan metode wawancara mendalam (indept interview) untuk menggali perilaku ibu pemulung dalam higiene perseorangan di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2008. Informan dalam penelitian yaitu ibu pemulung yang bertempat tinggal di sepanjang rel kereta api yang melintasi Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat sebanyak 7 orang informan. Analisa data dilakukan dengan menggunakan EZ-TEXT dan disajikan dalam bentuk matriks dan dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan dalam higiene perseorangan masih kurang, dimana seluruh informan tidak dapat memberikan penjelasan tentang pengertian higiene perseorangan, hal-hal yang termasuk di dalam higiene perseorangan (kebersihan kulit, kebersihan rambut, kesehatan gigi, kesehatan mata, kebersihan telinga, dan kebersihan tangan, kaki, dan kuku), mengenai ketersediaan air bersih, kesehatan rumah, dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pengetahuan informan masih kurang oleh karena tidak adanya motif informan dalam higiene perseorangan dan tidak adanya faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

Sikap informan dalam higiene perseorangan yaitu setuju untuk melakukan higiene perseorangan namun informan memiliki tingkah laku tergantung (matched dependent behavior). Tindakan informan dalam higiene perseorangan masih kurang, dimana seluruh informan belum melaksanakan higiene perseorangan, tidak menggunakan air bersih, keadaan rumah tinggal informan yang tidak sehat, dan tidak menggunakan APD pada saat memulung. Tindakan yang masih kurang disebabkan oleh karena pengetahuan informan yang masih kurang dan sikap informan yang masih tergantung (matched dependent behavior). Tindakan informan tersebut merupakan tindakan yang dipengaruhi ketersediaan sumber-sumber daya (resources). Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas berkat dan kasih karuniaNYA yang telah memelihara dan menyertai penulis dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perilaku Ibu Pemulung Dalam Higiene Perseorangan di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2008”.

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan material dan moril dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. dr. Ria Masniari Lubis, Msi selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Drs. Tukiman, MKM selaku Kepala Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku dan juga selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan waktu dan pikiran untuk penulisan skripsi ini.

3. Dra. Syarifah, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang sangat banyak menyumbangkan waktu dan pikiran untuk penulisan skripsi ini.

4. Drs. Eddy Syahrial, MS selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang juga telah banyak menyumbangkan saran dan waktu untuk penulisan skripsi ini.

5. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.Kes selaku dosen penguji II yang juga telah memberikan waktu dan pikiran untuk penulisan skripsi ini.


(5)

7. Papa Ms. Dachi dan Mama R. Wau atas semua perhatian, kasih sayang, dan bantuan yang sudah diberikan kepada penulis terlebih doa-doanya yang luar biasa. 8. Seluruh teman-teman penulis dalam pelayanan Planet Youth “You are Special” 9. Teman-teman seangkatan di PKIP FKM, terima kasih buat kebersamaannya yang

tidak akan terlupakan.

Akhirnya penulis ucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapa di surga, hanya Tuhanlah pribadi yang tidak pernah mengecewakan dan meninggalkanku. Terima kasih Tuhan, Engkau mengenal dan mengasihiku. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2009


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Grad Velma D. Dachi

Tempat/Tanggal Lahir : Hilisimaetano/3 April 1986

Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Anggota Keluarga : 4 Orang

Alamat : Desa Hilisimaetano Kecamatan Maniamolo Kabupaten Nias Selatan

Riwayat Pendidikan :

1. 1992-1998 : SD Negeri No. 076106 Hilisimaetano

2. 1998-2001 : SLTP Swasta Kristen BNKP Hilisimaetano 3. 2001-2004 : SMU Negeri 3 Gunungsitoli


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... iii

Daftar Isi ... iv

Daftar Tabel ... vi

Daftar Matriks ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.1.1 Tujuan Umum ... 7

1.1.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pengertian Perilaku ... 9

2.2 Domain Perilaku ... 9

2.2.1 Pengetahuan (Knowledge) ... 10

2.2.2 Sikap (Attitude) ... 12

2.2.3 Tindakan (Practise) ... 14

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku ... 15

2.4 Teori WHO ... 17

2.5 Teori Belajar Sosial dan Tiruan N.E. Miller dan J. Dollard ... 20

2.6 Defenisi Pemulung ... 23

2.6.1 Pemulung Dan Jasanya Terhadap Lingkungan ... 24

2.7 Higiene Perseorangan ... 25

2.7.1 Kebersihan kulit ... 25

2.7.2 Kebersihan rambut ... 26

2.7.3 Kesehatan gigi ... 26

2.7.4 Kesehatan mata ... 27

2.7.5 Kebersihan telinga ... 27

2.7.6 Kebersihan tangan,kaki, dan kuku ... 27

2.8 Penyediaan Air Bersih ... 28

2.8.1 Air Dalam Kehidupan ... 28

2.8.2 Hubungan Air dan Kesehatan ... 30

2.8.3 Air Untuk Rumah Tangga ... 32

2.9 Rumah Sehat ... 34

2.9.1 Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal ... 34

2.10 Alat Pelindung Diri (APD) ... 37

2.10.1 Defenisi Alat Pelindung Diri (APD) ... 37


(8)

2.10.3 Jenis-Jenis APD ... 38

2.10.4 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemakaian APD ... 39

2.11 Kerangka Pikir Penelitian ... 40

BAB III METODE PENELITIAN ... 41

3.1 Jenis Penelitian ... 41

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41

3.3 Pemilihan Informan ... 42

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 45

3.5 Defenisi Operasional ... 45

3.6 Tekhnik Pengolahan Dan Analisa Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 47

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 47

4.2 Gambaran Informan ... 50

4.2.1 Karakteristik Informan ... 50

4.2.2 Matriks Perilaku Informan ... 51

4.2.2.1 Pengetahuan Informan ... 51

4.2.2.2 Sikap Informan ... 70

4.2.2.3 Tindakan Informan ... 84

4.2.3 Observasi Keadaan Rumah Informan ... 98

BAB V PEMBAHASAN ... 102

5.1 Karakteristik Informan ... 102

5.2 Aspek Pengetahuan ... 102

5.2 Aspek Sikap ... 114

5.3 Aspek Tindakan ... 124

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 136

6.1 Kesimpulan ... 136

6.2 Saran ... 137 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

 Pedoman Wawancara

 Peta Lokasi Penelitian (Kelurahan Sei Agul)  Surat Izin Penelitian dari FKM USU

 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat.


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Sei Agul

Kecamatan Medan Barat Tahun 2007………..……… 47

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa di Kelurahan

Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2007 ………. 48

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di

Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2007………. 48

Tabel 4.3 Daftar Prasarana Kesehatan di Kelurahan Sei Agul Kecamatan

Medan Barat Tahun

2007……….. 49

Tabel 4.4 Karakteristik Informan ……….. 50


(10)

DAFTAR MATRIKS

Matriks 4.1 Pengetahuan Informan Tentang Pengertian Higiene

Perseorangan ... 51

Matriks 4.2 Pengetahuan Informan Tentang Kebersihan Kulit ... 53

Matriks 4.3 Pengetahuan Informan Tentang Kebersihan Rambut ... 54

Matriks 4.4 Pengetahuan Informan Tentang Kesehatan Gigi ... 56

Matriks 4.5 Pengetahuan Informan Tentang Kesehatan Mata ... 58

Matriks 4.6 Pengetahuan Informan Tentang Kebersihan Telinga ... 60

Matriks 4.7 Pengetahuan Informan Tentang Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku ... 62

Matriks 4.8 Pengetahuan Informan Tentang Syarat-Syarat Air Bersih dan Sumber Air Bersih ... 64

Matriks 4.9 Pengetahuan Informan Tentang Perlunya Memakai Air Bersih dan Akibat Menggunakan Air yang Tidak bersih Bagi Kesehatan ... 65

Matriks 4.10 Pengetahuan Informan Tentang Defenisi Rumah Sehat ... 67

Matriks 4.11 Pengetahuan Informan Tentang Alat Pelindung Diri(APD) ... 69

Matriks 4.12 Sikap Informan Terhadap Higiene Perseorangan ... 70

Matriks 4.13 Sikap Informan Terhadap Kebersihan Kulit ... 71

Matriks 4.14 Sikap Informan Terhadap Kebersihan Rambut ... 72

Matriks 4.15 Sikap Informan Terhadap Kesehatan Gigi ... 74

Matriks 4.16 Sikap Informan Terhadap Kesehatan Mata ... 75

Matriks 4.17 Sikap Informan Terhadap Kebersihan Telinga ... 77

Matriks 4.18 Sikap Informan Terhadap Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku ... 78

Matriks 4.19 Sikap Informan Terhadap Syarat-Syarat Air Bersih dan Sumber Air Bersih ... 79

Matriks 4.20 Sikap Informan Terhadap Memakai Air Bersih dan Menghindari Akibat Menggunakan Air yang Tidak bersih Bagi Kesehatan ... 80


(11)

Matriks 4.21 Sikap Informan Terhadap Rumah Sehat ... 81

Matriks 4.22 Sikap Informan Terhadap Alat Pelindung Diri(APD) ... 83

Matriks 4.23 Tindakan Informan dalam Higiene Perseorangan ... 84

Matriks 4.24 Tindakan Informan Terhadap Kebersihan Kulit ... 85

Matriks 4.25 Tindakan Informan Terhadap Kebersihan Rambut ... 87

Matriks 4.26 Tindakan Informan Terhadap Kesehatan Gigi ... 88

Matriks 4.27 Tindakan Informan Terhadap Kesehatan Mata ... 89

Matriks 4.28 Tindakan Informan Terhadap Kebersihan Telinga... 91

Matriks 4.29 Tindakan Informan Terhadap Kebersihan Tangan, Kaki, dan Kuku ... 92

Matriks 4.30 Tindakan Informan Terhadap Syarat-Syarat Air Bersih dan Sumber Air Bersih ... 94

Matriks 4.31 Tindakan Informan Dalam Penyediaan Air ... 95

Matriks 4.32 Tindakan Informan Terhadap Rumah Sehat ... 96


(12)

ABSTRAK

Pemulung merupakan pekerjaan sektor informal yang sering dijumpai di perkotaan. Aktivitas pemulung tidak terlepas dari keadaan yang bersentuhan langsung dengan sampah. Kegiatan memulung yang memiliki banyak resiko dan bahaya kesehatan tersebut membutuhkan perhatian khusus, terlebih mengenai higiene perseorangan pemulung. Keadaan higiene perseorangan seseorang menunjukkan bagaimana derajat kesehatannya. Oleh karena higiene perseorangan merupakan tindakan mendasar individu dalam memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, menggunakan metode wawancara mendalam (indept interview) untuk menggali perilaku ibu pemulung dalam higiene perseorangan di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2008. Informan dalam penelitian yaitu ibu pemulung yang bertempat tinggal di sepanjang rel kereta api yang melintasi Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat sebanyak 7 orang informan. Analisa data dilakukan dengan menggunakan EZ-TEXT dan disajikan dalam bentuk matriks dan dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan informan dalam higiene perseorangan masih kurang, dimana seluruh informan tidak dapat memberikan penjelasan tentang pengertian higiene perseorangan, hal-hal yang termasuk di dalam higiene perseorangan (kebersihan kulit, kebersihan rambut, kesehatan gigi, kesehatan mata, kebersihan telinga, dan kebersihan tangan, kaki, dan kuku), mengenai ketersediaan air bersih, kesehatan rumah, dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Pengetahuan informan masih kurang oleh karena tidak adanya motif informan dalam higiene perseorangan dan tidak adanya faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.

Sikap informan dalam higiene perseorangan yaitu setuju untuk melakukan higiene perseorangan namun informan memiliki tingkah laku tergantung (matched dependent behavior). Tindakan informan dalam higiene perseorangan masih kurang, dimana seluruh informan belum melaksanakan higiene perseorangan, tidak menggunakan air bersih, keadaan rumah tinggal informan yang tidak sehat, dan tidak menggunakan APD pada saat memulung. Tindakan yang masih kurang disebabkan oleh karena pengetahuan informan yang masih kurang dan sikap informan yang masih tergantung (matched dependent behavior). Tindakan informan tersebut merupakan tindakan yang dipengaruhi ketersediaan sumber-sumber daya (resources). Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah global, sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Istilah "negara berkembang" biasanya digunakan untuk merujuk kepada negara-negara yang "miskin" (Wikipedia, 2008).

Kemiskinan dalam pengertian konvensional pada umumnya adalah pendapatan suatu komunitas yang berada dibawah satu garis kemiskinan tertentu. Artinya sebuah komunitas/kelompok masyarakat tertentu disebut miskin apabila berada dibawah garis kemiskinan yang ditetapkan oleh pemerintah. Secara nasional angka kemiskinan ditentukan oleh seberapa besar pendapatan Negara yang diperoleh dibagi dengan seluruh penduduk, sedangkan didaerah indikator kemiskinan ditentukan oleh seberapa besar Upah Minimum Regional (UMR) di daerah tersebut. Kemiskinan dapat pula ditafsirkan sebagai suatu keadaan, yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup (Kurniawan, 2006).

Mayoritas penduduk Indonesia berada dekat dengan garis kemiskinan. Paling sedikit 23,63 juta penduduk Indonesia terancam kelaparan saat ini, mereka yang terancam kelaparan adalah penduduk yang pengeluaran per kapita sebulannya di


(14)

bawah Rp 30.000. Di antara orang-orang yang terancam kelaparan, sebanyak 272.198 penduduk Indonesia berada dalam keadaan paling mengkhawatirkan. Mereka yang digolongkan terancam kelaparan dengan keadaan paling mengkhawatirkan adalah penduduk yang pengeluaran per kapitanya di bawah Rp 15.000 sebulan (Kurniawan, 2006).

Tahun 2006, sekitar 80% kepala rumah tangga miskin berpendidikan SD atau tidak tamat SD dan 9,8% kepala rumah tangga miskin tidak bekerja. Jumlah penduduk miskin sejak 1970an menurun hingga pertengahan tahun 1990an, tetapi mengalami peningkatan akibat krisis multidimensi hingga akhir 1990an dan kembali menurun hingga tahun 2005. Namun, pada tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin akibat bencana alam (sebanyak 19,3 juta kepala keluarga). Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2007, banyaknya jumlah penduduk miskin telah mencapai angka 37 juta jiwa ( Weblog, April 2008).

Dalam keadaan yang begitu berat, sebagian penduduk Indonesia terpaksa mengais sampah untuk mempertahankan hidupnya. Mereka kita kenal sebagai pemulung. Para pemulung adalah pahlawan kebersihan lingkungan tanpa tanda jasa. Terpaan terik matahari yang menyengat, bau sampah dan kotoran dari berbagai macam tanpa ada rasa jijik dan malu-malu, membalik-balik sampah guna mengumpulkan barang bekas baik kertas, kardus, besi, plastik dan lain sebagainya yang bisa dijual kembali kepada para pengepul (Muladi, 2002).

Pemusatan pembangunan di perkotaan mengakibatkan pertambahan penduduk yang pesat, diakibatkan penduduk alami dan bekerjanya migrasi (desa ke kota) yang disebut urbanisasi. Peningkatan jumlah penduduk tidak hanya mengakibatkan


(15)

kepadatan pada satu daerah tetapi juga berakses kepada meningkatnya jumlah penawaran tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tidak diimbangi dengan permintaan tenaga kerja mengakibatkan bertambahnya jumlah pengangguran. Akhirnya mereka (tenaga kerja) yang tidak dapat masuk ke sektor formal lebih memilih sektor informal karena akses lebih mudah. Sektor informal inilah yang banyak dijumpai di perkotaan (Tohar, 2003).

Sektor informal merupakan usaha mandiri diantaranya : pedagang kaki lima, pengemudi becak, pemulung dan sebagainya. Peluang kerja yang sebenarnya diminati oleh kaum migran di kota pada umumnya di sektor formal, sementara peluang kerja formal yang tersedia di kota masih terbatas dan ini menimbulkan permasalahan penampungan tenaga kerja atau disebut pengangguran. Oleh karena itu sebagian penduduk terpaksa menjadi pemulung sekalipun mereka harus bersentuhan dengan sampah setiap harinya (Wurdjinem, 2001).

Banyak jenis sampah yang secara kimia berbahaya, termasuk obat-obatan, yang dihasilkan oleh fasilitas-fasilitas kesehatan. Secara umum, jenis sampah dapat dibagi 2 yaitu sampah organik (biasa disebut sebagai sampah basah) dan sampah anorganik (sampah kering). Sampah basah adalah sampah yang berasal dari makhluk hidup, seperti daun-daunan, sampah dapur, dan lain-lain. Sampah jenis ini dapat terdegradasi (membusuk/hancur) secara alami. Sampah yang secara potensial menularkan penyakit sebaiknya tidak bersentuhan langsung dengan organ tubuh manusia seperti kulit (Muladi, 2002).

Sampah kering atau sampah anorganik yaitu sampah yang tidak mudah membusuk, seperti plastik wadah pembungkus makanan, kertas, plastik mainan, botol


(16)

dan gelas minuman, kaleng, kayu, dan sebagainya. Sampah ini dapat dijadikan sampah komersil atau sampah yang laku dijual untuk dijadikan produk lainnya. Beberapa sampah anorganik yang dapat dijual adalah plastik wadah pembungkus makanan, botol dan gelas bekas minuman, kaleng, kaca, dan kertas, baik kertas koran, HVS, maupun karton. Sampah kering (anorganik) inilah yang dipungut para pemulung untuk dijual kembali kepada para pengepul (Muladi, 2002).

Data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan PEMKO Medan (2005), di Kota Medan produksi sampah setiap harinya sebanyak 3.960 meter kubik, sampah ini tidak semuanya terangkut dan masih banyak tersisa sebanyak 1.400 meter kubik perharinya. Sedangkan tahun 2007 volume sampah kota Medan setiap hari 5.436 m3/hari (Sulaiman, 2008).

Para pemulung yang setiap harinya bersentuhan langsung dengan sampah memiliki banyak resiko. Selain bau anyir, penyakit tentunya rentan menyerang para pemulung. Ada hal yang sangat berbahaya sekali bagi para pemulung yaitu khusus untuk barang bekas yang asalnya sebagai bahan pembungkus kimia dan bakteri, hal ini akan sangat berbahaya jika barang bekas diambil dan bersentuhan langsung dengan kulit atau terhirup melalui hidung. Sebagai contoh bahan kimia yang ada pada bekas botol serta botol-botol dari laboratorium, rumah sakit, aki bekas, kardus-kardus bekas pembungkus bahan kimia. Barang-barang bekas yang mengandung bakteri seperti bakteri coli penyebab disentri atau bakteri penyebab penyakit kusta dan lain-lain. Bakteri ini bisa masuk ke tubuh manusia melalui pori-pori, kulit atau pernapasan (Muladi, 2002).


(17)

Dalam sampah juga sering dibuang benda/bahan berbahaya seperti : pecahan kaca, pisau cukur, bahan beracun, benda-benda berkuman penyakit, bahan yang dapat meledak, dan sebagainya. Benda atau bahan semacam itu dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan pemulung (Lubis, 2006).

Ironisnya, para pemulung biasanya tidak peduli dengan kebersihan dan kesehatannya. mestinya pemulung perlu memakai kaos tangan, penutup hidung dan penjepit untuk mengambil barang bekas. Bagi para pekerja, hal yang paling penting adalah mendapatkan upah dan bisa makan.

Tidak sedikit dari para pemulung tersebut merupakan ibu rumah tangga. Keadaan ekonomi yang buruk membuat ibu-ibu ini ikut membantu suami mereka mencari nafkah dengan bekerja sebagai pemulung.

Ibu rumah tangga memegang peranan penting dalam memelihara kesehatan keluarga. Sebagai ibu yang mempunyai peran lebih untuk mengurus rumah tangga dan anak-anak dibandingkan suami, ibu diharapkan lebih memperhatikan kesehatan dan kebersihannya (Viktor, 2007).

Kesehatan keluarga sangat dipengaruhi oleh higiene perseorangan ibu rumah tangga. Di Negara Indonesia, ibu rumah tanggalah yang mengurus anak-anak dan menyiapkan makanan bagi seluruh anggota keluarga. Oleh karena itu, higiene perseorangan ibu akan sangat mempengaruhi kesehatan keluarga.

Berdasarkan keterangan dari Kepala Lingkungan II pada saat observasi langsung pada bulan Oktober 2008, Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat dihuni oleh 280 kepala keluarga. Sekitar 75% kepala keluarga bekerja sebagai wiraswasta. Masyarakat yang tinggal di daerah bagian selatan yaitu penduduk


(18)

yang bermukim sepanjang rel kereta api, sebagian besar kepala keluarganya sebagai tukang becak, sedangkan isteri-isteri mereka sebagai ibu rumah tangga ikut membantu ekonomi keluarga dengan bekerja sebagai pemulung. Rumah-rumah mereka dibangun mengikuti alur rel kereta api dengan keadaan yang sangat sederhana. Rumah berdinding kayu atau papan yang berjejer rapat menyebar sepanjang rel kereta api.

Setelah dilakukan observasi langsung pada bulan Oktober di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat, terlihat bahwa keadaan rumah-rumah penduduk tergolong kumuh dan tidak memenuhi syarat kesehatan. Rumah-rumah mereka keadaannya lembab, gelap, dan bau. Lingkungan rumah sangat kotor dan tidak terurus. Sampah dan barang-barang bekas terlihat menumpuk dimana-mana.

Mayoritas penduduk di dalam rumah mereka juga memelihara ternak babi yang kandangnya tidak terpisah sendiri dari rumah sehingga memungkinkan anggota keluarga terjangkit berbagai penyakit. Kandang ternak hanya merupakan satu petak kecil di dalam rumah yang biasanya terletak dekat kamar mandi tetapi masih satu atap dengan bangunan rumah utama. Mereka memelihara ternak babi juga untuk membantu perekonomian keluarga. Makanan ternaknya didapatkan dari hasil memulung sisa-sisa makanan.

Ibu-ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pemulung tersebut juga terlihat belum memenuhi persyaratan higiene perseorangan. Ketika bekerja memulung barang-barang bekas mereka sama sekali tidak menggunakan Alat Pelindung Diri, dan setelah bekerja tanpa mencuci tangan atau membersihkan diri terlebih dahulu


(19)

mereka melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga seperti memasak, menyiapkan makanan, dan mengurus anak.

Mengingat higiene perseorangan ibu rumah tangga sangat penting dan berpengaruh dalam kesehatan keluarga bahkan kesehatan masyarakat pada umumnya, untuk itulah peneliti ingin mengetahui bagaimana perilaku ibu-ibu pemulung dalam higiene perseorangan anggota keluarga.

1.2Permasalahan

Belum diketahuinya perilaku ibu pemulung dalam higiene perseorangan di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat tahun 2008.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui perilaku ibu pemulung dalam higiene perseorangan di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2008.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan ibu pemulung dalam higiene perseorangan di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat tahun 2008.

2. Untuk mengetahui sikap ibu pemulung dalam higiene perseorangan di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat tahun 2008.

3. Untuk mengetahui tindakan ibu pemulung dalam higiene perseorangan di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat tahun 2008.


(20)

1.4Manfaat Penelitian

1. Untuk mengetahui perilaku ibu pemulung dalam higiene perseorangan di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat tahun 2008. 2. Sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan dan instansi yang terkait

dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 3. Sebagai masukan untuk penelitian selanjutnya.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmojo, 2007).

Menurut Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau perilaku seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar) (Amzaris, 2000).

2.2 Domain Perilaku

Menurut Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan membagi perilaku manusia itu kedalam tiga domain, ranah atau kawasan yakni :

1. Kognitif (cognitive) 2. Afektif (affective)

3. Psikomotorik (psychomotorik)

Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

1. Pengetahuan (Knowledge) 2. Sikap (Attitude)


(22)

2.2.1 Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni : (Notoatmodjo, 2003)

a. Awarness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Trial (mencoba), diman subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikendaki oleh stimulus.

e. Adoption (menerima), dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.


(23)

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi telah melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif memiliki 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2003).

1. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.


(24)

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

2.2.2 Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.


(25)

Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

a. Komponen Sikap

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap ini mempunyai 3 komponen pokok : 1. kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

2. kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. kecenderungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).

b. Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari 4 tingkatan yaitu : (Notoatmodjo, 2003) 1. Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (responding)

Merespon diartikan memberi jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. karena menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan adalah bahwa orang menerima ide tersebut.


(26)

3. Menghargai (Valuing)

Menghargai adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggungjawab (Responsible)

Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

2.2.3 Tindakan (Practise)

Tindakan adalah suatu sikap belum otomatis yang terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour).

Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain.

Tingkatan dari tindakan yaitu : (Notoatmodjo, 2003) 1. Persepsi (Perception)

Persepsi adalah mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon Terpimpin (Guided response)

Respon terpimpin adalah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh.


(27)

3. Mekanisme (Mecanism)

Mekanisme adalah suatu kondisi dimana seseorang mampu melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran dari tindakan tersebut.

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Perilaku

Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat,bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan) (Sarwono, 2007).

Sarwono mengatakan bahwa dalam teori Lawrence Green kesehatan individu/masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor–faktor diluar perilaku (non perilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor: faktor–faktor predisposisi (presdiposing factors) mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, norma sosial, dan bentuk lainnya yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat.


(28)

Faktor pendukung (enabling factors) ialah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya. Sedangkan faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugas kesehatan. Dalam teori Lawrence Green juga dikatakan bahwa pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan ketiga kelompok faktor itu agar searah dengan tujuan kegiatan sehingga menimbulkan perilaku positif dari masyarakat terhadap program tersebut dan terhadap kesehatan pada umumnya.

Sarwonojuga menyebutkan teori lain yang berkaitan dengan teori Lawrence Green, yaitu model kepercayaan kesehatan (Health Belief Model) oleh Rosenstock (1982). Dia percaya bahwa perilaku individu ditentukan oleh motif dan kepercayaan tersebut sesuai atau tidak dengan realitas atau dengan pandangan orang lain tentang apa yang baik untuk individu tersebut. Sangatlah penting untuk membedakan antara kebutuhan kesehatan yang obyektif ialah yang diidentifikasikan oleh petugas kesehatan berdasarkan penilaiannya secara profesional, yaitu adanya gejala yang dapat mengganggu/membahayakan kesehatan individu. Sebaliknya, individu menentukan sendiri apakah dirinya mengandung penyakit, berdasarkan perasaan dan penilaiannya sendiri. Pendapat atau kepercayaan ini dapat sesuai dengan realitas, namun dapat pula berbeda dengan kenyataan yang dilihat oleh orang lain. Meskipun berbeda dengan kenyataan, pendapat subyektif inilah yang justru merupakan kunci dari dilakukannya atau dihindarinya suatu tindakan kesehatan. Artinya, individu itu baru akan melakukan suatu tindakan untuk pencegahan penyakit jika dia benar –benar merasa terancam oleh penyakit tersebut . Jika tidak, maka dia tidak akan melakukan tindakan apa-apa.


(29)

2.4 Teori WHO

Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yakni dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan).

a. Pengetahuan

Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polio sehingga cacat, karena anak tetangganya tersebut belum pernah memperoleh imunisasi polio. b. Kepercayaan

Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek. Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.

c. Sikap

Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang palig dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain:


(30)

1. Sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situsi saat itu. Misalnya, seorang ibu yag anaknya sakit, segera ingan membawanya ke puskesmas, tetapi pada saat itu tidak mempunyai uang sepeser pun sehingga ia gagal membawa anaknya ke puskesmas.

2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. Seorang ibu tidak mau membawa anaknya yang sakit keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap RS, sebab ia teringat akan anak tetangganyan yang meninggal setelah beberapa hari di RS.

3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Seorang akseptor KB dengan alat kontrasepsi IUD mengalami pendarahan. Meskipun sikapnya sudah positf terhadap KB, tetapi ia kemudian tetap tidak mau ikut KB dengan alat kontrasepsi apa pun.

4. Nilai (value)

Di dalam suatu masyarakat apa pun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya, gotong-royong adalah suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat. d. Orang penting sebagai referensi

Perilaku orang lebih-lebih perilaku anak kecil, lebih banyak dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka apa yang ia katakan atau perbuatan cenderung untuk dicontoh. Untuk anak-anak sekolah misalnya, maka gurulah yang menjadi panutan perilaku mereka.


(31)

Orang-orang yang diaggap penting ini sering disebut kelompok referensi (reference group), antara lain guru, alim ulama, kepala adat (suku), kepala desa, dan sebagainya.

e. Sumber-sumber daya (resources)

Sumber daya disini mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Semua itu berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau kelompok masyarakat. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. Misalnya pelayanan puskesmas, dapat berpengaruh positif terhadap perilaku penggunaan puskesmas tapi jugu dapat berpengaruh sebaliknya.

f. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai, dan penggunaan sumber-sumber di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life) yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam waktu yang lama sebagai akibat dari kehidupan suatu masyarakat bersama. Kebudayaan selalu berubah, baik lambat atau cepat, sesuai dengan peradaban manusia. Kebudayaan atau pola hidup masyarakat disini merupakan kombinasi dari semua yang telah disebutkan diatas. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan, dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku ini.

Dari uraian di atas dilihat bahwa banyak alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama di antara beberapa orang dapat disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda-beda. Misalnya, alasan masyarakat tidak mau berobat ke puskesmas. Mungkin karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin


(32)

tidak punya uang untuk ke puskesmas, mungkin takut pada dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya puskesmas, dan lain sebagainya.

2.5 Teori Belajar Sosial dan Tiruan N.E. Miller dan J. Dollard

Pandangan N.E. Miller dan J. Dollard bertitik-tolak dari teori Hull yang kemudian dikembangkan menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia merupakan hasil belajar. Oleh karena itu, untuk memahami tingkah laku sosial dan proses belajar sosial, kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi belajar. Prinsip-prinsip belajar ini terdiri dari 4, yakni dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (response), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengait satu sama lain dan saling dipertukarkan, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi ganjaran, dan seterusnya.

Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia) untuk bertingkah laku. Stimulasi-stimulasi yang cukup kuat pada umumnya bersifat biologis seperti lapar, haus, seks, kejenuhan, dan sebagainya. Stimulus-stimulus ini disebut dorongan primer yang menjadi dasar utama untuk motivasi. Menurut N.E. Miller dan J. Dollard, semua tingkah laku (termasuk tingkah laku tiruan) didasari oleh dorongan-dorongan primer ini.

Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu respons akan timbul dan terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan rangsangan diskriminatif. Di dalam belajar sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah laku orang lain, baik yang langsung ditujukan kepada orang tertentu maupun yang tidak, misalnya :


(33)

anggukan kepala merupakan isyarat untuk setuju, uluran tangan merupakan isyarat untuk berjabatan tangan.

Mengenai tingkah laku balas (respons), mereka berpendapat bahwa tingkah laku balas itu adalah hierarki bawaan tingkah laku-tingkah laku. Pada saat manusia dihadapkan untuk pertama kali kepada suatu rangsang tertentu, maka respons (tingkah laku balas) yang timbul didasarkan pada hierarki bawaan tersebut. Setelah beberapa kali terjadi ganjaran dan hukuman, maka timbul tingkah laku balas yang sesuai dengan faktor-faktor penguat tersebut. Tingkah laku yang disesuaikan dengan faktor-faktor penguat tersebut disusun menjadi hierarki resultan (resultan hierarchy of response). Di sinilah pentingnya belajar dengan cara coba dan ralat (trial and error learning). Dalam tingkah laku sosial, belajar coba ralat dikurangi dengan belajar tiruan, seseorang tinggal meniru tingkah orang lain untuk dapat memberikan respons yang tepat sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar dengan coba dan ralat.

Ganjaran adalah rangsangan yang menetapkan apakah tingkah laku balas diulang atau tidak dalam kesempatan yang lain. Menurut Miller dan Dollard, ada dua reward atau ganjaran, yakni ganjaran primer yang memenuhi dorongan primer. Lebih lanjut mereka membedakan adanya 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan.

a. Tingkah laku sama (Same behaviour)

Tingkah laku ini terjadi apabila dua orang yang bertingkah laku balas (berespons) sama terhadap rangsangan atau isyarat yang sama. Contohnya, dua orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama. Tingkah laku yang sama ini tidak selalu tiruan, maka tidak dibahas lebih lanjut.


(34)

b. Tingkah laku tergantung (Matched dependent behaviour)

Tingkah laku ini timbul dalam interaksi antara dua pihak. Salah satu pihak mempunyai kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua dan sebagainya) dari pihak yang lain. Dalam hal ini, pihak yang lain atau pihak yang kurang tersebut akan menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung (depent) pada pihak yang lebih.cmisalnya, kakak adik yang sedang menunggu ibunya pulang dari pasar. Biasanya ibu mereka membawa cokelat. Mendengar ibunya pulang, si kakak segera menjemput ibunya, kemudian diikuti oleh si adik. Ternyata mendapatkan cokelat (ganjaran). Adik yang semula hanya meniru tingkah laku kakaknya, di lain waktu meskipun kakaknya tidak ada, ia akan lari menjemput ibunya yang baru pulang dari pasar.

c. Tingkah laku Salinan (Copying behaviour)

Seperti tingkah laku tergantung,pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah laku atas dasar isyarat yang berupa tingkah laku yang diberikan oleh model. Pengaruh ganjaran dan hukuman sangat besar terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan. Perbedaannya dalam tingkah laku tergantung si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja, sedangkan pada tingkah laku salinan si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa yang lalu maupun yang akan dilakukan di waktu mendatang. Hal ini berarti perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waku yang relatif panjang ini akan dijadikan patokan oleh si peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri di masa yang akan datang, sehingga lebih mendekati tingkah laku model.


(35)

2.6 Defenisi Pemulung

Pemulung adalah bentuk aktivitas dalam mengumpulkan bahan-bahan bekas yang masih bisa dimanfaatkan (daur ulang). Aktivitas tersebut terbagi ke dalam tiga klasifikasi diantaranya, agen, pengepul, dan pemulung (Wurdjinem, 2001).

Pemulung adalah orang yang memungut barang-barang bekas at tertentu untuk proses memiliki konotasi negatif. Para pemulung tidak diberikan upah kerja sistem harian atau bulanan. Upah kerja para pemulung didasarkan atas jumlah dalam bentuk berat kertas dan kardus bekas yang dikumpulkan.

Faktor yang ikut menentukan seseorang bekerja sebagai pemulung antara lain adalah tingkat pendidikan yang rendah, pendidikan berfungsi sebagai basis dari suatu modal pengembangan produktifitas kerja. Tingkat pendidikan rendah menyebabkan aksesbilitas dalam bidang pekerjaan juga rendah, disamping itu cakrawala pemikiran relatif sempit. Pendidikan rendah juga adalah salah satu ciri penduduk miskin (Wurdjinem, 2001).

Faktor yang lain adalah modal yang dimiliki sangat terbatas, sehingga sarana yang digunakan oleh para pemulung sangat sederhana yaitu karung plastik dan gancu untuk menyungkit sampah atau barang bekas. Pada umumnya pendapatan para pemulung tiap bulan berkisar kurang lebih dibawah Rp. 200.000 (Wurdjinem, 2001).

Kelompok masyarakat pemulung tidak memiliki organisasi formal, dalam artian organisasi yang bersifat akademik. Namun secara informal pemulung menjalin hubungan kerjasama yang serupa dengan kegiatan kelompok organisasi, walaupun organisasi para pemulung adalah untuk memudahkan dan memperlancar sirkulasi


(36)

hasil pengumpulan barang bekas dari pemulung ke pengepul ke agen selanjutnya ke pabrik untuk mendaur ulang barang bekas tersebut (Wurdjinem, 2001).

2.6.1 Pemulung Dan Jasanya Terhadap Lingkungan

Menurut Sicular yang dikutip oleh Lubis (2006) semakin ramainya orang membicarakan masalah kesehatan lingkungan, maka disadari bahwa pemulung sebenarnya malah berjasa terhadap lingkungan. Namun di lain pihak banyak pengelola limbah padat kota praja yang melihat pemulung sebagai penghambat operasi sistem pengolahan limbah padat modern yang efisien.

Menurut Sicular dalam Lubis (2006), pandangan pertama didasarkan pada 3 fungsi pemulung :

1) Pemulung merupakan sumber penghidupan puluhan ribu orang miskin dan tidak berdaya di kota, kebanyakan migrasi dari desa.

2) Pemulung mengurangi jumlah bahan yang perlu dibuang.

3) Pemulung sebagai bentuk daur ulang melestarikan energi, materi, devisa daerah dalam industri menggantikan bahan import dengan bahan sekunder yang dihasikan dalam negeri.

Dengan demikian dikatakan bahwa pemulung sebenarnya merupakan tahap dalam sistem daur ulang (recycling), dimana pemulung mendapatkan bahan mentah dari sampah kota dan mengubahnya menjadi komoditi sehingga selain mengurangi beban lingkungan untuk mengelola bahan-bahan tersebut juga menghemat sumber daya karena dengan daur ulang (recycling) maka kegunaan sumber daya tertentu


(37)

dapat diperpanjang. Dengan demikian pemulung juga menguntungkan keseluruhan sistem pengelolaan limbah padat walaupun secara sembrono (Lubis, 2006).

2.7 Higiene Perseorangan

Higiene berasal dari bahasa Yunani yang berarti sehat. Higiene adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan individu, misalnya kegiatan mencuci tangan. Higiene perseorangan berarti tindakan memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikisnya (Mukono, 2004).

Higiene perseorangan terdiri dari (Wolf, 2000) : 1. Kebersihan kulit

2. Kebersihan rambut 3. Kesehatan gigi 4. Kesehatan mata 5. Kebersihan telinga

6. Kebersihan tangan, kaki, dan kuku

2.7.1 Kebersihan kulit

Kebersihan kulit biasanya cerminan kesehatan yang paling pertama memberikan kesan. Oleh karena itu, perlunya memelihara kesehatan kulit sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan kulit tidak terlepas dari kebersihan lingkungan, makanan yang dimakan serta kebiasaan hidup sehari-hari.


(38)

Untuk selalu memelihara kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan, seperti :

a. Mandi minimal 2x sehari b. Mandi memakai sabun c. Menjaga kebersihan pakaian d. Menjaga kebersihan lingkungan

e. Makan makanan yang bergizi terutama banyak sayur-sayuran dan buah-buahan

f. Menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri 2.7.2 Kebersihan rambut

Rambut yang terpelihara dengan baik akan membuat rambut tumbuh dengan subur dan indah sehingga akan menimbulkan kesan cantik dan tidak berbau apek. Untuk selalu memelihara kebersihan rambut dan kulit kepala, maka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Memperhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang-kurangnya 2x seminggu.

b. Mencuci rambut memakai shampoo/bahan pencuci rambut lainnya c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri 2.7.3 Kesehatan gigi

Menggosok gigi dengan teratur dan baik akan menguatkan dan membersihkan gigi sehingga terlihat cemerlang. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan gigi adalah :


(39)

b. Memakai sikat gigi sendiri

c. Menghindari makanan yang dapat merusak gigi

d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi. e. Memeriksa gigi secara rutin.

2.7.4 Kesehatan mata

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kesehatan mata adalah : a. Membaca di tempat yang terang.

b. Makan makanan yang bergizi c. Isterahat yang cukup dan teratur

d. Memakai peralatan sendiri dan bersih (seperti : handuk, sapu tangan) e. Memelihara kesehatan lingkungan

2.7.5 Kebersihan telinga

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan telinga adalah : a. Membersihkan telinga secara teratur, menjaga kebersihan telinga

b. Jangan mengorek-ngorek telinga dengan menggunakan benda yang tajam 2.7.6 Kebersihan tangan,kaki, dan kuku

Tangan, kaki dan kuku yang bersih selalu indah dipandang mata juga menghindarkan kita dari berbagai penyakit. Tangan, kaki dan kuku yang kotor dapat menyebabkan bahaya kontaminasi dan menimbulkan penyakit-penyakit tertentu.. untuk menjaga kebersihan tangan, kaki dan kuku perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut :

a. Membersihkan tangan sebelum makan. b. Memotong kuku secara teratur.


(40)

c. Membersihkan lingkungan d. Mencuci kaki sebelum tidur.

2.8 Penyediaan Air Bersih

Air sangat penting dalam kehidupan manusia. Di dalam tubuh manusia sebagian besar terdiri dari air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri dari air, untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80% (Notoatmodjo, 2003). Menurut Slamet (2002), kehilangan 15% dari berat badan dapat mengakibatkan kematian.

2.8.1 Air Dalam Kehidupan

Dalam kehidupan sehari-hari manusia sangat tergantung pada air, antara lain untuk minum, masak, mandi, mencuci, dan sebagainya. Semakin maju tingkat kebudayaan suatu masyarakat, maka penggunaan akan air makin meningkat. Untuk keperluan sehari-hari misalnya di Amerika Serikat dibutuhkan tidak kurang dari 189 liter air per kepala, sedangkan untuk negara Indonesia angka ini diperkirakan baru mencapai sekitar 100 liter saja (Azwar, 1995).

Dengan demikian dalam mempertahankan kelangsungan hidup, manusia berupaya menyediakan air yang cukup bagi dirinya. Akan tetapi dalam banyak hal, air yang dipergunakan tidak memenuhi persyaratan kesehatan, air tersebut mengandung agent penyebab penyakit ataupun zat-zat tertentu yang dapat menimbulkan penyakit sehingga membahayakan kelangsungan hidup manusia (Azwar, 1995).


(41)

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air ditetapkan sebagai berikut : kualitas air harus memenuhi syarat kesehatan yang meliputi, persyaratan bakteriologis, fisik, kimia dan radioaktif.

Di antara kegunaan-kegunaan air yang disebutkan di atas yang sangat penting adalah untuk kebutuhan minum. Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut : (Notoatmodjo, 2003)

1. Syarat Fisik

Persyaratan fisik untuk air minum yang sehat adalah bening (tidak berwarna), tidak berasa, tidak berbau, suhu di bawah suhu udara di luarnya, sehingga dalam kehidupan sehari-hari tidak sukar cara mengenal air yang memenuhi persyaratan fisik.

2. Syarat Bakteriologis

Air untuk keperluan minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri patogen. Cara untuk mengetahui apakah air minum terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah dengan memeriksa sampel (contoh) air tersebut, bila dari pemeriksaan 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. Coli maka air tersebut memenuhi syarat kesehatan.

3. Syarat Kimia

Air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu di dalam jumlah yang tertentu pula. Kekurangan atau kelebihan salah satu zat kimia di dalam air, akan menyebabkan gangguan fisiologis pada manusia.


(42)

Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan penyakit (Slamet, 2002). Untuk itu penyediaan air bersih harus memenuhi persyaratan dari segi :

1. Kualitas : Tersedianya air bersih yang memenuhi syarat kesehatan (fisik, kimia, bakteriologis)

2. Kuantitas : Tersedia air bersih minimal 60 liter/hari/kepala

3. Kontinuitas : Air minum dan air bersih tersedia pada setiap kegiatan yang membutuhkan air secara berkesinambungan.

2.8.2 Hubungan Air dan Kesehatan

Air dalam kehidupan manusia selain memberikan manfaat yang menguntungkan dapat juga memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan manusia. Air yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan merupakan media penularan penyakit.

Menurut DepKes RI (2002), penyakit yang dapat ditularkan melalui air adalah sebagai berikut :

1. Water Borne Disease

Adalah penyakit yang ditularkan langsung melalui air minum, dimana air minum tersebut mengandung kuman patogen dan terminum oleh manusia maka dapat menimbulkan penyakit. Penyakit-penyakit tersebut antara lain adalah penyakit Kholera, Typhoid, Hepatitis Infektiosa, Dysentri dan Gastroenteritis. 2. Water Washes Disease


(43)

Adalah penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk pemeliharaan higiene perseorangan dan air bagi kebersihan alat-alat terutama alat-alat dapur dan alat makan. Terjaminnya kebersihan oleh tersedianya air yang cukup maka penularan penyakit-penyakit tertentu pada manusia dapat dikurangi. Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularan, diantaranya adalah :

- Penyakit infeksi saluran pencernaan

Salah satu penyakit infeksi saluran pencernaan adalah diare, penularannya bersifat fecal-oral. Penyakit diare dapat ditularkan melalui beberapa jalur, diantaranya melalui air (water borne) dan melalui alat-alat dapur yang dicuci dengan air (water washed). Contoh penyakit ini adalah Kholera, Typhoid, Hepatitis A dan Dysentri Basiler.

Berjangkitnya penyakit ini erat kaitannya dengan ketersediaan air untuk makan, minum, memasak, dan kebersihan alat-alat makan.

3. Water Based Disease

Adalah yang ditularkan oleh bibit penyakit yang sebagian besar siklus hidupnya di air seperti Schistosomiasis. Larva Schistosoma hidup di dalam keong-keong air. Setelah waktunya larva ini akan mengubah bentuk menjadi Cercaria dan menembus kulit (kaki) manusia yang berada di dalam air tersebut.

4. Water Related Insects Vectors

Adalah penyakit yang ditularkan melalui vektor yang hidupnya tergantung pada air misalnya Malaria, Demam berdarah, Filariasis, Yellow fever, dan sebagainya.


(44)

Sedangkan menurut Slamet (2002), peran air dalam menularkan penyakit meliputi :

1. Air sebagai penyebar mikroba patogen 2. Air sebagai sarang insekta penyebar penyakit

3. Jumlah air yang tersedia tidak mencukupi, sehingga orang tidak dapat membersihkan dirinya dengan baik

4. Air sebagai sarang hospes sementara penyakit. 2.8.3 Air Untuk Rumah Tangga

Pada umumnya keperluan sehari-hari masyarakat menggunakan sumber air antara lain :

1. PAM (Perusahaan Air Minum)

PAM adalah perusahaan yang menangani air bersih dengan sistem perpipaan. Menurut Biro Pusat Statistik (1995), status perusahaan air minum di Indonesia terdiri dari : Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah perusahaan yang merupakan prasarana air bersih (air minum) untuk kebutuhan lebih dari 60 liter/orang/hari yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Air dari PAM dianggap memenuhi syarat sebagai sumber air bersih.

2. Sumur Gali

Menurut Sanropie (1999), persyaratan sumur gali adalah : 1. Lokasi

• Jarak minimal 10 meter dari sumber pencemaran misalnya jamban, tempat pembuangan sampah, kandang ternak dan tempat-tempat pembuangan kotoran lainnya.


(45)

• Pada tempat-tempat yang miring misalnya pada lereng-lereng pegunungan, letak sumur gali harus diatas sumber pencemaran.

• Lokasi sumur gali harus terletak pada daerah yang lapisan tanahnya mengandung air sepanjang musim.

• Lokasi sumur gali harus terletak pada daerah yang bebas banjir. 2. Konstruksi

 Dinding sumur harus kedap air sedalam 3 meter dari permukaan tanah untuk mencegah rembesan dari air permukaan.

 Bibir sumur harus kedap air minimal setinggi 0,7 meter dari permukaan tanah untuk mencegah rembesan air bekas pemakaian ke dalam sumur.

 Cara pengambilan air dari dalam sumber sedemikian rupa sehingga dapat mencegah masuknya kotoran kembali melalui alat yang dipergunakan misalnya pompa tangan, timba dengan kerekan, dan sebagainya.

 Lantai harus kedap air dengan jarak antara tepi lantai dengan tepi luar dinding sumur minimal 1 meter dengan kemiringan ke arah tepi lantai.  Saluran pembuangan air kotor atau air bekas harus kedap air sepanjang

10 meter dihitung dari tepi sumur.

 Dilengkapi dengan sumur atau lubang resapan air limbah bagi daerah yang tidak mempunyai saluran penerimaan air limbah.


(46)

2.9 Rumah Sehat

Organisasi kesehatan sedunia WHO (World Health Organization) mendefinisikan rumah sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang, baik secara jasmani, rohani, dan sosial. Artinya dalam rumah diperlukan segala fasilitas-fasilitas untuk tumbuh dan berkembang. Fasilitas tersebut harus ada di dekat rumah seperti sekolah, toko, pasar, tempat kerja, fasilitas air bersih, sanitasi, dan lain-lain (Wahyuningsih, 1999).

Rumah sehat adalah tempat untuk berlindung atau bernaung dan beristirahat, sehingga menimbulkan kehidupan sempurna baik fisik, sosial maupun mental. APHA (American Public Health Association) telah merumuskan empat fungsi pokok dari rumah sebagai tempat tinggal yang sehat bagi manusia dan keluarganya semasa hidupnya, yang meliputi : (Wahyuningsih, 1999).

1) Rumah adalah tempat untuk memenuhi kebutuhan jasmani (fisik) manusia yang pokok

2) Rumah adalah tempat untuk memenuhi kebutuhan rohani (psikis) manusia yang pokok

3) Rumah adalah tempat untuk perlindungan terhadap penularan penyakit menular 4) Rumah adalah tempat untuk perlindungan terhadap gangguan kecelakaan. 2.9.1 Persyaratan Kesehatan Rumah Tinggal

Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung, bernaung dan tempat untuk beristirahat sehingga menimbulkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial. Adanya fungsi dan peranan dari rumah maka selayaknya setiap individu mendapatkan rumah yang sehat dan layak (Depkes RI, 1994). Adapun


(47)

persyaratan kesehatan suatu rumah tinggal (Permenkes No. 829/1999) adalah sebagai berikut :

1. Bahan bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan-bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain :

1. Debu total tidak lebih dari 150 μg/m3

2. Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m3/4 jam 3. Timah hitam (Pb) tidak melebihi 300 mg/kg

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruang rumah

Komponen rumah sehat harus mempunyai persyaratan fisik dan biologis sebagai berikut :

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan b. Dinding :

1. Di ruang tidur dan ruang keluarga dilengkapi dengan sarana ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara.

2. Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah dibersihkan. c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan

d. Bubungan rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih harus dilengkapi dengan penangkal petir


(48)

e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang dapur, kamar mandi, dan ruang bermain anak

f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan asap. 3. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan minimal intensitas 60 lux dan tidak menyilaukan.

4. Kualitas udara

Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan sebagai berikut : a. Suhu udara berkisar antara 18-300C

b. Kelembaban udara berkisar antara 40%-70%

c. Konsentrasi gas SO2 tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam

d. Konsentrasi gas Co tidak melebihi 100 ppm/8 jam e. Konsentrasi gas formaldehid tidak melebihi 120 mg/m3 5. Ventilasi

Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% dari luas lantai.

6. Binatang penular penyakit

Tidak ada tikus bersarang di dalam rumah. 7. Air

a. Tersedia sarana air bersih dan kapasitas minimal 60 liter/hari/orang

b. Kualitas air minum harus memenuhi peryaratan kesehatan air bersih atau air minum sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.


(49)

8. Tersedianya sarana penyimpanan makanan yang aman 9. Limbah

a. Limbah cair yang berasal dari rumah tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.

b. Limbah padat dikelola agar tidak menimbulkan bau, pencemaran terhadap permukaan tanah serta air tanah.

10. Kepadatan hunian ruang tidur

Luas ruang tidur minimal 8 m2 dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 orang dalam satu ruang tidur, kecuali anak di bawah umur 5 tahun.

2.10 Alat Pelindung Diri (APD)

2.10.1 Defenisi Alat Pelindung Diri (APD)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. APD adalah salah satu cara untuk mencegah kecelakaan dan secara teknis APD tidaklah sempurna melindungi tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan dan kecelakaan yang terjadi (Suma’mur, 1995).

2.10.2 Syarat-Syarat APD

Pelindung tenaga kerja dapat dilakukan melalui usaha-usaha teknis pengaman tempat, peralatan lingkungan kerja adalah hal yang sangat perlu diutamakan, namun terkadang dalam keadaan bahaya belum dapat dikendalikan sepenuhnya sehingga digunakan APD. APD harus memenuhi persyaratan, enak dipakai, tidak mengganggu pekerjaan, dan memberikan perlindungan efektif terhadap bahaya.


(50)

APD perlu dipilih secara berhati-hati agar dapat memenuhi beberapa ketentuan yang diperlukan, antara lain :

a. Harus dapat memberikan perlindungan yang kuat terhadap bahaya-bahaya yang dihadapi oleh pekerja.

b. Beratnya harus seringan mungkin dan tidak menyebabkan rasa ketidaknyamanan yang berlebihan serta harus dapat dipakai secara fleksibel.

c. Bentuknya harus cukup menarik. d. Tidak mudah rusak.

e. Tidak menimbulkan bahaya tambahan bagi pemakainya. f. Harus memenuhi ketentuan dari standar yang telah ada.

g. Tidak terlalu membatasi gerakan dan persepsi sensoris pemakainya.

h. Suku cadang harus mudah diperoleh sehingga pemeliharaan APD dapat dilakukan dengan mudah (Suma’mur, 1995).

2.10.3 Jenis-Jenis APD

APD beraneka ragam jenisnya, jika digolongkan menurut bagian tubuh yang dilindungi, maka jenis APD dapat dilihat sebagai berikut :

a. Alat pelindung kepala : penutup rambut, topi dari berbagai bahan b. Alat pelindung mata : kacamata dari berbagai gelas

c. Alat pelindung muka : perisai muka d. Alat pelindung tangan dan jari : sarung tangan e. Alat pelindung kaki : sepatu

f. Alat pelindung pernafasan : respirator/masker khusus g. Alat pelindung telinga : sumbat telinga dan tutup telinga


(51)

h. Alat pelindung tubuh : pakaian kerja dari berbagai bahan 2.10.4 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Pemakaian APD

Salah satu penyebab terjadinya kecelakaan yaitu disebabkan karena tindakan manusia yang tidak memenuhi keselamatan (unsafe human acts). Menurut Suma’mur P.K. 85% sebab-sebab kecelakaan kecil bersumber pada faktor manusia. Hal ini disadari karena kekurangan dalam pengetahuan, sikap, keterampilan, kebijaksanaan, ketelitian atau kebosanan, dan lain-lain.


(52)

2.11 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

Dari kerangka pikir di atas, terlihat bahwa karakteristik (seperti : umur, suku, pendidikan, pendapatan) dan faktor lingkungan (seperti : ketersediaan air bersih, rumah sehat, ketersediaan APD) mempengaruhi pengetahuan, pengetahuan akan mempengaruhi sikap, dan sikap yang terbentuk akan mempengaruhi bagaimana tindakan mereka terhadap higiene perseorangan.

Karakteristik : 1. Umur 2. Suku 3. Pendidikan 4. Pendapatan

Tindakan ibu

dalam

higiene

perseorangan

Faktor Lingkungan :

1. Ketersediaan air bersih

2. Rumah sehat 3. Ketersediaan APD

Sikap Pengetahuan


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan wawancara mendalam (indepth interview).

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat pada bulan November s/d Desember 2008.

Alasan penentuan lokasi ini adalah :

1. Lingkungan II Kelurahan Sei Agul, khususnya di sepanjang rel kereta api merupakan pemukiman kumuh yang ditempati oleh ibu-ibu pemulung beserta keluarganya.

2. Pada survei pendahuluan yang dilakukan terlihat bahwa ibu pemulung yang tinggal di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul belum memenuhi persyaratan higiene perseorangan karena keadaan pribadi (penampilan) dan lingkungan rumah yang tidak bersih serta ibu pemulung tidak menggunakan alat pelindung diri pada saat bersentuhan dengan sampah dan barang-barang bekas.

3. Belum adanya penelitian tentang perilaku ibu pemulung dalam higiene perseorangan.


(54)

3.3Pemilihan Informan

Informan dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga yang bekerja sebagai pemulung. Informan diperoleh dengan azas kecukupan dan kesesuaian. Informan diperoleh dengan cara menemuinya di rumah tempat tinggalnya yaitu di Lingkungan II Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat. Informan dijumpai pada saat sore hingga malam hari karena pada waktu-waktu tersebut informan telah pulang dari pekerjaan mencari botot (memulung).

Pada awal penelitian, peneliti terlebih dahulu menjumpai seorang kakak yang bekerja sebagai pegawai TK/SD Talitakum yang berada di Lingkungan II tersebut. Pegawai sekolah tersebut bertempat tinggal di sekolah tersebut, dimana lokasinya tidak jauh dari rel kereta api tempat penelitian. Pegawai TK/SD Talitakum tersebut telah dikenal baik oleh ibu-ibu pemulung yang bertempat tinggal di rel kereta api tersebut. Sebagian besar anak-anak ibu pemulung usia sekolah TK dan SD di daerah rel kereta api tersebut bersekolah di TK/SD Talitakum. Kemudian peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian ini dan alasan peneliti memilih informan dan tempat penelitian kepada kakak tersebut.

Peneliti juga meminta bantuan pegawai sekolah tersebut untuk mendampingi dan memperkenalkan peneliti kepada ibu-ibu pemulung di daerah tersebut. Pada hari itu juga pegawai sekolah tersebut menemani peneliti untuk meninjau lokasi penelitian dan berkenalan dengan ibu-ibu pemulung serta menjelaskan maksud kedatangan peneliti. Setelah selesai melakukan observasi, peneliti pun berpamitan setelah sebelumnya menyepakati untuk bertemu kembali keesokkan harinya untuk melakukan penelitian.


(55)

Keesokkan harinya, dengan ditemani pegawai TK/SD Talitakum, peneliti menyusuri rel kereta api untuk menjumpai informan. Tidak lama kemudian peneliti menjumpai seorang ibu yang sedang mengangkut batu di atas gerobak. Peneliti dan kakak tersebut segera menyapa dan meminta kesediaan ibu tersebut untuk diwawancarai setelah sebelumnya peneliti menjelaskan maksud penelitian tersebut dan menanyakan pekerjaan utama ibu tersebut. Ibu tersebut mengatakan bahwa dirinya memang tukang botot(pemulung) dan bersedia diwawancarai asal jangan susah-susah ya. Kemudian peneliti masuk ke dalam rumah untuk melakukan wawancara. Setelah kira-kira satu jam kemudian, wawancara pun selesai dan peneliti pun berpamitan setelah mengucapkan terima kasih kepada ibu tersebut.

Sekitar dua rumah dari rumah informan 1, peneliti mendatangi rumah informan 2 yang dikenal pegawai sekolah tersebut sebagai ibu pemulung. Ibu tersebut sedang melipat kain di ruang tamunya pada saat dijumpai, setelah menjelaskan tujuan peneliti, ibu tersebut bersedia untuk diwawancarai dengan senang hati. Wawancara pun berlangsung dengan baik dan lancar. Setelah selesai, peneliti pun berpamitan untuk kembali melanjutkan penelitian.

Empat rumah setelah rumah informan 2, peneliti menjumpai seorang ibu yang sedang menyapu halaman rumahnya yang akhirnya bersedia menjadi informan 3 setelah peneliti menjelaskan tujuan penelitian kepada ibu pemulung tersebut. Wawancara berlangsung kurang lebih 50 menit. Setelah selesai, peneliti pun berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada ibu tersebut. Oleh karena hari sudah menunjukkan jam 8 malam, peneliti pun berpamitan pulang kepada pegawai sekolah dan sepakat untuk melanjutkan penelitian keesokkan harinya.


(56)

Seperti hari sebelumnya, hari ketiga penelitian, peneliti kembali menyusuri rel kereta api untuk mendapatkan informan. Hari tersebut peneliti mendapatkan satu orang ibu pemulung yang sedang memberikan makanan ternaknya. Ibu tersebut menerima kedatangan peneliti dan bersedia diwawancarai setelah selesai memberi makan ternaknya. Hari tersut peneliti hanya mendapatkan satu orang informan. Begitu juga keesokkan harinya, peneliti mendapatkan satu orang ibu pemulung yang bersedia diwawancarai sebagai informan 5.

Dua hari kemudian, peneliti kembali ke lapangan untuk melanjutkan penelitian. Sore hari tersebut, dengan kembali ditemani oleh pegawai sekolah, peneliti melanjutkan penelitian. Informan 6 dijumpai sedang memberi makan ternak. Setelah berkenalan, informan bersedia diwawancarai oleh peneliti. Setelah wawancara selesai, peneliti pun berpamitan dan mengucapkan terima kasih. Selanjutnya, peneliti mendapatkan seorang ibu pemulung yang sedang bercengkrama dengan dua orang ibu di atas rel kereta api. Kelihatannya mereka sedang santai dan bercanda ria. Peneliti pun menyapa dan meminta kesediaan seorang ibu yang bekerja sebagai pemulung untuk diwawancarai. Ibu tersebut bersedia dan mengajak peneliti untuk masuk ke dalam rumahnya. Wawancara berlangsung baik dan menyenangkan hari tersebut. Setelah selesai, peneliti segera berpamitan dan mengucapkan terima kasih kepada ibu pemulung yang bersedia menjadi informan 7.


(57)

3.4Metode Pengumpulan Data

Data diperoleh dengan teknik wawancara mendalam (indepth interview) menggunakan panduan pertanyaan yang telah disusun. Informan yang terpilih diwawancarai pada waktu yang terpisah, untuk itu peneliti menggunakan alat bantu yakni alat tulis dan tape recorder.

3.5Defenisi Operasional

1. Umur adalah lama hidup informan sejak dilahirkan.

2. Suku adalah suku informan yang diwawancarai perilakunya terhadap higiene perseorangan.

3. Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang dijalani informan. 4. Pendapatan adalah besarnya penghasilan informan per bulan.

5. Ibu pemulung adalah ibu-ibu rumah tangga yang mengumpulkan barang-barang bekas kemudian dijual untuk menghasilkan uang.

6. Higiene perseorangan (personal hygiene) merupakan kebersihan pribadi seorang individu yang sangat berpengaruh terhadap kesehatannya.

7. Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui informan tentang higiene perseorangan.

8. Sikap adalah pendapat atau pandangan informan terhadap higiene perseorangan.

9. Tindakan merupakan perwujudan nyata dari pengetahuan dan sikap informan terhadap higiene perseorangan.


(58)

10.Ketersediaan air bersih adalah tersedianya air bersih yang memenuhi syarat kesehatan (secara fisik, yaitu : tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau) sebanyak minimal 60 liter/hari/kepala secara berkesinambungan.

11.Rumah sehat adalah tempat untuk bernaung dan beristirahat sehingga menimbulkan kehidupan sempurna baik fisik, sosial maupun mental, dan memenuhi persyaratan kesehatan rumah tinggal.

12.Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) adalah tersedianya suatu alat yang dipakai informan untuk melindungi diri atau tubuh pada saat memulung.

3.6Tekhnik Pengolahan Dan Analisa Data

Data akan disajikan dalam bentuk matriks menurut variabel yang diteliti. Data ini akan diolah dengan menggunakan EZ-TEXT dan dianalisa dengan menggunakan tekhnik analisa kualitatif dengan teori dan kepustakaan yang ada.


(59)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Sei Agul terletak di Kecamatan Medan Barat. Kelurahan Sei Agul terdiri dari 16 Lingkungan, dengan batas-batas wilayah Kelurahan Sei Agul sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Karang Berombak

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Putih Barat, Kelurahan Sei Putih Tengah, dan Kelurahan Sei Putih Timur.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Silalas.

• Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Helvetia Timur.

Tabel 4.1 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2007

No Agama Jumlah %

1 Islam 17.850 59,24

2 Kristen Protestan 7.278 24,16

3 Kristen Katholik 760 2,52

4 Hindu 112 0,37

5 Budha 4.130 13,71

Total 30.130 100

Sumber : Data Profil Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2007

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk Kelurahan Sei Agul terbesar menganut agama Islam sebanyak 17.850 orang (59,24%). Sementara yang paling sedikit beragama Hindu sebanyak 112 orang (0,37%).


(60)

Tabel 4.2 Distribusi Penduduk Berdasarkan Suku Bangsa di Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2007

No

Agama

Jumlah

%

1 Mandailing 8.213 27,26

2 Batak 7.890 26,19

3 Jawa 3.615 11,99

4 Minang 810 2,69

5 Aceh 345 1,15

6 Tionghoa 4.635 15,38

7 Lain-lain 4.622 15,34

Total 30.130 100

Sumber : Data Profil Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2007

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk Kelurahan Sei Agul terbesar adalah suku Mandailing sebanyak 8.213 orang (27,26%). Sementara yang paling sedikit suku Aceh sebanyak 345 orang (1,15%).

Tabel 4.3 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2007

No Pendidikan Jumlah %

1 Belum Sekolah 808 2,68

2 Pernah Sekolah SD tapi tidak tamat 155 0,51

3 SD 432 1,43

4 SLTP/Sederajat 1125 3,74

5 SLTA/Sederajat 24.388 80,95

6 Diploma 850 2,82

7 Sarjana 2.372 7,87

Total 30.130 100


(61)

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pendidikan penduduk Kelurahan Sei Agul terbesar SLTA/sederajat sebanyak 24.388 orang (80,95%). Sementara yang paling sedikit Pernah Sekolah SD tapi tidak tamat sebanyak 155 orang (0,51%).

Tabel 4.3 Daftar Prasarana Kesehatan di Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2007

No

Prasarana Kesehatan

Jumlah

1 Rumah sakit umum 1

2 Puskesmas -

3 Puskesmas pembantu 1

4 Poliklinik/balai pengobatan -

5 Apotik 3

6 Posyandu 14

7 Tempat Dokter praktek 5

Total 24

Sumber : Data Profil Kelurahan Sei Agul Kecamatan Medan Barat Tahun 2007

Lingkungan II Kelurahan Sei Agul terletak di Kecamatan Medan Barat, wilayahnya merupakan dataran rendah. Penduduknya sebagian besar bekerja sebagai wiraswasta sebesar 75%, PNS sebesar 10%, dan Lain-lain sebesar 15%. Batas-batas wilayah Lingkungan II sebagai berikut :

• Sebelah Utara berbatasan dengan Lingkungan III

• Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Sei Putih Tengah yang merupakan Rel Kereta Api.

• Sebelah Timur berbatasan dengan Sungai Sei Putih


(1)

PEDOMAN WAWANCARA

I. Identitas Informan :

1. Nama :

2. Umur :

3. Suku :

4. Pendidikan :

5. Pendapatan :

II.Daftar Pertanyaan A.Pengetahuan Ibu

1. Apakah yang dimaksud dengan higiene perseorangan?

Probing :

a. Hal-hal apakah yang termasuk dalam higiene perseorangan?

b. Apakah perlu melakukan higiene perseorangan?

2. Kebersihan Kulit :

Menurut Ibu berapa kalikah mandi dalam sehari? Probing :

a. Menurut Ibu apakah perlu memakai sabun pada saat mandi?

b. Menurut Ibu apakah sebaiknya menggunakan barang-barang keperluan

sehari-hari misalnya handuk, milik sendiri?

3. Kebersihan Rambut :

Menurut Ibu apakah perlu mencuci rambut sekurang-kurangnya 2x seminggu? Probing :

a. Menurut Ibu apakah sebaiknya mencuci rambut menggunakan shampoo atau

bahan pencuci lainnya?

b. Menurut Ibu apakah sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut

sendiri seperti sisir? 4. Kesehatan Gigi :

Menurut Ibu apakah perlu menggosok gigi dengan teratur setelah makan? Probing :

a. Menurut Ibu apakah sebaiknya memakai sikat gigi sendiri?

b. Menurut Ibu perlukah memeriksakan gigi secara teratur maksimal 6 bulan

sekali?

5. Kesehatan Mata :

Menurut Ibu apakah sebaiknya Ibu membaca atau menjahit di tempat yang terang?

Probing :

a. Menurut Ibu apakah sebaiknya makan makanan yang bergizi untuk

kesehatan mata?

b. Menurut Ibu apakah sebaiknya istrahat dengan cukup dan teratur? 6. Kebersihan Telinga :

Menurut Ibu apakah perlu membersihkan telinga dengan teratur? Probing :


(2)

a. Menurut Ibu apakah sebaiknya tidak mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam?

7. Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku :

Menurut Ibu apakah perlu membersihkan tangan, kaki dan kuku? Probing :

a. Menurut Ibu apakah perlu membersihkan tangan sebelum makan?

b. Menurut Ibu apakah perlu memotong kuku secara teratur? c. Menurut Ibu apakah perlu mencuci kaki sebelum tidur? 8. Ketersediaan Air Bersih :

Menurut Ibu apakah dalam rumah tangga sebaiknya tersedia air bersih? Probing :

a. Menurut Ibu apakah perlu menggunakan dan minum air yang memenuhi

persyaratan kesehatan?

b. Menurut Ibu apakah syarat-syarat air bersih?

c. Menurut Ibu apa akibat menggunakan dan minum air yang tidak bersih bagi

kesehatan?

d. Menurut Ibu darimanakah sumber air yang bersih?

9. Kesehatan Rumah :

a. Menurut Ibu apakah yang dimaksud rumah sehat dan apakah ciri-ciri rumah

sehat?

b. Menurut Ibu apakah sebaiknya tinggal dalam rumah yang sehat?

c. Menurut Ibu bagaimana bila memelihara ternak di dalam rumah?

10. Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) :

a. Menurut Ibu apakah yang dimaksud Alat Pelindung Diri (APD)?

b. Menurut Ibu apa saja yang termasuk Alat Pelindung Diri (APD) untuk

pemulung?

c. Menurut Ibu apakah sebaiknya menggunakan Alat Pelindung Diri (APD)

pada saat memulung barang bekas? B.Sikap Ibu

1. Bagaimana tanggapan Ibu terhadap Higiene perseorangan/kebersihan diri? Probing :

a. Apakah Ibu berkeinginan melakukan higiene perseorangan/kebersihan diri? 2. Kebersihan Kulit :

Apakah Ibu setuju mandi dua kali sehari? Probing :

a. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai memakai sabun pada saat mandi?

b. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai menggunakan barang-barang keperluan

sehari-hari misalnya handuk, milik sendiri?

3. Kebersihan Rambut :

Bagaimana tanggapan Ibu mengenai mencuci rambut sekurang-kurangnya 2x seminggu?

Probing :

a. Apakah Ibu berkeinginan mencuci rambut menggunakan shampoo atau


(3)

b. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri seperti sisir?

4. Kesehatan Gigi :

Bagaimana tanggapan Ibu mengenai menggosok gigi dengan teratur setelah makan?

Probing :

a. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai memakai sikat gigi sendiri?

b. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai memeriksakan gigi secara teratur

maksimal 6 bulan sekali?

5. Kesehatan Mata :

Bagaimana tanggapan Ibu mengenai membaca atau menjahit di tempat yang terang?

Probing :

a. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai makan makanan yang bergizi untuk

kesehatan mata?

b. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai istrahat dengan cukup dan teratur? 6. Kebersihan Telinga :

Bagaimana tanggapan Ibu mengenai membersihkan telinga dengan teratur? Probing :

a. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai tidak mengorek-ngorek telinga dengan

benda tajam?

7. Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku :

Bagaimana tanggapan Ibu mengenai kebersihan tangan, kaki dan kuku? Probing :

a. apakah Ibu berkeinginan membersihkan tangan sebelum makan?

b. Apakah Ibu berkeinginan memotong kuku secara teratur?

c. Apakah Ibu berkeinginan mencuci kaki sebelum tidur? 8. Ketersediaan Air Bersih :

Bagaimana tanggapan Ibu mengenai ketersediaan air bersih dalam rumah tangga?

Probing :

a. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai menggunakan dan minum air yang

memenuhi persyaratan kesehatan?

b. Apakah Ibu berkeinginan memenuhi syarat-syarat air bersih?

c. Apakah Ibu berkeinginan menghindari akibat menggunakan dan minum air

yang tidak bersih bagi kesehatan?

d. Apakah Ibu berkeinginan memperoleh air dari sumber air yang bersih?

9. Kesehatan Rumah :

a. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai rumah sehat?

Probing :

1. Apakah Ibu berkeinginan memenuhi ciri-ciri rumah sehat? b. Apakah Ibu berkeinginan tinggal dalam rumah yang sehat? c. Apakah ibu setuju memelihara ternak di dalam rumah?


(4)

Apakah Ibu berkeinginan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat memulung barang bekas?

Probing :

a. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai menggunakan sarung tangan pada saat

memulung barang bekas?

b. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai menggunakan sepatu pada saat

memulung barang bekas?

c. Bagaimana tanggapan Ibu mengenai menggunakan masker atau penutup

hidung dan mulut pada saat memulung barang bekas? C.Tindakan Ibu

1. Apakah Ibu sudah mempraktekkan Higiene perseorangan/kebersihan diri?

2. Kebersihan Kulit :

Apakah Ibu sudah mempraktekkan mandi dua kali sehari? Probing :

a. Apakah Ibu sudah memakai sabun pada saat mandi?

b. Apakah Ibu sudah menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari

misalnya handuk, milik sendiri?

3. Kebersihan Rambut :

Apakah Ibu sudah mencuci rambut sekurang-kurangnya 2x seminggu? Probing :

a. Apakah Ibu sudah mencuci rambut menggunakan shampoo atau bahan

pencuci lainnya?

b. Apakah Ibu sudah menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri

seperti sisir? 4. Kesehatan Gigi :

Apakah Ibu sudah menggosok gigi dengan teratur setelah makan? Probing :

a. Apakah Ibu sudah memakai sikat gigi sendiri?

b. Apakah Ibu sudah memeriksakan gigi secara teratur maksimal 6 bulan

sekali?

5. Kesehatan Mata :

Apakah Ibu membaca atau menjahit di tempat yang terang? Probing :

a. Apakah Ibu sudah makan makanan yang bergizi untuk kesehatan mata?

b. Apakah Ibu sudah istrahat dengan cukup dan teratur? 6. Kebersihan Telinga :

Apakah Ibu sudah membersihkan telinga dengan teratur? Probing :

a. Apakah Ibu tidak mengorek-ngorek telinga dengan benda tajam?

7. Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku :

Apakah Ibu telah menjaga kebersihan tangan, kaki dan kuku? Probing :

a. Apakah Ibu membersihkan tangan sebelum makan?


(5)

c. Apakah Ibu mencuci kaki sebelum tidur? 8. Ketersediaan Air Bersih :

Apakah Ibu menyediakan air bersih dalam rumah tangga? Probing :

a. Apakah Ibu menggunakan dan minum air yang memenuhi persyaratan

kesehatan?

b. Apakah Ibu sudah memenuhi syarat-syarat air bersih?

c. Apakah Ibu menghindari menggunakan dan minum air yang tidak bersih

bagi kesehatan?

d. Apakah Ibu sudah memperoleh air dari sumber air yang bersih?

9. Kesehatan Rumah :

Peneliti observasi langsung mengenai keadaan rumah informan. Apakah sudah memenuhi persyaratan rumah sehat?

Apakah Ibu memelihara ternak di dalam rumah?

10. Ketersediaan Alat Pelindung Diri (APD) :

Apakah Ibu menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) pada saat memulung barang bekas?

Probing :

a. Apakah Ibu menggunakan sarung tangan pada saat memulung barang

bekas?

b. Apakah Ibu menggunakan sepatu pada saat memulung barang bekas?

c. Apakah Ibu menggunakan masker atau penutup hidung dan mulut pada saat

memulung barang bekas?

Indikator Rumah Sehat (Hasil Observasi)

1. Apakah lingkungan sekitar rumah bersih?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah tersedia tempat sampah? a. Ya

b. Tidak

3. Bagaimana jenis bangunan rumah?

a. Permanen

b. Semi permanen

c. Non permanen

4. Apakah rumah informan lembab?

a. Ya b. Tidak

5. Apakah pencahayaan di dalam rumah cukup?

a. Ya b. Tidak

6. Bagaimana kondisi ventilasi di dalam rumah? a. Ada, baik


(6)

b. Ada, kurang baik c. Tidak ada

7. Bagaimana jenis lantai rumah?

a. Semen

b. Keramik

c. Tanah